65~Two days~

16 4 0
                                    

Radiz mematikan ponselnya dengan cepat. Dirinya selalu terhibur dengan apa yang dilakukan oleh kedua sahabatnya. Tak ada yang lebih baik dari mereka berdua bagi Radiz. Mereka yang selalu membuat hidup Radiz tampak nyata dan berwarna. Hidup lika-liku yang Radiz alami membuat dirinya tak terlalu percaya dengan dunia. Tapi, berkat kedua sahabatnya, Radiz menjadi percaya bahwa dunia itu nyata.

"Ih Iya, dua hari lagi kan acara kelulusan sekolah. Mau ngasih hadiah apa ya buat merek berdua. Kan lucu gitu kalau kasih hadiah kenang-kenangan." Radiz berfikir sejenak dengan melirik ke atas.

"Gak nyangka juga ya habis ini udah mau lulus SMA. Udah mau kuliah juga, terus kerja dan memulai kehidupan yang sebenarnya lagi." Ujar Radiz pada dirinya sendiri di sela-sela pikirannya.

Ya, tinggal dua hari lagi Radiz bersekolah di SMA tersebut. Tak terasa dirinya sebentar lagi akan menjadi mahasiswi di suatu perguruan. Tak terasa juga tiga tahun bersama kedua sahabatnya akan berakhir dua hari lagi. Namun, dua hari bukan berarti hubungan mereka akan putus begitu saja. Mereka akan masih menghubungi satu sama lain dengan berkomunikasi atau mengadakan janji pertemuan.

Hari-hari panjang sebagai seorang siswi sebentar lagi akan Radiz akhiri. Banyak memori yang terjadi ketika dirinya bersekolah di SMA itu. Mulai dari masalah yang paling kecil sampai masalah yang paling besar. Radiz tak akan pernah bisa melupakan kejadian serta memori yang pernah ia alami selama menuntut ilmu di SMA itu.

"Kok gue jadi nggak mau lulus ya. Gue nggak mau pisah sama Natella, sa Cecil, terus sama Sean dan sama anak-anak Avandor lainnya. Eh tapi jangan deh, ntar kalau gue nggak lulus berarti gue bego dong." Pikirnya.

"Nggak deh, kan gue pinter. Radizza Zaletta Vexazana kan anak pintar, cerdas, dan jenius. Masa iya tiba-tiba pangkat gue jadi turun drastis jadi cewek bego, kan nggak etis banget." Ucapnya lagi sembari menggaruk kepalanya.

"Terus nanti gue di cap jadi cewek bego yang sangat bodoh dong. Pangkat gue sebagai cewek paling pinter dan cerdas hilang dong. Terus nanti lebih parahnya, ada artikel gini  juga 'pacar ketua geng Avandor yang terkenal garang ternyata bego dan bodoh', gimana ya" Gumam Radiz dengan wajah khawatir

Tiba-tiba saja pintu kamar Radiz terbuka lebar menampilkan sosok perempuan paruh baya yang tengah membawa segelas susu coklat yang berada di atas nampan yang ia bawa. Perempuan itu berjalan menuju kasur Radiz lalu meletakkan segelas susu itu di nakas dekat kasur Radiz.

"Kamu kenapa sayang? Kok ibu lihat dari tadi kamu kayak mikir sesuatu?" Ibu Radiz duduk disebelah kiri Radiz dengan sedikit serong.

"Ini Bu, Radiz kan dua hari lagi mau lulus. Tapi Radiz nggak mau pisan sama sahabat Radi, sama Sean, terus sama anak Avandor juga bu. Mereka udah Radiz anggap sebagai keluarga kedua Radiz Bu." Radiz menjelaskan apa yang sendari tadi ia pikirkan.

"Ibu kira kamu ada masalah." Ibunya terasa sangat lega dengan apa yang dikatakan Radiz.

"Itukan juga masalah Bu. Masalah besar bagi Radiz." Sahut Radiz dengan nada misterius.

"Itu bukan masalah sayang. Yang namanya ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan ada perpisahan pasti ada pertemuan selanjutnya. Kamu nggak boleh mikir kalau itu perpisahan selamanya." Ibunya memberi sedikit penjelasan pada Radiz dengan sangat lembut.

"Terus Radiz harus gimana dong?" Tabya Radiz.

"Yaudah kamu lulus aja, habis itu kan masih bisa saling komunikasi atu atur jadwal pertemuan kan bisa. Bukan berarti lulus terus udah selesai, bukan gitu sayang." Ibunya juga memberi saran yang baik bagi Radiz.

"Gitu ya Bu. Terus kalau Sean gimana? Kan pasti kita jarang kan ketemu, terus nanti kalau dia nggak setia sama Radiz gimana Bu? Kalau Sean macam-macam gimana?" Tanya Radiz dengan nada sedih disertai dengan ekspresi sedih juga.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu! Kamu dari awal udah percaya sama Sean, kamu udah komen sama dia, dan kamu udah percaya kalau dia yang terbaik buat kamu kan? Yaudah, berarti itu keputusan kamu, dan kamu nggak boleh sesekali ngomong kayak gitu." Ujar ibunya tak mau jika Radiz memikirkan hal seperti itu, yang ujungnya hanya akan membuat gadis itu terluka.

"Tapi Radiz nggak bisa Bu, Radiz nggak bisa pisah sama mereka semua. Mereka keluarga Radiz, dan Radiz nu tetap bersama terus sama mereka." Rengek Radiz bak seorang anak bayi yang tengah menangis.

"Itu konsekuensi dalam sebuah pertemuan sayang. Kalau kamu udah siap bertemu, ya kamu harus siap berpisah. Dan berpisah bukan berarti nggak akan pernah bertemu lagi kan." Jelas ibunya dengan sangat bijak.

"Tapi Bu kan Radiz kan nggak milih mau ketemu atau pisah sama mereka. Dan Radiz juga nggak memutuskan hal itu kok." Kata Radis masih dengan raut sedih.

"Kamu emang nggak pernah milih sayang, tapi Tuhan yang udah menentukan itu." Jawab ibunya dengan sangat sabar.

"Itu udah pasti yang terbaik atau belum Bu." Tabya Radiz seperti anak TK yang baru sekolah.

"Pilihan manusia yang menurut mereka baik belum tentu baik di mata Tuhan. Tapi pilihan Tuhan, sudah pasti baik bagi manusia. Jadi kamu jangan pernah menyalahkan sesuatu yang nggak pernah kamu putuskan. Karena apa? Karena itu adalah pilihan Tuhan, dan Tuhan tahu yabg terbaik untuk umatnya." Ibu Radiz memberi sedikit ceramah dan saran pada anak asuhnya itu.

"Gitu ya Bu ya?"

"Iya sayang." Jawab ibunya lembut.

"Bu Radiz mau tanya satu hal sama ibu" Radiz sedikit mendekatkan tubuhnya kepada sang ibu.

"Tanya apa sayang?"

"Radiz cuma mau nanya sama ibu. Kalau seumpamanya suatu saat Sean sama Radiz udah nggak ada hubungan lagi dan kita berdua musuhan gimana Bu?" Tanya Radiz yang membuat ibunya menggelengkan kepalanya.

"Buat apa kalian ada hubungan kalau ujungnya cuma jadi musuh. Kalian kan masih bisa jadi teman atau sahabat, nggak harus musuhan kan sayang. Percuma kalau menjalin suatu hubungan yang ujungnya akan jadi musuh, mending nggak usah kenal sekalian aja." Jawan sang ibu dengan sangat bijaksana.

"Gitu ya bu, berarti Radiz sama Sean harus tetap baik ya. Kayak seumpamanya kita teman atau sahabat." Ulang Radiz.

"Iya sayang."

"Ibu mau turun ke bawah dulu, kamu habisin susunya habis itu langsung tidur. Jangan bergadang!" Pesan ibunya.

"Iya Bu."

Tutup kamar Radiz sudah tertutup kembali dan tak memperlihatkan adanya sosok ibunya. Radiz segera mengambil susu coklat itu di nakas yang tadi sudah ibunya buatkan untuknya. Tak berselang lama, susu itu sudah kembali di posisinya tanpa isi sedikitpun.

Radiz mengambil selimut dan menutup tubuhnya dengan Selin sampai batas dada. Tubuhnya sudah tenggelam dalam selimut dan hanya menyisakan kepalanya dan kedua tangannya saja. Mata Radiz masih belum tertutup, ia menatap kosong ke arah langit-langit atap kamarnya. Ia selalu memikirkan apa saran dari sang ibu dengan sangat baik.

Hingga pukul 24.00, akhirnya mata Radiz tertutup dan menyisakan wajah polosnya tanpa adanya polesan riasan namun tetap cantik. Gadis yang tak tahu kehidupan sebenarnya harus menjalani lika-liku kehidupan yang begitu kejam dan jahat di umurnya sekarang. Ia tak tahu harus berbuat apa selain hanya bisa menerima dan berusaha menerima dalam hatinya.

Wajahnya sangat damai dengan napas yang sangat teratur. Radiz, gadis berusia 18 tahun yang harus menerima berjuta-juta luka dalam hidupnya. Gadis yang selalu berusaha berdamai dengan kenyataan dan kehidupan. Dan gadis yang selalu saja berteman dengan yang namanya luka.  Dan dia akan selamanya bersahabat dengan luka."

Holllaaa, D'radizza update lagi nichhh.... Buat kalian yang belum baca part awal sampai sekarang, baca dulu ya. Biar feel nya lebih dapat.

Jangan lupa juga buat VOTE, KOMEN, dan SHARE ke semua kontak kamu ya. Nggak maksa kok, kalau berkenan saja.

Tapi kalaupun kalian komen dan vote, itu suatu kebanggaan bagi saya. Dan terimakasih juga buat kalian yang udah vote ya.

Salam;-)



Whysrch-

D'radizza [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang