Tubuh shirtless itu bergerak ke segala arah mencari posisi yang nyaman untuknya meski waktu takkan berbohong kalau sekarang sudah pukul delapan pagi, tapi tamu apartemen Yuda masih bermalas-malasan di ranjang tanpa menyadari kalau perempuan itu tak lagi ada di sebelahnya.Denial membuka mata perlahan, posisinya telentang seraya arahkan tangan kanan untuk meraba posisi sebelahnya, tapi nihil. Saat itu juga Denial beranjak duduk dan menoleh, ia tak dapati sesuatu yang harusnya dilihat lagi pagi ini.
"Gue semalam enggak mimpi, kan?" Denial edarkan pandang dan temukan beberapa helai pakaiannya tercecer di lantai, ia hanya kenakan boxer saja. "Dia di mana?"
Denial buru-buru turun dari ranjang, ia kenakan lagi pakaiannya dan melangkah tergesa keluar kamar, ia dapati Yuda yang duduk di balik meja makan seraya nikmati sarapan paginya yakni setangkup roti tawar berlapis selai cokelat.
"Eh, udah bangun lo." Yuda masukan potongan roti yang ia tusuk dengan garpu ke mulutnya, laki-laki itu sudah rapi dengan pakaian formal karyawan kantor.
"Cewek itu mana?" tanya Denial yang tak bisa sembunyikan raut cemasnya, ia berdiri di ambang pintu dapur.
"Yang lo bawa semalam? Dia udah pamit pulang sekitar jam enam, kenapa emang?"
"Pulang?" Denial terlihat syok, ia melangkah pelan hampiri meja makan dan tarik kursi sebelum akhirnya duduk di sebelah Yuda.
Gue bahkan nggak tau dia siapa, Karenina.
"Kenapa emang? Bukannya bagus kan, urusan kalian udah kelar. Dia nggak mabuk lagi kayak semalam, tapi kok—" Yuda menerawang. "Tatapan dia dingin banget ya."
Denial bergeming, pikirannya terpental pada bayang perempuan itu semalam tentang seperti apa tatapan sayu Karenina yang pasrah, bibirnya juga terkunci rapat tanpa sedikit pun mendesah tatkala Denial mendobrak paksa apa yang tidak seharusnya. Hanya buliran air mata yang kembali meluncur saat rasa sakit bak sengatan petir itu menjalar ke sekujur tubuh Karenina, mungkin efek alkohol yang sanggup membuatnya bertahan hingga kemarin malan menjadi saksi kalau Karenina sudah tidak lagi suci di tangan laki-laki asing yang belum sehari di kenalnya.
Denial benar-benar terbius oleh tatapan sayu itu, tapi kenapa tatapan dingin yang kembali Karenina arahkan pada orang lain. Mungkinkah gadis itu pandai mainkan trik agar orang lain tak mengusiknya hanya lewat sebuah eboni?
Meninggalkan Denial yang sibuk melamun, Yuda beranjak saat sarapannya telah habis, ia melewati Denial begitu saja dan hampiri kamar tamu.
Setelahnya pekikan Yuda mengusik indra pendengaran Denial. "KENAPA BANYAK BERCAK DARAH DI KASUR GUE? LO APAIN ITU CEWEK, DEN!"
***
Pipi kanan Karenina terasa panas usai mendapat tamparan dari Liliana—sang oma—yang marah besar usai melihat begitu banyak jejak kissmark di leher sang cucu. Lagi, semalam Karenina tak pulang tanpa kabar, alhasil wanita itu benar-benar murka hingga hilang kendali dan memukul Karenina.
Guyuran air shower membasahi tubuh Karenina yang masih terbalut seragam kantor, ia biarkan air dingin itu menghilangkan aroma tubuh Denial yang sempat menyatu dengannya semalam. Rasa nyeri masih terasa di bagian intimnya, tapi tak mungkin lebih sakit dari luka batin yang Karenina rasakan sejak kemarin. Mungkin kemarin salah satunya, sebab masih banyak pilu yang belum terungkap.
"Pantas Rega tinggalin kamu, Karen! Mana mau dia sama perempuan kotor, pantas dia mau tunangan sama orang lain. Kamu memang perempuan nggak tahu malu, mau taruh di mana muka oma!"
Plak!
Karenina bergeming, ia sama sekali tak berkutik setelah telapak tangan Lili mendarat dengan kasar di pipi kanan Karenina. Hanya kembang kempis dada yang masih wakilkan kalau gadis itu bertahan di sana hingga Lili melangkah masuk kamar dan banting pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schatje (completed)
RomanceNew adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan dengan Denial Nuraga di sebuah klub malam ketika patah hati menyerang perempuan itu lagi-justru menamb...