PART 2 : Tampan

1.9K 184 24
                                    

MOHON BIJAK DALAM MEMBACAINGAT BAIKNYA LUPAKAN BURUKNYA^^***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MOHON BIJAK DALAM MEMBACA
INGAT BAIKNYA LUPAKAN BURUKNYA^^
***

Untuk masalah pendidikan aku memang pernah berharap untuk bersekolah di sekolah unggulan, tapi menurutku itu mustahil, lalu kubuang jauh-jauh pikiran itu. Tak disangka Budhe datang lalu memberi tawaran itu yang menjadi impianku selama ini. Siapapun mungkin bodoh jika menolaknya. Namun, entah mengapa aku menjadi lemah jika mengingat hal yang tersulit adalah meninggalkan Mbah dan Nenek selama setahun ini.

Menghela napas, aku mulai berjalan melewati kerumunan orang yang menatapku dengan wajah yang bahagia. Bahagia karena aku akhirnya tidak akan di sini lagi. Mereka memang dari dulu menginginkan aku pergi jika saja Kepala desa tidak melindungiku.

"Nindy, kamu sudah siap, sayang?" itu suara Budhe, mengelus puncak kepalaku dengan lembut.

Perlahan kepalaku terangkat. Menatap orang-orang yang sudah menunggu jawabanku. Ingin sekali rasanya aku menggeleng, mengatakan bahwa aku sama sekali tidak ingin pergi. Namun yang kulakukan hanyalah mengangguk terpaksa dengan cairan bening yang kembali mengguyur pipiku. Mau bagaimana lagi? Menolak kembali rasanya percuma.

"Nindy sudah siap, Budhe," ucapku sembari mengangkat senyuman terbaik. Mulai berjalan, tetapi langkahku tercekat ketika di sana.—nenek memanggilku.

Kerutan di wajahnya semakin terlihat ketika langkahnya semakin mendekat sembari menangis. Wanita dengan umur sekitar 70-an tahun itu ternyata memberikanku sebuah amplop putih berisi tabungan mereka. Tak tanggung-tanggung aku segera mendekap tubuh renta itu lalu menangis sejadi-jadinya.

Segala pemikiran buruk mulai merasuki pikiranku akan mbah dan nenek jika saja aku benar-benar pergi. Takut mereka nantinya akan sakit atau mereka pergi meninggalkanku selamanya saat aku belum sempat menginjakkan kaki di desa tahun depan. Sungguh, aku akan gila dan merasa bersalah jika saja itu semua terjadi.

Aku bersungkem kepada kedua mbahku, tak lupa juga Ia memberiku nasihat agar di sana tidak melakukan sesuatu yang melanggar agama dan budaya mereka. Sekali lagi mereka memelukku. Pelukan terakhir yang kudapat tahun ini dan aku berjanji akan kembali secepatnya, dan tinggal dengan mereka lagi.

Setelah itu, ibu menarikku. Berusaha memisahkan pelukanku dan nenek. Dengan langkah yang terpingkal-pingkal aku segera memasuki mobil hitam itu.

Semua orang terlihat sangat senang sekali, saat mobil mulai melaju. Mereka bahkan bersorak ria, mengatakan bahwa aku sudah pergi dan tidak lama lagi kesialan di desa selama belasan tahun juga akan menghilang.

Entah mengapa bisa-bisanya aku hidup di antara manusia-manusia tega seperti mereka. Merasakan amarah itu pasti karena jarangnya aku melakukan kesalahan tetapi mereka tanpa alasan membully-ku. Ya hanya karena aku adalah anak haram. Namun, apakah aku bisa dan mau menjadi anak haram? Apakah aku mau dilahirkan jika pada akhirnya mereka menyakitiku? Lucu sekali jika dipikirkan.

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang