PART 14 : Pacar Kontrak?

937 101 9
                                    

Mereka berdua tidak peka, terus asik berperang batin tanpa mengabaikan penggemarnya yang semakin bertambah saja.

Hingga beberapa menit kemudian, tubuh kami masih betah untuk tetap duduk dengan tegap dan tidak merasa bahwa tubuh kekar mereka berdua menghimpit tubuh kecil ini.

Mata Aldo juga tidak pernah lepas menatap dengan tajam Arvin yang sedang menunduk melanjutkan makannya, begitupun dengan Arvin yang terlihat menahan emosi.

"Gue tanya woy! Ngapain lo ngajak-ngajak Nindy?" aku menepuk paha Aldo, lalu menggeleng dan berharap tidak terjadi perdebatan di sini.

"Ngomongnya jangan teriak-teriak, Al." Aku membisikinya dengan raut wajah cemas.

"Bener-bener nih anak, mau lo apa hah?" Aldo tidak menggubris perkataanku dan langsung menggebrak meja kembali.

"Gue udah larang lo buat dekat-dekat sama Nindy." Geram Aldo, "liat tuh fans lo, udah nangis liat idolanya disini." Aldo menatap Arvin dengan tatapan elangnya.

Menghela nafas, aku memberanikan diri untuk berdiri. Saat suasana seperti ini cowok aneh itu masih terus saja mencari masalah dengan alasan yang tidak masuk akal, lalu apalagi ini?

Para penggemar yang dinamai Arviners dan Aldoners terus saja mengumpatiku dengan kasar, dan sesuka hatinya.

"Berhenti cari masalah, Al. Aku mohon," ucapku dengan nada memohon.

"BISU LO!" Bentak Aldo yang semakin memperarah keadaan. Dan saat itu juga sekitar beberapa murid beralih mengumpati teman mereka sendiri.

Baiklah. Aldo mulai mengobarkan bendera perang secara terang-terangan, di depan puluhan orang di sini. Begitu juga, penggemar Arvin yang mulai terbawa emosi menatap sengit ke kumpulan yang kuyakini mereka adalah fans Aldo.

Ini semua berawal dari kebodohanku.

PRENGG!!

Aku tersentak kaget begitupun dengan murid-murid lainnya, ketika bunyi pantulan sendok dan garpu dari piring Arvin terdengar begitu nyaring di telinga. Aku yakin cowok itu pasti sudah terpancing emosi.

"Kalo mau makan, jangan ngomong terus, Nindy jadi panik tahu gak," ucap Arvin tenang namun terdengar dingin.

"Suka-suka gue lah. Siapa suruh lo bawa anak orang seenaknya. Pacar juga bukan." 

"Terserah. Nindy, ayo kita pergi. Gak enak makan disini." Arvin menarik tanganku, dan di saat itu pula Aldo langsung mencekal pergelangan tanganku yang lain.

Tanganku terkunci oleh tangan besar mereka berdua yang membuatku tak bisa berjalan mundur ataupun maju.

"Siapa lo langsung narik Nindy gitu aja?" Aldo mencengkram kuat tanganku, begitupun dengan Arvin.

"Kamu keberatan? Tuh pegang sana penggemar cewek kamu, yang daritadi ngemis-ngemis buat jauhin Nindy."

"Maksud lo apa, Bangsat? Emang lo enggak?" tanya Aldo dengan volume sedikit ketus.

"Kamu gak ngerti daritadi dijelasin? Dia sampai gak merhatiin kesehatannya gara-gara ngikutin kamu mulu!" Arvin menarik kerah baju Aldo dengan tatapan tegas. "Kamu mulai berani dengan ketua kelas kamu, Marsheen Raynaldo?"

Baru kali ini aku menyaksikan Arvin melotot dengan tajam pada Aldo. Aku tahu dia memiliki hati malaikat, namun Ia tetap diberi perasaan oleh Tuhan sebagai manusia yang bisa marah saat diperlakukan tidak senonoh. Ya, aku bisa memaklumi itu.

"Lo bisa marah juga? Jadi pengen ngakak liat ketua kelas terbijak ini." Aldo merapikan dasinya yang kusut setelah Arvin melepaskannya. Mereka lagi-lagi saling berpandangan dengan tatapan ingin saling membunuh.

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang