—Hitam dan putih
Kelabu serta angkasa
Kau riuhkan tawa di atas duka
Kau tajamkan lara tanpa sorak bahagia.
(PHOSPHENES, aprilwriters)
—
“Karenina, aku mau bicara sama kamu, lima menit aja,” pinta Rega yang sengaja menunggu kedatangan Karenina di area parkir kantor, ia yang awalnya masih duduk di balik kemudi—langsung keluar saat melihat mobil Karenina memasuki area parkir, setelahnya menunggu Karenina sampai keluar dari mobilnya.
Perempuan itu diam perhatikan ekspresi yang lebih dominan pada rasa takut dan kecemasan, pernah Karenina melihat ekspresi yang sama terakhir kali saat ia melihat Rega serta Salma bergandeng tangan di depannya tepat di hari hubungan mereka berakhir, mungkin saat itu Rega benar-benar ketakutan untuk menghadapi Karenina dan jelaskan hubungan dengan Salma. Lantas ekspresi yang sama kali ini untuk apa?
“Lima menit aja.” Rega memohon, Karenia akhirnya mengangguk seraya tatap arlojinya.
“Lima menit dari sekarang.”
Rega menarik napas panjang lebih dulu, ia tatap lekat eboni yang baginya masih saja bersinar meski telah digantikan kebencian. “Aku tahu apa yang Denial lakukan sama kamu di hari Denial pulang ke Jakarta, kalau alasan pelampiasan karena hubungan kita—”
“Cukup!” Karenina angkat tangan kanan. “Saya nggak punya waktu kalau kamu mau bahas ini, saya permisi.” Ia bersiap pergi, tapi Rega menahan lengannya.
“Aku cuma mau kamu tahu satu hal, Karen. Dia nggak pernah tulus sama kamu, dia cuma incar sesuatu dari kamu, dia nggak layak dapatkan kamu.”
Karenina tepis kasar tangan Rega. “Dia siapa dia! Mau apa pun yang terjadi sama saya—semua itu—bukan urusan kamu lagi, Rega. Kamu urus hidup kamu, saya juga begitu. Jangan bicara lagi.” Ia mendorong Rega hingga tubuh laki-laki itu membentur pintu mobil, Karenina beringsut pergi tinggalkan Rega yang kini semakin lemas saja, rasa takut laki-laki itu terus membuncah, ia takkan bohong kalau sampai detik ini pun perasaannya masih akan sama pada perempuan dingin itu.
Rega menendang pintu mobil sebelum remas rambut frustrasi. “Gimana biar kamu percaya kalau Denial itu bajingan!”
—
Daun maple masih saja berjatuhan di lantai, setelah sempat absen kemarin Karenina baru melihat tanaman itu lagi. Ada sepercik rasa nyeri melihat mereka hanya tergeletak tanpa makna, jatuh tanpa benar-benar ingin jatuh, dihempas dan harus pasrah.
Perempuan itu masih berdiri di ambang pintu sembari tatap pot maple yang masih utuh di posisinya. Perkataan Rega sama sekali tak menjadi pengisi kepala Karenina pagi ini, jika sudah hilang rasa percaya yang berat pada seseorang, maka ia tak butuh pengakuan apa-apa lagi saat menganggapnya sebuah omong kosong yang pantas dibuang ke tempat sampah.
“Pagi.”
Karenina tersentak mendengar bisik seseorang di dekat telinga kanan, deru napasnya membuat tubuh itu meremang. Karenina memutar arah dan dapatkan setangkai bunga anyelir atau carnation pink yang miliki makna tersendiri.
“Sebentar lagi Januari, ya ... biarpun masih dua mingguan lagi, tapi bunga ini lambang kelahiran Januari. Kalau di Korea Selatan, orang-orang bakal kasih anyelir ini ke siapa pun yang mereka sayang,” jelas Denial sebelum sematkan bunga itu pada telinga kanan Karenina, “mungkin elo ....” Denial membungkuk dekatkan wajahnya, tapi ia menelan ludah saat Karenina melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schatje (completed)
RomanceNew adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan dengan Denial Nuraga di sebuah klub malam ketika patah hati menyerang perempuan itu lagi-justru menamb...
