Aku terkesiap dalam selimut ketika terdengar ketukan pintu dari luar. Buru-buru aku menyimpan buku pelajaran di bawah bantal, takut apabila Budhe memergokiku sedang belajar sembunyi-sembunyi padahal tengah sakit.
Entah siapa yang tiba-tiba mendorong pintu dan berjalan masuk ke kamar mendekatiku, secepat mungkin aku mengambil posisi pura-pura tertidur.
Langkahnya terdengar semakin mendekat, dengan aroma sedap masakan yang memasuki indra penciumanku.
Aku rasa dia adalah Bibi.
Terdengar helaan napas diiringi dengan decakan kasar membuatku mengernyitkan dahi. Lalu terasa selimut ditarik hingga membungkus tubuhku.
Aku menajamkan indra pendengaran, ketika Ia mulai membuka tirai jendela, dan beberapa menit kemudian tak ada lagi yang terdengar kecuali aroma bubur yang seolah menusuk-nusuk perutku ingin segera dimakan.
Apalagi, asapnya yang menerpa wajah, yang mau tak mau membuatku terpaksa membuka mata.
Aku mengedarkan pandangan saat tak seorangpun ada dalam ruangan ini. Berpikir bahwa Ia sudah keluar, aku melirik semangkok bubur itu di atas meja.
Aku menyandarkan tubuh lemahku di penyangga kasur, lalu sekali lagi melirik sana-sini, dan terlihat tidak ada tanda-tanda kehidupan rupanya.
Dengan bibir pucat yang merekah, aku segera melahap bubur itu dengan khidmat dan nikmat.
"Hm ... nyam-nyam!" Aku tersenyum lalu menggoyangkan bahu bergantian seperti anak kecil, menandakan buburnya benar-benar enak.
Kemudian meraih suapan terakhir, mengunyah benda kenyal itu secara perlahan agar rasanya tetap terasa.
Aku sangat asyik sendiri memakannya sampai tersadar ketika mataku tak sengaja berhadapan dengan cermin membuat makanannya berakhir tersedak di tenggorokan.
"UWAAAA ...! UHUK ...! UHUK ...!" Aku berteriak di tengah aku tersedak saat penglihatanku menangkap sosok gorilla besar di pantulan cermin.
Aku segera membalik belakang. "Aldo ...?" Meraih air lalu meneguknya. "Kamu, ngapain duduk di situ?"
Pantas saja, aku tak melihat apa-apa, rupanya Ia tengah duduk di kursi dekat toilet kamar. Dengan wajah tembok pula. Atau apakah aku tidak melihatnya karena wajahnya memang mirip tembok? Hahaha.
Aldo berdiri menghampiriku, meraih sebutir obat penurun panas di atas meja.
"Berarti dari tadi, kamu lihat aku makan?" tanyaku. Mendongak menatapnya dengan mulut menganga.
"Napa? Masalah buat lo?" Aldo melirikku, memegang dahiku lagi. "Masih panas, mau berobat ke dokter?"
"Jangan. Ke dokter cuman buang-buang duit, padahal ini cuma demam biasa," jawabku.
"Iya sih bener, biaya rumah sakit sekarang mahal." Aku spontan mengangguk setuju.
"Kamu ngapain di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I Meet You [TAMAT]
أدب المراهقين"Gimana rasanya satu rumah bareng Most Wanted Aneh Bin nyebelin?" KARENA AKU BERTEMU KAMU, AKU MENCINTAIMU- Nindy Septiana. Sang pemeran utama dalam kisah ini. Maka biarkanlah dirimu masuk ke dunia ini, perlahan mengikuti dan merasakan bagaimana per...