PART 37 : Lelah

685 99 34
                                    

MOHON BIJAK DALAM MEMBACA
INGAT BAIKNYA, LUPAKAN BURUKNYA^^
***

PLAK ...!

Tanpa terduga, sebuah tangan melayang kasar ke wajahku menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Kedua wanita yang tengah berdiri di hadapanku adalah guru SMA Bina Bakti yang memiliki tugas menemaniku hingga olimpiade tiba, dan saat sudah sampai di hotel Singapura, mereka berbuat semua ini padaku.

"Bagaimana? Kenapa tes terakhir kamu, hasilnya seperti ini?! Mau ditaruh dimana muka kami, kalo hasil tes seperti ini saja salah semua, hah?!" Aku hanya menunduk sebagai jawaban, mendengar kalimat pedas yang dilontarkan guru ini.

Lantaran kecewa dengan tes terakhirku sebelum istirahat menuju olimpiade, mereka mengamuk padaku. Dalam ruangan sepi ini, mereka meneriakiku habis-habisan. Salah satu dari mereka kemudian, mendekatiku, menjambak rambutku hingga kepalaku terangkat.

"Kamu! Nindy Septiana, saya melarang kamu istirahat dua hari kedepan, karena hasil buruk seperti ini, bagaimana kamu bisa menang nanti? Sebaiknya kamu tahu diri untuk belajar lagi. Hanya dua hari saja, kamu tidak tidur. Mengerti kan maksud ibu?"

"Nindy, kamu harus belajar lebih keras! Hanya kamu satu-satunya murid SMA Bina Bakti yang mewakili bidang kimia di sini! Ah, sial. Sudah dari awal aku curiga anak ini memang tidak layak jadi murid gold class. Ini semua gara-gara Bu Indri, semena-menanya menerima murid dari kampung seperti dia."

Dari kelima murid perwakilan Indonesia dalam bidang olimpiade kimia ini, memang benar hanya akulah yang menjadi harapan satu-satunya dari sekolah SMA Bina Bakti, lantaran Ipul mendadak hilang kabar, dan dipastikan tidak bisa ikut karena kecelakaan sebelum hari ini.

"HEI! KAMU DENGAR GAK SIH?! KAMU JANGAN MELAMUN TERUS! AYO BELAJAR LEBIH SERIUS!" Mereka melempar beberapa buku yang sangat tebal, disusul dengan lembaran kertas soal kimia berbahasa inggris ke wajahku.

Tepat saat mereka keluar, tetesan demi tetesan darah mengucur melalui hidungku. Jelas aku tidak memedulikannya lagi, selain beban pikiran tentang ayah dan ibu yang membuatku masih shock sampai sekarang, sampai tubuhku serasa sudah mati rasa saat ini.

Aku menyeka air mataku yang mulai merembes lalu mengemasi buku-buku baru itu dan mulai membacanya. Memusatkan konsentrasi namun pada akhirnya kembali gagal. Menghela napas, aku memukul kepalaku berulang kali dengan keras mencoba agar semua rasa sakit itu hilang, namun tetap saja percuma. Dengan wajah yang memucat, aku meraih vitamin yang disediakan Budhe lalu meminumnya dan untuk kali ini, aku kembali meminum kopi tinggi kafein pesanan kedua guru tadi yang memaksaku untuk tetap terjaga.

"Sabar Nindy ... setelah semua ini, kamu pasti ketemu Aldo lagi kok," ucapku dalam hati, lalu kembali menulis dengan tangan kiri yang memegang tisu di hidungku.

Tulisan demi tulisan itu kembali menguasai kepalaku, terbayang-bayang setiap hapalan rumus kimia sejak kupelajari dari kelas 1 SMP, membuat kepalaku bertambah pusing dan segera menggeleng sembari meremas buku tebal itu agar secepatnya masuk dalam otakku.

Waktu kuhabiskan dengan duduk sembari menatap soal-soal itu dan memelajarinya dengan fokus, namun tidak bisa, membuatku menggeram saja dibuatnya. Ada apa denganku saat ini? Mengapa sangat susah sekali rasanya hanya untuk sekadar membaca?

Tepat jam 12 malam, aku kembali terjaga. Mengangkat kepalaku yang tengah menempel di atas meja tempat buku-buku itu bersileweran. Hanya 25 menit aku mengistirahatkan diri hanya untuk menambah kefokusan yang lebih saat belajar.

Menghela napas, aku kembali membuka buku kimia itu. Materinya sekelas dengan materi anak kuliahan, membuatku kembali gencar untuk membaca. Terhenti, saat rasa sedih menyebalkan itu lagi menguasai pikiranku.

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang