VANDA sudah pasrah apapun yang akan terjadi padanya jika ketahuan tidak membawa PR.
Jika sekarang Bio tidak latihan, setidaknya Vanda akan punya teman jika Pak Zabidi benar-benar akan menfotonya lalu menempelnya di mading. Cowok itu kan selalu tidak membuat PR, beberapa kali fotonya juga dipampang Pak Zabidi di mading. Dan Bio dengan bangganya bolak-balik melihat fotonya itu di sana.
"Gue akan bilang kalo PR gue ketinggalan, lo nggak usah takut." Arum berbisik di belakang Vanda
Mendengar itu, Lesta menoleh ke belakang, kepalanya mengangguk. "Gue juga."
"Udah nggak usah, kalian udah capek-capek bikin masa kena harus hukum juga." Vanda menatap sahabatnya bergantian.
"Buat lo apa sih yang nggak." Arum tersenyum.
"Ya anak-anak, sebelum kita memulai materi baru, cepat kumpulkan PR kalian." Pak Zabidi yang baru masuk ke kelas langsung bersuara.
Vanda menghembuskan nafas keras. "Udah kumpulin aja punya kalian." Kepalanya berputar, "Nggak apa-apa kali foto gue di pajang di mading. Biar lebih terkenal." Cewek itu terkekeh. Dia tidak enak jika kedua sahabatnya itu benar-benar tidak memberikan buku PRnya pada Pak Zabidi. Vanda tahu keduanya begadang untuk menyelesaikan soal satu halaman penuh itu.
Tiba-tiba pintu kelas diketuk, semua mata kini menatap ke arah yang sama. Dan kepala Angger muncul dari sana, membuat beberapa cewek tersenyum begitu melihat wajah cowok yang kini berkeringat itu.
"Misi Pak, saya diminta Mas Bandi buat manggil Vanda."
Vanda berkedip di tempatnya dengan bibir yang perlahan tertarik. Sepertinya dia tidak jadi dihukum.
"Ada apa ya kalo boleh Saya tau?" Pak Zabidi menurunkan kacamatanya sampai ujung hidung. Memperhatikan kapten basket kebanggaan sekolah itu dari atas hingga bawah.
"Gini Pak, sekarang Vanda jadi manager team basket, Mas Bandi ada urusan penting sama manager team."
"Yasudah." Balas Pak Zabidi begitu saja. Mau apa lagi? Toh manager team ambil andil besar dalam team basket untuk mengurus ini itu. Pak Zabidi yang notabene adalah salah satu penggemar team basket sekolah, sama sekali tidak mempermasalahkan. Dia mengerti karena sebentar lagi akan ada kompetisi.
Vanda bangkit, tersenyum pada dua sahabatnya. "Gue nggak jadi dihukum dong." Katanya sebelum melangkah mendekat dan meminta izin pada Pak Zabidi kemudian keluar kelas.
Tangan cewek itu melambai begitu sudah berjalan beriringan dengan Angger, meninggalkan murid-murid dengan tatapan irinya.
Ada yang iri karena Vanda tak perlu belajar dan ada juga yang iri karena cowok di sebelah Vanda.
"Makasih ya, lo udah nyelamatin gue banget." Vanda menuruni tangga gedung IPS dengan senyum lebarnya.
Angger menoleh. "Makasih buat apa?"
"Gue nggak buat PR dan pas banget lo datang." Jelasnya menatap Angger.
Angger terkekeh. "Nasib baik lo hari ini. Kalo nggak, foto lo udah ada di mading."
Dan keduanya terkekeh.
"Gue pernah difoto Pak Zabidi karena nggak bikin PR." Angger yang sudah lebih dulu menginjak anak tangga terakhir, berbalik, untuk menatap Vanda.
Cewek itu menghentikan langkahnya, menunggu Angger melanjutkan cerita.
"Foto itu persis di sebelah foto gue yang megang piala basket," Angger terkekeh, "lo bayangin betapa hits nya gue hari itu. Mana gue begaya pake muka aneh lagi."
Keduanya kini tertawa, mengundang anggota tim basket yang ada di tengah lapangan menoleh ke arah mereka.
Tadinya Bio yang mengusulkan diri untuk memanggil Vanda ke kelas. Tapi dia dipanggil guru BK untuk ke kantor karena ketahuan madol ke gudang sekolah untuk merokok. Jadilah Angger mengusulkan diri menggantikan cowok itu untuk memanggil Vanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Dating (Completed)
Teen Fiction"Jodoh nggak akan lari ke mana, paling ke temen." - Angger. Apa jadinya jika kalian ada di posisi menyukai gebetan teman sendiri? Ingin memiliki, tapi semuanya tidak akan mudah. Tidak ingin memiliki? Nyatanya hanya membohongi diri sendiri. Ini tenta...