"Thanks ya se buat semuanya hari ini. Gue nggak nyangka lo yang udah nyiapin ini semua." Ucap Radiz penuh haru.
"Sama-sama diz. Gue juga seneng banget lo bisa seneng kayak gini. Dan gue juga berharap kalau lo akan terus bahkan selamanya bisa bahagia seperti ini." Balas Sean menangkup kedua pipi manisnya.
"Gue akan selalu bahagia sampai kapan pun. Dan gue juga akan berusaha buat hidup lo lebih bahagia dari sebelumnya dan lebih berwarna." Ucap Radiz.
"Janji." Sean mengulurkan jari kelingkingnya.
"Janji." Radiz meletakan jari kelingkingnya bersama dengan jari kelingking milik Sean.
"Yaudah kalau gitu, kita pulang yuk. Udah malem, nanti ibu nyariin." Ujar Sean menatap ke arah langit.
"Siap." Balas Radiz lalu mengikuti langkah kaki di sebelah Sean.
Mereka berjalan melangkah memasuki mobil hitam yang tadi dibawa Sean. Angin malam serta gelapnya langit, menambah suasana antara mereka berdua.
"Gimana? Seneng gak?" Tanya sean.
"Seneng kok. Seneng banget malahan." Ujar Radiz.
"Syukur deh kalau lo seneng." Jawab Sean.
"Gue nggak nyangka kalau lo bisa buat kejutan yang bagus banget kayak gitu se." Ujar Radiz bahagia.
"Awalnya gue nggak mikir kalau lo bakal seneng banget kayak gitu. Tapi ya syukur deh kalau lo seneng banget sama rencana gue." Ujar Sean sangat bahagia, dengan sesekali melirik Radiz.
"Lo sih suka mikir yang jelek tentang gue." Cercah Radiz.
"Siapa?"
"Lo."
"Gue?" Sean menunjuk dirinya.
"Terserah lo deh, capek gue." Balas Radiz.
"Iya, iya. Jangan ngambek dong, ntar tambah sayang gue nya." Kata Sean menyolek pipi Radiz.
"Lagian lo ganteng ganteng tapi otaknya rada gesrek sih. Siapa orang yang nggak kesel kalau kayak gitu." Jelas Radiz.
"Gue ganteng iya, tapi kalau gesrek nggak banget sih. Mungkin lo kali yang otaknya rada gesrek." Sean memutar balikkan ucapan Radiz.
"Nah kan mulai! Tadi aja habis romantis banget sama gue. Sekarang jatuh hin gue sampai bawah." Sela Radiz.
"Lo lucu sih kalau lagi marah. Hehehehe." Sean tertawa rendah.
"Terserah lo aja deh. Capek ngomong sama orang kaya lo. Nggak ada UNTUNGNYA!" Tekan Radiz di akhir kalimat.
"Ada kok." Sela Sean.
"Apa?"
"Lo jadi tambah sayang sama gue." Jawab Sean yang tak dibalas apapun oleh Radiz.
"Makasih! Tapi nggak lucu." Sinis Radiz yang sudah sangat kesal.
"Tapi dari tadi gue nggak ngelucu sama sekali kok. Gue tadi cuma mau ngasih tau aja." Sahut Sean.
"Udah lah lo bisa diem nggak. Nyesel gue mau sama lo." Ujar Radiz Teriak.
"Nyesel? Yakin?" Sean mencoba meyakinkan Radiz.
"Hmm."
Mobil hitam itu kini sudah terparkir rapi di halaman depan rumah yang bernuansa putih bak sebuah kerajaan di negeri dongeng.
"Sana turun!" Ucap Sean seolah-olah mengusir.
"Lo ngusir gue?"
"Gue nggak ngusir. Gue cuma nyuruh lo." Elak Sean.
"Apa bedanya?"
"Lo sekolah berapa tahun sih? Perbedaan ngusir sama nyuruh aja masih nanya." Ucap Sean sedikit meninggikan suaranya.
"Apa hubungannya sekolah sama perbedaan itu?" Tanya Radiz.
"Tadi aja ngejek gue otaknya gesrek. Lah, ternyata dia sendiri yang otaknya rada gesrek. Dasar perempuan labil lo." Ejek Sean.
"Lo ngejek gue?" Tanya Radiz menunjuk mukanya.
"Nggak. Gue cuma mau meluruskan sesuatu yang tidak tepat pada tempatnya." Ujar Sean.
"Udah lah gue mau masuk dulu. Lo kalau mau pulang, sana pulang aja!" Usir Radiz tak mau kalah.
"Lagian tanpa lo suruh, gue juga pulang. Ngapain juga gue di depan gerbang rumah lo. Nggak ada faedahnya." Sinis Sean bak seorang ibu-ibu kompleks.
"Yaudah! Sana pergi! Ngapain masih di sini?" Usir Radiz sekali lagi.
"Minggir! Lo nutupin jalan gue." Ujar Sean memincingkan matanya.
"Ini jalan masih banyak Sean! Nagapin lo harus dorong gue. Sebenarnya gue itu pacar lo apa musuh lo sih? Nggak bedanya perasaan." Ujar Radiz sedikit mengeraskan suara.
"Ngapain nanya? Pikir aja sendiri." Ujar Sean.
" Minggir! Gue mau pulang." Tambahnya, lalu masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah putih itu.
"Dasar Sean otaknya gesrek!" Teriak Radiz hingga ada ibu-ibu yang menegurnya.
"Mbak, kalau teriak-teriak jangan disini. Udah malem, anak saya nanti kebangun." Ujar ibu-ibu dari balik pagar rumahnya.
"I-iya Bu, maaf ya." Jawab Radiz lalu masuk kedalam rumahnya dengan kasar.
Radiz merebahkan tubuhnya kasar diatas kasurnya. Ia sendari tadi berdiri sembari berjalan seperti bak setrika. Mulutnya tak henti-hentinya mendumel karena sikap dari Sean tadi yang sempat membuatnya sedikit kesal. Bukan sedikit lagi, tapi udah banyak. Banyak sekali!
"Tadi aja bikin yang romantis banget, setelah itu malah jatuhin gue sampai tanah. Dasar Sean otak gesrek!" Dumel Radiz.
"Untung aja lo pacar gue. Kalau enggak, udah gue geprek tuh kayak ayam geprek." Ujar Radiz masih tak berhenti mendumel.
"Sabar! Sabar Radiz! Dia kan otaknya lagi gesrek, jadi dia emang kayak gitu. Lo nggak boleh marah-marah. Kalau lo marah-marah kayak gini, nanti darah tinggi yang ada." Ucap Radiz mengelus dadanya sabar.
"Mending gue tidur aja. Tidur nyenyak, mimpi yang indah bak di sebuah kayangan. Daripada gue mikirn Sean si otak gesrek, nggak banget deh." Ujar Radiz sembari memincingkan sudut bibirnya.
Hari ini dan malam ini adalah hari dan malam yang bisa membuat Radiz bahagia serta kesal secara bersamaan. Hatinya seperti dibalik dan sebuah tangan yang dengan mudah dibalik. Sekejap dibuat senang dan sekejap di buat kesal oleh Sean.
Hidupnya kini dibuat lebih indah dan berwarna oleh laki-laki itu. Hidup yang dulunya hanya ada sebuah ke rapuhan hati serta kesedihan, kini berubah menjadi sebuah tawa dan bahagia yang setiap hari gadis itu rasakan. Ia melupakan sejenak masalah hidup serta lukanya yang setiap hari silih berganti menghampiri dirinya. Sejenak, lukanya menghilang dengan bergantinya luka lama yang diganti tawa baru.
Tak ada yang lebih indah daripada perubahan hidup yang ia rasakan. Dulu dia tak pernah merasakan yang namanya kasih sayang seorang ibu yang seharusnya dirasakan olehnya. Kini, dirinya mengerti apa itu rasa kasih sayang berkat sang pembantu yang lebih biasa ia panggil dengan sebutan 'ibu'. Beliau yang sudah memberikan kasih sayang pada gadis kecil itu.
Di sisi lain, laki-laki itu datang menambah rasa kasih sayang itu. Ia merasakan indahnya hidup yang lebih berwarna dan lebih indah dari sebelumnya. Kasih sayang yang selama ini diberikan oleh laki-laki itu, kini membuatnya menjadi sosok gadis yang sangat bahagia. Ia menjadi berubah berkat laki-laki itu dan pembantu atau 'ibunya'.
"Terima kasih Tuhan. Engkau telah memberikan malaikat yang selalu membuatku bahagia walaupun hanya sebentar." Ujar Radiz sebelum ia benar-benar menutup matanya menuju alam mimpi bersama sang luka lama.
Hallo semua. D'RADIZZA udah update nih. Semoga suka ya sama part ini.
JANGAN LUPA KOMEN, VOTE, AND SHARE KE TEMAN-TEMAN, MUSUH, KELUARGA, ATAU TUKANG SAYUR KOMPLEKS KALIAN JUGA BISA. BEBASSSSS NGGAK ADA BATAS SUCI KOK GUYSSSS.
TERIMA KASIH.....
Salam;-)
Whysrch-
KAMU SEDANG MEMBACA
D'radizza [End]
Teen Fiction[End] -Radizza Zaletta Vexazana- Sejuta luka serta masalah yang ia hadapi, membuatnya beranggapan bahwa dunia sangat kejam. Ia menjadi sosok gadis yang cukup introvert, karena ia tak mau memberikan masalah pada hidup orang lain. -De-nathan...