SETERANG REMBULAN, SEBENING AIR HUJAN.

11.3K 1K 69
                                    

Seterang rembulan
Memikat melenakan
Sejernih air hujan
Dingin, melumpuhkan.

(Schatje, aprilwriters)

***

Gemerlap lampu diskotek memperlihatkan siluet seseorang yang baru saja memasuki tempat itu dengan senyum sumringahnya, ia datang bukan untuk menghilangkan stres atau sekadar meneguk alkohol dengan kadar tertentu, ia hanya ingin ... menjauhkan seseorang dari mereka yang jahat padanya.

Tak ada satu pun yang Royan kenali dari tempat itu, ia baru pertama kali datang ke diskotek selama hidupnya, tapi bukan berarti Royan takut untuk menghadapi apa pun di tempat yang dipenuhi orang setengah gila atau benar-benar gila, katanya diskotek bisa menghilangkan stres, tapi bagi Royan mungkin bisa bertambah stres.

Ia bergeming sejenak di antara banyaknya orang yang berjoget bersama iringan musik disk jockey, sedikit membabi buta saat penari striptis mulai naik ke salah satu meja dan melepas helai demi helai kostum dari tubuhnya hingga benar-benar naked. Berlanjut dengan tarian erotis yang membuat milik banyak laki-laki berkedut gemas, ingin segera melepaskan.

Persetan dengan semua itu, Royan juga bisa menontonnya dari video yang ia download. Tujuannya datang ke diskotek bukan ingin menambah dosa. Ia putuskan duduk di balik meja bartender seraya perhatikan sekeliling, mencari sosok yang ingin ditemuinya malam ini juga.

Memanfaatkan Nathan serta Jesslyn untuk kepentingan pribadi ternyata cukup menyenangkan. Lagipula Nathan selalu menuruti setiap keinginan Jesslyn, jika tidak—bisa saja cap sepasang sepatu menghiasi wajah Nathan. Sebab itu Royan meminta Jesslyn agar Nathan mengajak Denial ke diskotek tanpa membawa embel-embel namanya.

Bang, dia udah datang.
Lu cari aja di sofa pojokan, gw mau langsung pulang, Jesslyn minta ditemenin bobo.

Royan mendengkus usai membaca isi chat itu, ia beranjak mencari Denial sesuai instruksi Nathan. Bola matanya mengarah ke sudut-sudut ruangan, aroma alkohol membuatnya sesekali menutup hidung seraya mengabaikan beberapa pekerja malam yang mendekat, menawarkan diri untuk malam yang menyenangkan.

Royan tersenyum miring saat ia dapati Denial duduk di sudut ruangan, sendirian bersama sebatang rokok yang sibuk disesapnya begitu nikmat. Langkah santai Royan semakin mendekat, dan laki-laki yang kini ditemuinya itu menatap dalam diam, ada rasa keterkejutan saat keningnya mengerut tak mengerti.

"Kenapa?" Royan tersenyum miring usai duduk di seberang Denial. "Kaget gue di sini? Gue juga, kok bisa ya gue ke sini-sini." Ia tatap keadaan sekitar. "Padahal nggak ada satu pun yang menarik."

Denial diam menatap dingin seniornya semasa SMA itu, mengingat jika Royan bersama Karenina kemarin—membuat kekesalnya kembali datang, ada rasa tak terima yang hinggap begitu saja, tapi Denial tak mampu berbuat apa-apa.

"Kayaknya lo tahu kenapa kita bisa ketemu di sini? Bukan sesuatu yang nggak disengaja, kan?" Royan kembali berbicara.

"Mau lo apa." Suara Denial begitu dingin, persis seperti tatapannya, asap mengepul keluar dari bibir tipis itu.

Royan cengengesan, tapi setelah itu ekspresinya berubah serius. "Gue yang harusnya tanya kayak gitu, mau lo apa?" Sayangnya manusia di seberang kembali diam seraya alihkan pandang, tak menemukan jawaban untuk dilontarkan. "Kalau emang nggak ada kemauan, gue sangat bersyukur, jadi nggak perlu ada yang ikutin keinginan elo termasuk Karenina." Bola mata Denial langsung menghunjam manik Royan. "Pas gue sebut nama, lo langsung lirik gue."

"Buat apa lo bawa-bawa nama dia."

"Gue juga nggak sudi ketemu sama elo kalau bukan karena Karenina, dia penting buat gue, jadi pertemuan kita sedikit banyak juga penting—karena terhubung sama urusan Karenina. Lo tahu kan kalau dia mantan pacar gue?"

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang