PART 9 : Belajar Malam

1K 101 2
                                    

Malam ini adalah malam pertamaku di Jakarta untuk mengerjakan tugas yang diberikan dari sekolah baruku.

Setelah makan malam berakhir, aku segera menyiapkan beberapa buku yang akan kupelajari dari perpustakaan sekolah saat tadi siang aku meminjamnya.

Tentu ada beberapa nomor yang jawabannya masih belum kuyakini itu akan benar seratus persen. Dan disaat seperti ini aku membutuhkan seorang yang bisa membantu sedikit dalam menguasai materi beberapa pelajaran umum sekolah.

Contohnya, Aldo.

Iya. Anak laki-laki yang terlihat tidak peduli dengan sekitar dan menganggap semuanya serba biasa itu, tidak bisa disepelekan.

Aldo bisa masuk ke gold class yang notabene kelas paling terunggul dan diakui di mata nasional bahkan internasional, membuktikan bahwa cowok itu memang memiliki segudang prestasi dengan nilai-nilai yang membanggakan.

Kelas yang berisi kurang lebih sembilan orang yang sudah termasuk aku di dalamnya adalah murid-murid terpilih di SMA Bina Bakti untuk mewakili sekolah dalam bidang akademik maupun non-akademik.Itu sebabnya, Aldo bukan saingan sembarangan dalam mengejar prestasi yang gemilang.

Aku mengetuk pintu kamarnya pelan, lalu memanggil namanya, "Aldo, aku gak tau mau minta ajarin sama siapa, boleh enggak kamu tolong aku?" tanyaku lalu menempelkan telinga ke dahan pintu.

Aku tak mendengar ada tanda-tanda langkah kaki dari dalam. Apa Aldo sudah tidur?

"Aldo-"

"Paan sih?" cowok itu lalu membuka pintu dengan kasar dan hampir saja aku hilang keseimbangan.

"Aku mau minta tolong diajarin pelajaran, boleh?"

"Enggak boleh. Biaya service otak gue mahal, gak bisa sembarang pake," jawab Aldo.

Ya, terkadang aku tidak menyangka bisa-bisanya perkataan semacam itu bisa keluar dari mulutnya.

"Iya maaf. Aku pamit dulu," ucapku lalu memeluk buku dan melenggang dari hadapannya.

"Tunggu!" Aku lantas membalik ke arahnya dengan raut wajah bertanya.Aldo melipat tangan ke dada. "Geer 'kan lo gue panggilin?" Ia lalu mendekatiku.

Sebenarnya Aldo benar jika aku sedikit geer bahwa dia memanggilku untuk merubah pikirannya tadi, tapi-

"Tanggung jawab, gara-gara liat lo gue jadi keinget lumpia," ucapnya lagi.

"Te ... rus?"

"Beliin."

"Apa?"

Aldo memutar bola matanya malas, lalu berucap, "B ditambah E bacanya BE. L ditambah I dibaca Li, I ditambah N jadinya?"

"Beliin." Aku mengedipkan mata dua kali setelah mengatakan itu.

"Pinternya anak angkat Budhe." Cowok itu nyengir, dan belum sampai dua detik, raut wajahnya kembali kesedia kala. Datar.

Aku melongo. Baru kali ini aku menemui cowok dengan tabiat berwatakan aneh seperti Aldo.

"Kamu tau penjual lumpia di mana?" tanyaku.

"Lo liat muka gue kalo gue tahu tempatnya di mana?"

Aku menggeleng, tak tahu harus mengatakan apalagi, bagiku dia adalah master skak jika berbicara dengan orang-orang.

"Apa lagi? mau gue ajarin kagak? Sana cepetan," suruh Aldo lalu memberiku uang sepuluh ribu.

"Kembaliin lima ribu. Jangan korupsi."

***

Aku membuka buku mata pelajaran Fisika lalu mulai mencari lembar halaman untuk mempelajari materi yang tentu menganut perhitungan Fisika.

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang