PART 30 : Marah

737 81 39
                                    

MOHON BIJAK DALAM MEMBACA
INGAT BAIKNYA, LUPAKAN BURUKNYA^^
***

"Lagi-lagi kamu."

Aldo tersenyum miring. "Kenapa? Ada masalah?"

Arvin menatap Aldo penuh tantangan begitu pun dengan sebaliknya. Cowok itu menarik tangannya tegas dari cengkraman tangan Aldo. Sedetik kemudian wajah ramah Arvin berubah menjadi tajam. Tidak ada senyuman lagi yang terpancar di mimik wajah itu.

"Kamu gak berhak buat perintah aku, Aldo. Ingat itu."

"Gue gak peduli. Selama lo ada di deket gue dan Nindy."

"Aku yang bertanggung jawab di UKS ini."

"Dan gue tegasin lo gak perlu sok merhatiin dia."

Aku menggigit bibir bawah ketika Arvin mengepalkan kedua tangannya kuat. Mungkin merasa marah atas perlakuan Aldo yang semena-mena apalagi hanya Ia lah satu-satunya orang yang berani membantah Arvin.

Arvin adalah sesosok ketua kelas yang begitu profesional sehingga sangat dihormati oleh seluruh penghuni SMA Bina Bakti bahkan murid-murid di gold class pun sangat enggan berbicara dengan ketua kelas ini. Kecuali Aldo.

"Haha ... Wah." Arvin tertawa remeh. "Seorang Marsheen Raynaldo yang terkenal dingin dan arogan, sekarang melarangku untuk hanya sekedar mengkhawatirkan Nindy, yang bukan siapa-siapanya."

"Sebenarnya alasan kamu apa buat ngelarang aku deket sama dia? Dan seterusnya, ini membuatku sedikit tidak mengerti apa yang kamu lakukan terhadap Nindy."

"Ah, aku tahu! Apakah Nindy hanya bahan pelampiasan atas kepergian kekasihmu yang membuat kamu lupa dengan dunia itu?"

"Tahu apa lo tentang gue?" Aldo menyalangkan tatapan tajamnya. "Inget ya Vin. Gue udah ratusan kali ngomong sama lo buat jangan sok ramah di depan Nindy. Kayaknya lo nganggap remeh kata-kata gue."

"Cyael. Lo masih ingat dia 'kan?"

Aku mengernyitkan dahi. Sepertinya Nama yang disebutkan Aldo sedikit tidak asing di pendengaranku. Ya, Cyael Vhileza. Aku mengingatnya. Dia adalah gadis yang meninggal karena bunuh diri yang diceritakan Arvin tempo hari. Mengapa Aldo menyebutnya?

"Cyael Vhileza." Arvin mengernyitkan dahi. "Untuk apa kamu menyebut dia?" tanya Arvin.

"Jangan pura-pura bego deh lo." Aldo mendorong bahu Arvin kasar.

"Lo yang provokasi dia, 'kan? Cyael kayak gitu gara-gara siapa? Gara-gara lo, bangsat! Seandainya lo gak deketin dia buat minta jadi sahabatnya, dia pasti masih ada di sini!" Teriak Aldo. Nampak ada kilatan sedih di matanya.

"Aku gak ngerti apa yang kamu omongin."

"Karena keegoisan dan kerakusan lo akan nilai, lo bahkan tega berbuat itu ke dia dan gue ... sekarang gak bakal biarin lo deketin orang terdekat gue lagi."

Arvin terdiam. "Kamu mengatakan itu seperti merasa kamu yang paling benar."

"Nindy. Dia seperti itu, terkena bully. Memangnya gara-gara siapa? Dia hanya kamu manfaatin sebagai bahan pelampiasanmu, dia sudah kamu manfaatkan untuk menjadi pacarmu dan setiap hari mengikutimu, agar apa? Agar fans kamu itu tidak mendekat ke kamu, 'kan?!!" Rahang Arvin menegas, dia terlihat seperti bukan Arvin yang kukenal. Itu terjadi ketika Ia sedang emosi.

"KAMU BENAR-BENAR MENJIJIKKAN AL, JIKA NINDY TAHU APA YANG SELAMA INI KAMU LAKUKAN, DIA TIDAK AKAN TERSIKSA SEPERTI INI!"

Aldo meraih kerah baju Arvin kasar. "Gue memang melakukan apa? Gue bukan lo yang gampang manfaatin orang."

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang