Langit malam serta bintang-bintangnya. Keadaan yang sama seperti hidupku.
~Radizza Z.V~Pagi ini suasana sangat cerah. Teriknya matahari menusuk jendela kamar Radiz. Merasakan kehangatan itu, pemilik kamar itu segera bangun dan bangkit.
Hari ini ia ingin pergi ke supermarket untuk membeli camilan yang ia suka. Penyediaan camilan yang ia punya sudah habis, sehingga menyuruhnya untuk pergi membelinya.
"Pagi buk." Sapa Radiz yang masih menuruni anak tangga.
"Pagi juga anak ibu." Balas ibunya yang sibuk menyiapkan sarapan di atas meja makan.
"Wahhh, baunya enak banget buk. Emangnya Ibu masak apaan?" Tanya Radiz yang melihat satu per satu makanan sambil mencium harumnya aroma makanan.
"Ini nak, ibu tadi masak capcay kesukaan kamu. Katanya kemarin kamu mau ibu masukin capcay, jadi ya ibu masakin hari ini." Jawab ibunya yang tengah mengambilkan piring untuknya.
"Yaudah Bu, cepetan. Radi udah laper banget nih, apalagi ibu lagi masak capcay kan." Rengek Radiz.
"Yaudah nih ibu ambilkan buat kamu. Kamu makan yang banyak ya, biar nanti jadi anak yang sukses." Ucap ibunya.
"Andai yang mengucapkan hal itu adalah ibu kandung gue sendiri, gue pasti lebih bahagia." Tiba-tiba pikiran itu terlintas di pikiran Radiz.
"Nak ayo dimakan, ibu udah siapin loh." Tegur ibunya yang sendari tadi melihat Radiz sedang melamun.
Merasa ada yang memanggilnya, Radiz segera menghapus seluruh lamunannya serta pikirannya akan hal itu.
"Oh iya Bu." Balas Radiz.
Kini mereka berdua tengah menikmati sarapan pagi bersama. Hanya ada mereka berdua di sini, tak ada orang lain selain mereka.
Terkadang Radiz sangat merindukan hal-hal kecil seperti ini dengan kedua orangtuanya dulu. Ia sangat rindu tentang semua hal yang berhubungan dengan kedua orangtuanya. Namun mungkin saat ini, hal itu akan menjadi suatu hal yang tak mungkin terjadi atau hal yang fana.
Tak ada interaksi antara mereka berdua selama sarapan pagi hari ini. Hanya ada suara garpu dan sendok saja.
"Bu, Radiz mau pamit pergi ke supermarket depan kompleks ya Bu." Radiz berpamitan dan mencium punggung tangan ibunya.
"Kamu hati-hati ya." Balas ibunya sambil mengelus lembut punggung Radiz.
"Ibu mau titip sesuatu?" Tawarnya.
"Nggak usah nak." Jawab ibunya.
Setelah bercakap-cakap sedikit, Radiz segera pergi ke depan kompleks untuk membeli camilan di supermarket. Radiz memilih berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan pribadi.
20 menit sudah ia berjalan, akhirnya ia sampai juga di supermarket tersebut. Ia segera masuk ke dalam dan memilih beberapa camilan yang ia suka.
"Kayaknya ini udah cukup deh. Gue bayar dulu ajalah." Ucapnya pada diri sendiri.
Radiz mengambil sekitar 10 camilan yang ia bawa di dalam keranjang. Ia menuju kasir untuk membayar seluruh camilan yang ia pilih dan bawa.
Brughhh.....
"Ah maaf, saya nggak sengaja." Ucapan Radiz yang masih sibuk membereskan makanannya yang berserakan.
Pada saat ia berdiri, ia tak sengaja menatap manik mata laki-laki yang ia tabrak tadi. Betapa terkejutnya ketika ia tahu bahwa yang ia tabrak adalah Sean.
Saling bertatapan terjadi diantara mereka sekitar 30 detik. Setelah itu tiba-tiba Radiz merasa ada yang mendorong tubuhnya ke belakang, hingga membuat dirinya sedikit mundur.
"Lo tuh apa-apaan sih. Kalau jalan tuh lihat jalannya bukan lihat bawah." Tegur perempuan itu.
"Gue tadi nggak sengaja Zev." Ucap Radiz yang menunjukan mukanya di bawah.
"Lo kenapa lihat bawah. Lo takut karena gue teriakin apa lo malu sama muka lo itu setelah lo pergi berdua sama Al." Gertak Zeva kasar.
"Gue permisi dulu." Ucapannya sembari memberikan barangnya ke kasir.
"Mbak ini barang saya. Berapa jumlahnya?" Tanaya Radiz terburu-buru.
"Iya mbak totalnya semua 100.000." Ucap kasir itu sambil menyodorkan seluruh barang Radiz.
Setelah tahu total seluruh belanjaan yang ia ambil, ia segera menyodorkan selembar kertas berwarna merah kepada kasir itu. Setelah itu dia pergi pulang. Pada saat perjalanan pulang, ia tak sengaja melihat interaksi antara Sean dan Zeva yang menurutnya sangat romantis.
"Gue harus kuat. Gue bisa! Gue bukan seseorang yang lemah." Ia menyemangati dirinya sendiri selama perjalanan pulang dari supermarket.
Setelah datang di rumah, ia segera pergi ke dalam kamarnya dan meluapkan segala yang ia pendam dengan menangis. Ia sedikit membanting makanan yang ia bawa tadi, sehingga makanan itu sedikit berhamburan kemana-mana.
"Gue salah apa sama lo. Selama ini gue udah mencoba kuat buat lo, gue udah berusaha menjadi lebih baik buat lo. Tapi balasan lo apa." Ucapnya tak kuasa menahan tangis.
Di ruangan bernuansa pink tersebut, ia menuangkan seluruh unek-unek nya. Ia menangis sejadan sekeras-kerasnya. Pada yang seperti itu, ia lebih suka dengan suasana yang sunyi dan ia tak lupa juga mematikan lampu kamarnya, sehingga membuat ruangan tersebut sudah seperti tak terlihat.
Dalam keheningan dan kegelapan itulah ia menumpahkan seluruh isi hatinya. Barang-barang didalam kamar itulah yang menjadi saksi bisu nya dalam perjalanan hidupnya.
"Gue nggak boleh nyerah sama keadaan. Gue yakin suatu saat dia bakal nyadar kalau gue yang bener dan Zeva yang salah. Dan gue yakin Tuhan nggak pernah ngasih gue masalah kalau gue nggak bisa buat nerima masalah itu." Ucapnya dalam setiap tangisannya.
"Gue bakal bangkit, dan gue bakal buktiin kalau gue nggak salah." Ucapnya kembali sembari mengelap air mata yang sejak tadi mengalir di kedua sisi pipinya.
Ia keluar sejenak di balkon untuk melihat ke langit. Ia sangat suka ketika malam dan bintang-bintang menghiasi langit malam itu. Baginya itu adalah dirinya dan Sean. Sean yang selalu ada untuknya dalam setiap masalah. Namun sekarang tak ada satupun bintang yang menghias langit gelap itu.
Keadaan itu sama seperti dirinya saat ini. Tak ada Sean dalam hidupnya ketika ia dalam masalah besar seperti saat ini. Hanya ada kesepian dan keheningan. Hanya ada suara tangis dan rentakan hati setiap harinya.
Tak lama kemudian, ia kembali ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di atas kasur di temani dengan basahnya bantal yang sejak tadi ia gunakan sebagai teman tangisnya.
Pencet lambang bintang disebelah kiri bawah ya.
See you next part....😘
KAMU SEDANG MEMBACA
D'radizza [End]
Teen Fiction[End] -Radizza Zaletta Vexazana- Sejuta luka serta masalah yang ia hadapi, membuatnya beranggapan bahwa dunia sangat kejam. Ia menjadi sosok gadis yang cukup introvert, karena ia tak mau memberikan masalah pada hidup orang lain. -De-nathan...