Setelah keajdian kemarin malam. Sean memutuskan untuk memasuki kamarnya. Ia terdiam lama sembari menatap kosong arah jendela. Ia hanya muak dengan apa yang telah dilakukan Arnold padanya.
Jam menunjukkan pukul 06.30, ia melajukan motor sport hitam miliknya dengan kecepatan tinggi. Hanya butuh waktu 15 menit untuk Sean sampai di sekolah nya.
"Lo kenapa bos.? Tanya aksen melihat luka merah pada pipi Sean.
"Lo habis berantem ya se?"
"Se, Lo kenapa sih, ada masalah lagi."
Sean hanya diam menatap kosong ke arah depan, hingga tak sengaja bertemu dengan manik mata milik Radiz.
"Gue mau ngomong sama Lo." Sean menghampiri Radiz lalu menariknya menuju belakang sekolah.
"Gu...gu..gue?" Tanya Radiz menunjuk mukanya.
"Hmmm... Cepetan keburu masuk." Sean berjalan mendahului Radiz.
Sean dan Radiz memilih duduk di kursi putih di bawah pohon mangga.
"Lo pernah benci nggak sih sama orang". Tanya Sean membuka obrolan.
"Pernah lah. Semua orang pasti pernah benci sama orang lain." Jawab Radiz polos.
"Kalau gue benci sama orang tua gue, gua salah nggak sih?" Tanya Sean menatap Radiz.
Radiz terkejut dengan pertanyaan Sean. Pasalnya ia merupakan salah satu korban dari orang tua nya, hingga menyuruh dia untuk membeci Orang tua nya.
"Lo nggak seharusnya benci sama papa kamu, dia kan giamana pun juga orang tua kamu dan itu salah besar karena lo udah benci papah Lo." Ucap Radiz tak berani menatap mata Sean.
"Oh... thanks udah mau jawab." Senyum ramah Sean pada Radiz.
Ia sebenarnya tau bahwa perempuan itu juga korban dari Mamanya. Ia terkejut, bagaimana bisa ia berbicara seperti itu padahal ia sendiri juga merasakan hal yang sama.
Setelah percakapan tersebut, mereka kembali ke kelas mereka masing-masing. Jam pelajaran telah mulai. Namun kejadian semalam tak bisa membuat Sean fokus. Di sisi lain kefokusan Radiz pun ikut terganggu,karena perkataan yang sean lontarkan padanya.
Jam pelajaran telah selesai, menampilkan ribuan siswa yang berlarian unik segera pulang dan bertemu kedua orang tua mereka.
*********
"Diz Lo nggak bareng kita aja." Ajak Natella
"Ia, diz Lo mending bareng kita aja." Setuju Cecil.
"Nggak usah, gue jalan kaki aja, yaudah sana kalian pulang, keburu sore."
"Yaudah kalau gitu. Kita pulang ya diz...byee.." lambaian tangan mereka sudah tak terlihat.
Di tengah jalan ia tak sengaja melihat perkelahian antara 2 geng terkenal. Siapa lagi kalau bukan 'xavier'dan 'Varlond'. Namun mata Radiz beralih menatap Sean. Ia terkejut menyadari jika itu memang Sean.
Mata Radiz kembali tertarik pada benda yang dibawa oleh Brian. Ita terkejut melihat pisau di tangan Brian.
"Mati Lo sekarang sialan." Brian berbicara lirih, menampilkan senyum miringnya pada Sean.
"Sean....awas belakang kamu." Teriak Radiz sembari berlari kencang menuju arah Sean.
Sean yang terkejut dengan teriakan Radiz, namun ia belum menyadari jika sebuah pisau akan menancap pada perut nya.
"Ahhh...." Rintih Radiz memegang perut nya yang tengah mengalir darah segar.
"RADIZ...." Sean menatap tak percaya pada Radiz."lo harus bertahan, Lo harus kuat, gue mohon buka mata Lo. Jangan ninggalin gue sendiri." Bisik Sean pada Radiz. Tubuh perempuan itu sekarang tersungkur lemas dipangkuan Sean. Ia masih setia dengan mata tertutup nya.
"RADIZ......"Teriak ken,aksa,malven,axel bersamaan. Ia menatap tak percaya pada Brian . Sungguh licik laki-laki itu.
Sean segera membawa Radiz memasuki mobil sport hitam milik nya. Ia tak henti-hentinya memohon Agara Radiz tetap membuka matanya. Ia mengumpat dalam hati atas apa yang dilakukan Brian pada gadis itu.
Mobil hitam berhenti, menampilkan bangunan megah bertuliskan 'RUMAH SAKIT MUARA KASIH'. Sean segera membawa Radiz masuk. 'ICU', Radiz sekarang berada di ruangan tersebut dengan selang-selang yang terdapat pada seluruh tubuhnya.
Sean cemas, Radiz tak segera membuka matanya. Keadaan Radiz saat ini kritis.
"Udah se, Lo yang Sabar ya, gue yakin dia pasti kuat kok." Axel menguatkan Sean
"Iya, dia pasti bangun kok."
"Gue nyangka kalau brian akan lakuin hal itu ke gue. Gue boddoh..... Kenapa gue harus melibatkan Radiz pada kehidupan gue." Radiz membenci dirinya sendiri, padahal ini murni kesalahan Brian bukan dirinya.
"Lo, nggak boleh ngomong gitu, itu bukan salah Lo ,dan Lo nggak perlu nyalahin diri Lo." Ken menepuk pundak milik Sean.
Sean dengan setia menunggu Radiz di kaca ruang ICU . Ia meruntuki dirinya sendiri. Ia tak tau harus bagaimana sekarang. Apa mungkin dia harus menjauhi Radiz agar dia tak selalu diincar sebagai kekasih nya.
Ahh Sean benar-benar kacau saat ini, ia tak tau harus berpikir apa selain berpikir untuk gadis itu. Pikirannya saat ini hanya RADIZ,RADIZ DAN RADIZ, hanya itu yang saya dipikiran Sean .
KAMU SEDANG MEMBACA
D'radizza [End]
Teen Fiction[End] -Radizza Zaletta Vexazana- Sejuta luka serta masalah yang ia hadapi, membuatnya beranggapan bahwa dunia sangat kejam. Ia menjadi sosok gadis yang cukup introvert, karena ia tak mau memberikan masalah pada hidup orang lain. -De-nathan...