PART 8 : Bawa Motor

1.1K 105 2
                                    

"Gak usah, aku bisa pulang bareng Aldo kok." Aku tersenyum ramah, meskipun aku berharap untuk pulang dengannya daripada Aldo.

Ya ...

Aldo terlihat tidak menyukai Arvin.
"Kenapa lo? tiba-tiba pengen nganterin dia?" tanya cowok itu.

"Memang kenapa? Ada yang salah 'kah?" Aldo langsung menarik kasar tanganku hingga genggaman tangan Arvin terlepas.

Aku mendesis. Mengapa cowok ini suka sekali membuatku terkejut?

"Oh ya Nindy, kamu kan banyak ketinggalan tugas, kalau kamu mau, aku bakal stay bantuin kamu, tenang aja. " Masih dengan senyuman yang Ia pasang di bibirnya, Arvin lagi-lagi membuat pipiku memerah, sampai Ia menghilangkan senyum itu karena menyentuh pipiku, "lah kok pipi kamu merah? kamu alergi, ya?"

Entahlah, bukannya aku terkesan seperti para fansnya, tapi aku memang gampang-

"Baper." Aku menggigit bibir dalamku. Ah, aku sudah memastikan bahwa Arvin sudah jijik melihatku.

Tapi, Cowok dengan kulit putih dengan rupa bak Dewa Yunani itu terlihat menyunggingkan senyumannya lagi.

"Aku kira kamu alergi, " ujar Arvin, lalu tertawa.

"Alergi liat Lo!" Cetus Aldo.

Sedari tadi aku tidak pernah melihat Aldo bersikap biasa-biasa saja. Cowok keren dengan tampang tidak kalah dengan Arvin ini selalu saja bernada ketus saat berbicara.

Memangnya dia itu kenapa? Jika memang ada masalah, bisakah Ia tidak melampiaskannya ke orang-orang yang tidak bersalah.

Aldo ini benar-benar~

Tapi aku tidak memiliki segenap keberanian untuk mengatakan itu secara terang-terangan.

Aku sangat mengingat bahwa orangtua Aldo telah membuat hidupku benar-benar beruntung.

Arvin yang memang kuakui memiliki sifat dewasa dan ramah bak malaikat itu mengangkat wajahnya berhadapan dengan Aldo,
"Kamu itu daritadi kenapa? kalah debat sejarah sama Nana? kok sensi mulu?"

Oh iya, cewek yang disebutkan Arvin bernama Nana itu adalah salah satu murid kelas kami dan berstatus sebagai Wakil Ketua Kelas.

"Udah Vin, kamu pulang duluan aja. Aku bareng Aldo, kok. Soal belajar bareng nanti kita atur waktu besok." Aku tersenyum tipis, tidak ingin membuat perdebatan jika sampai Aldo menjawabnya.

"Oke. Hati-hati di jalan. Aku pulang duluan," ujar Arvin lalu melambaikan tangan kanannya pelan, setelah aku mengangguk.

Kami terdiam sembari menatap langkah Arvin hingga tubuhnya mengecil dan tidak terlihat lagi.

Menghela nafas, aku menoleh ke arah samping.

Aku terjengkit kaget. Degupan jantungku berpacu lebih cepat ketika kedua mata Aldo menatapku sedikit horror.

Tidak ada ekspresi apapun, dengan bola mata hitam yang tidak mengedipkan kelopaknya, membuatku menggidik ngeri.

"Kamu kenapa?" tanyaku lirih.

"Lo kayaknya naksir sama dia, curut mata Lo gak bisa boongin gue," jawabnya lalu menatapku lebih intens.

Setelah degupan jantungku sedikit lebih normal, aku berkata, lalu tersenyum, "oh ya? berarti aku suka sama dia? kok aku gak nyadar sih, Aldo. Menurut kamu Arvin suka gak sama aku? Eh, mungkin gak sih?"

Aku memegang daguku, lalu menggeleng menyangkal. Tidak mungkin Arvin menyukai gadis bertubuh ranting kayu sepertiku, tapi jika perkataan Aldo benar bahwa aku menyukai cowok itu, memang wajar. Tidak ada gadis yang meragukan cowok yang hampir dikatakan sempurna seperti Arvin, dan aku mengakui itu.

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang