7~Rasa~

65 17 5
                                    

Pagi ini Sean memilih untuk menuju rumah Radiz sebelum berangkat, ia tak mau jika kejadian kemarin terulang lagi pada gadisnya itu.

"Permisi Bu, apa Radiz nya ada?" Tanya Sean dengan sopan pada perempuan paruh baya itu.

"Oh ada, sebentar ya ibu panggilkan." Jawab Mbok Darmi dengan sopan.

Mbok Darmi segera menuju ke kamar Radiz dimana perempuan tersebut menghabiskan waktunya jika tidak ada pekerjaan.

"Diz, ada temen kamu nak dibawah, mau jemput kamu katanya." Mbok Darmi membangunkan Radiz dengan pelan-pelan, tak mau jika putrinya terganggu.

"Siapa Bu yang mau jemput aku?" Tanya Radiz sambil menyibakan selimut pink miliknya.

"Ibu kurang tau ndok, tapi orangnya laki-laki." Jawab ibunya dengan bingung.

"Laki-laki, siapa? Apa mungkin Sean , tapi nggak mungkin lah, dia kan cowok songong." Pikir Radiz dengan Bingung.

"Kok aku jadi mikirin tuh cowok sih, pake kepedean lagi mau dijemput sama Sean" pikirnya kembali.

"Ya udah ndok ibu tinggal dulu ya, cepetan kamu kebawah kasian temen kamu nungguin". Mbok Darmi sudah keluar dari pintu kamar milik Radiz.

Radiz segera bersiap dan turun karena tak mau jika orang itu menunggunya terlalu lama. Dugaan Radiz benar, ternyata laki-laki itu benar Sean, cowok yang membuatnya gila selama ini.

"Maaf ya, kalau lama nunggu nya." Lirih Radiz pada cowok tersebut.

"Barusan kok." Jawab singkat Sean.

"Ya udah cepetan,telat nanti." Suruh Sean pada perempuan dihadapannya itu.

Tak ada penolakan dari Radiz, pasalnya Radiz hanya tidak mau membuang waktunya untuk berdebat dengan cowok tersebut.

Mereka tak lupa berpamitan pada Mbok Darmi. Setelah berpamitan mereka segera keluar menuju motor dimana Sean memarkirkan motornya.

"Naik." Singkat Sean dingin.

Radiz masih tetap setia dengan tatapan kosong ke depan, bukannya apa, tapi dia hanya ingat pada mamanya yang setiap pagi mengantarkan ia pergi ke sekolah.

"Mau naik, apa mau telat?" Tanya Sean yang membuat lamunan Radiz terbunyar.

"I...i...iya." tanpa pikir panjang Radiz segera Menaiki montor hitam di depannya.

Sean memperhatikan perempuan dibelakangnya melalui kaca spion, perempuan itu masih setia dengan lamunannya sejak pagi tadi, Sean tak tau apa yang dipikirkan oleh cewek tersebut. Namun Sean tau bahwa perempuan tersebut pasalnya mempunyai masalah hidup yang sama dengannya.

"SMA MERAH PUTIH" tulisan besar terpampang di depan manik mata dengan bola mata kecoklatan milik Sean.

"Turun." Dingin Sean pada Radiz.

"Makasih." Ucap Radiz lirih pada Sean.

Sean mengantarkan Radiz ke kelas dimana Radiz menetap untuk belajar. Ia hanya tak mau perempuan tersebut sampai bernasib seperti kemarin.

Berbeda dengan Radiz, cewek tersebut tidak bisa mengabaikan detak jantung yang semakin cepat dan aliran darah yang serasa berhenti.
"Apakah Radiz suka sama Sean?". Pikir Radiz pada dirinya sendiri.

Selesai mengantarkan Radiz dengan selamat, Sean segera pergi tanpa pamit pada Radiz. Ia menuju kelas dimana ia belajar XII-IPA 5.

"Pagi boss, gimana keadaan Radiz kemarin?" Tanya malven dengan muka serius.
KH
"Dia gpp, kemarin juga udah gue anterin sampai rumah." Jawab Sean datar.

"Syukurlah kalau dia baik-baik aja, gue cuma takut aja se kalau si Brian bakalan ngelakuin lebih sadis dari ini." Khawatir Aksa, karean ia tahu bagaimana Brian jika sudah bertindak.

"Gue nggak kan biarin Radiz kenapa-kenapa." Lirih sean.

**********

Bel istirahat telah berbunyi, Sean beserta semua teman-temanya sudah berada di warung milik Bu.Tini. mereka mempunyai meja khusus di warung tersebut, tak ada yang berani untuk menempati meja tersebut selain mereka.

Sean tak sengaja menatap manik mata berwarna biru milik Radiz, tak seperti biasanya, Radiz nampak berjalan dengan tatapan kosong ke arah depan. Sean bertanya-tanya pada dirinya. Mengapa Radiz akhir-akhir ini sering seperti itu. Itu yang mengganggu pikiran Sean selama ini.

"Kalian, mau pesen apa, biar gue pesenin aja." Tawar Cecil pada keduanya temannya.

"Gue, es jeruk sama roti aja satu." Natella menjawab dengan mengacungkan satu jari.

"Lo mau pesen apa diz?" Tanya Cecil pada Radiz.

Radiz masih setia dengan tatapan kosong ke arah depan. Ia memikirkan kejadian kemarin, ia takut jika kejadian itu akan terulang lagi. Namun yang Samapi detik ini Radiz pikirkan adalah bagaimana Sean menembaknya kemarin.

Tiba-tiba ada yang mencekal tangan kanan milik Radiz, siapa lagi kalau bukan Sean. Sean mengajak Radiz ke halaman belakang sekolah.

"Lepasin tangan gue." Pinta Radiz lirih pada Sean.

"Gue suka sama Lo, tetep senyum ramah sama gue. Gue nggak mau Lo sedih kayak gini. Gue akan selalu ada buat Lo." Ucap Sean penuh penekanan namun tetap lembut.

Seketika tubuh mungil milik Radiz menegang, ia tak tau harus menjawab apa, selama ini dia sebenarnya juga suka sama cowok di depannya itu. Namun ia tak mungkin mengutarakan perasaan pada cowok tersebut.

Sean dengan cepat melepas tangan Radiz dan berlalu pergi menuju dimana temannya berdiam diri sambil menikmati makanan yang telah tersedia.

"Gue juga suka sama Lo se." Jawab Radiz dalam hati.

Setelah kejadian itu Radiz di sibukkan dengan ucapan cowok tersebut, bukannya Radiz tak suka namun bukankah itu terlalu cepat untuk Radiz karena baru saja kemarin iya bertemu dengan cowok tersebut.

D'radizza [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang