Radizza Zaletta Vexazana,cewek berprestasi di sekolah dan bisa dibilang mempunyai fisik yang bisa dibilang sempurna,namun dibalik itu semua ada sejuta luka yang digoreskan pada hidupnya.
"Ma, Radiz kangen banget sama Mama, Radiz rindu mama sama Mama, Radiz sayang sama Mama. Tapi kenapa ma, Mama buat Radiz benci sama Mama?" Buliran air mata tak terasa sudah jatuh ketika Radiz mengucap kata 'mama'.
"Maafin Radiz ma karena udah ninggalin Mama sendiri,tapi itu semua karena mam yang buat Radiz benci dan pergi dari hidup Mama. Sebenarnya Radiz sayang banget sama Mama tapi Mama nggak pernah lihat kasih sayang Radiz buat mama." Tangis Radi semakin menjadi-jadi.
Radiz membuka kotak biru,perlahan mulai memperlihat kan foto mamanya beserta surat yang Radiz tulis.
Ma Radiz sayang sama Mama.
Radiz cinta sama Mama.
Mungkin Mama nggak pernah mengharapkan Radiz ada di dunia ini.
Tapi Radiz bersyukur ma, karena Mama udah lahirin Radiz di dunia.
Radiz sayang sama Mama
Thank for all mam
-Radizza-")Tak disangka kertas putih berisi secuil tulisan indah dari tangan mungilnya mulai basah karena air mata yang keluar tanpa ia sadari.
"Maaf mah,tapi sekarang,Radiz udah benci Sama mama, bukan karena apa ma, tapi karena mama yang buat Radiz benci sama Mama."lirih Radiz sembari mengelap pipi yang basah karena air mata nya.
Radiz memilih tidur di atas ranjang miliknya dan menutup kembali kotak kecil berwarna biru.
05.00 jam mulai berbunyi tanda Radiz harus segera bangun. Dia segera bersiap untuk sekolah hari ini. Hari ini 'ibunya'. Pulang ke kampungnya karena ada acara. Rumah yang sepi itulah yang Radiz rasakan.
**********
Gerbang bertuliskan SMA MERAH PUTIH terpampang besar di depan matanya. Radiz berjalan di koridor sekolah untuk menuju ke kelasnya XII-IPA 3.
"Diz,mata lo kok sembab,lo habis nangis ya, Lo kenapa?"tanya cecil panik.
"Gue nggak papa kok Cil,gue lagi inget aja sama Mama gue, gue nggak papa kok."
"Gue yakin diz Lo pasti kuat buat ngadepin semuanya."yakin Natella pada Radiz.
Jam matematika kosong, Radiz memilih pergi ke belakang halaman sekolah. Karena tempat yang sepi dan nyaman.
"Ma,maafin Radiz karena udah benci sama Mama. Maafin Radiz karena udah pergi dari Mama. Tapi semua itu juga mama yang buat Radiz untuk benci dan pergi dari Mama." Radiz tangis Radiz sejadi-jadinya.
"Nih pundak gue, lo bisa nangis disini." Sean menenpul pundaknya sambil memegang puncak kepala Radiz .
Siapa sangka cewek mungil tersebut tak menolak ataupun marah, karena menurutnya sekarang dia butuh penopang untuk menopang dirinya.
"Makasih ya buat semuanya."Radiz berterimakasih pada Sean.
"Hmm...Sans aja nggak perlu terimakasih, sekarang karena lo udah nggak nangis, gue cabut dulu. Jangan nangis Lo jelek kalau nangis, tetep senyum buat gue."
Sean meninggalkan Radiz, dia menatap Radiz sebelum benar-benar pergi. Menurutnya nasib Radiz sama seperti dirinya 'hancur'.
Radiz kembali ke kelas setelah menenangkan dirinya di belakang sekolah tadi. Ia merasa salah karena telah menilai Sean songong. Menurutnya Sean memanglah cowok dingin tapi dibalik itu semua cowok itu sangat hangat baginya.
**********
Radiz langsung pulang tanpa pamit pada kedua sahabatnya, karena kedua sahabatnya sedang ada rapat OSIS. Ya kedua sahabatnya memanglah anggota OSIS. Radiz memilih untuk langsung pulang daripada mampir ke toko buku, menurutnya ia perlu istirahat sebentar untuk memulihkan otaknya yang baru saja mengingat pada mamanya.
"Aduhh...capek banget seharian ini, tugasnya banyak lagi, tapi untung deh udah selesai semua tugasnya.
Radiz merebahkan tubuhnya kasar diatas kasur miliknya. Mata Radiz serasa menyuruhnya untuk menutup matanya dan tidur. Namun Radiz tetap terbayang bayang tentang apa yang telah dilakukan oleh Sean. Cowok itu sangat manis dan lembut padanya hari ini.
"Udah deh ngapain sih mikirn tuh cowok, lagian kan cuma nolongin nggak lebih, mending sekarang tidur aja capek." Mata indah milik Radiz mulai menutup sempurna menyisakan suara rinai hujan yang sendaru tadi turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
D'radizza [End]
Dla nastolatków[End] -Radizza Zaletta Vexazana- Sejuta luka serta masalah yang ia hadapi, membuatnya beranggapan bahwa dunia sangat kejam. Ia menjadi sosok gadis yang cukup introvert, karena ia tak mau memberikan masalah pada hidup orang lain. -De-nathan...