Oh tidak, apa yang harus kulakukan?
Ingin sekali kutarik kembali air yang ada diwajah tampannya tapi bagaimana bisa?
Air yang berasal dari mulutku, membasahi seluruh wajahnya. Menetes perlahan turun ke lantai. Aku meneguk salivaku susah payah.
Seketika atmosfer di ruangan ini berubah menjadi berat. Mengapa jantungku ini sangat bersemangat untuk memompa?
Suara nafasnya menggema di pendengaranku seketika tubuhku tak bisa kugerakkan, mulutku yang terus menganga tak bisa kututup. Ingin rasanya ku kembali ke desa, aku tak ingin ini terjadi.
Jika Aku harus menenggelamkan kepalaku ke sawah Aku pasti akan melakukannya sekarang juga, demi Ia bisa memaafkanku. Tapi itu tetap mustahil.
Matanya terus terpejam merasakan air yang mengalir diwajahnya. Aku menggigit bibir bawahku, telapak tanganku ingin mengelap air di wajahnya, namun seakan berat dan terus bergetar.
Perlahan dia membuka matanya, Aku membelalakkan mata.
Tidak sempat membuka mata secara keseluruhan, secara refleks kakiku melangkah ke luar hingga tubuhnya terhempas keluar.
Aku lari terbirit birit keluar dari toilet yang khusus untuk cowok itu.
Tapi tidak, Aku tidak bermaksud untuk membuatnya jatuh terduduk di lantai. Siapapun namanya, Aku berdoa semoga Ia diberikan ketabahan saat itu.
Di hari pertama yang kacau, pipiku memanas. Sudah kubilang dari dulu, Aku tidak cocok bersekolah di kota!
Kakiku terhenti didepan toilet untuk menormalkan kembali detak jantungku. Mencoba bersikap biasa saja. Kemudian tubuhku membalik seratus delapan puluh derajat ke arah toilet itu, ingin rasanya Aku masuk kembali ke dalam. Tapi, Aku takut, selain itu adalah Toilet khusus pria, Aku takut dia akan marah. Ralat, pasti dia sudah sangat marah.
Nafasku tersenggal senggal, sembari ingatanku yang terus terbayang semburan air padanya. Kulihat sekeliling lalu pandanganku berhenti disatu ruangan. Aku mendongak ke atas.
Ruang Guru.
Menghela nafas berat, Aku bergegas keruangan itu, kuketuk dan mengucap salam untuk masuk.
Seorang Guru wanita berambut pendek berkacamata, tersenyum lembut padaku. Ia langsung tahu bahwa Aku anak pindahan, segera dia mempersilahkanku untuk mengikutinya. Menakjubkan. Ruang ini sangat besar, dikelilingi beberapa Ac di dinding.
Cukup memakan waktu satu jam untuk duduk manis di kantor sembari menunggu panggilan guru. Mulai dari tes wawancara, dan sebagainya.
Kemudian guru yang bernama Bu Indri memanggil.
Jadi, di dalam kantor ini, masih memiliki beberapa pintu khusus, dan Aku sekarang berada di ruang wakil kepala sekolah.
Ibu Indri mulai menutup pintu lalu memberikanku sebuah dokumen entah apa isinya, wanita paruh baya itu kemudian duduk di hadapanku.
"Apa ini, Bu?" Aku bertanya.
"Hm ... Kamu pernah dengar, Gold Class? itu dokumen lengkap berisi biodata murid-murid kelas tahun lalu, dan jika kamu bertanya untuk tahun ini, akan ada setelah mereka lulus." Ucap Bu Indri. Aku membukanya, kubaca dengan teliti halaman per halaman.
"Saya tidak pernah dengar nama kelas semacam itu." Ucapku, lantas membuat dahi Ibu Indri berkerut.
"Masa sih? berarti Kamu juga belum tahu sekolah ini?" Aku langsung mengangguk.
"Kenapa?" tanyaku.
"Nindy, Ibu tahu kalau sekolah kamu masih berada di kawasan yang lumayan jauh dari Jakarta, tapi 'kan jaman sekarang sudah canggih. SMA Bina Bakti, kamu gak pernah liat di internet?" tanyanya sekali lagi, wanita itu terlibat lebih serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I Meet You [TAMAT]
Teen Fiction"Gimana rasanya satu rumah bareng Most Wanted Aneh Bin nyebelin?" KARENA AKU BERTEMU KAMU, AKU MENCINTAIMU- Nindy Septiana. Sang pemeran utama dalam kisah ini. Maka biarkanlah dirimu masuk ke dunia ini, perlahan mengikuti dan merasakan bagaimana per...