PART 41 : Meyakinkan

577 84 20
                                    

MOHON BIJAK DALAM MEMBACA
INGAT BAIKNYA, LUPAKAN BURUKNYA^^
***

Tepat pada pukul 17.12 waktu Indonesia Barat mobil Arvin terhenti di suatu tempat. Duduk bersebelahan di kursi panjang dengan hamparan danau yang luas ditemani suara bising para pengunjung yang tengah mengambil gambar pemandangan indah di ujung sana. Entah sebenarnya apa yang mereka foto, tetapi berulang kali kameranya tertuju pada Arvin lalu mereka saling bersahutan dan berteriak histeris. Arvin mungkin merasa diperhatikan, tetapi ia memilih tidak peduli sembari memakan Sandwich-nya.

Ragu-ragu aku menoleh ke Arvin. Sebenarnya  hendak mengatakan kejadian kemarin tentang kata-kata Kepala Sekolah mengenai Cyael. Yang kutangkap dari kalimatnya sebenarnya yang salah adalah Cyael. Mengapa? Cyael depresi berada di sekolah yang membuat ia tertekan, hingga ingin bunuh diri rasanya. Lalu dengan tekadnya ia berhasil menipu semua orang termasuk Arvin saat itu dengan mengada-ngada bahwa ia meninggal, demi bisa keluar dari SMA Bina Bakti. Kasihan Arvin, aku tidak menyangka bagaimana reaksinya saat melihat darah mengalir di mana-mana saat itu dan menganggap Cyael benar-benar meninggal karena tidak ada kabar lagi.

"Amm... Sebenarnya Cyael tidak meninggal." Akhirnya aku membuka suara, menarik perhatian Arvin.

Arvin perlahan menoleh. "Kamu ... kamu sudah tahu semuanya?" tanya Arvin, terlihat terkejut. Mungkin itu menyulut rasa bersalahnya lagi, tetapi aku hanya ingin mengatakan kebenaran sesungguhnya agar Arvin tidak merasakan hal itu lagi.

"Sudah," ucapku tersenyum.

"Semuanya?"

Aku mengangguk. Namun Arvin seketika tersedak mendengarnya.

"Iya, mulai dari kenapa dia depresi dan waktu di bilik kamu." Aku menatap Arvin. "Dia sebenarnya tidak meninggal Vin. Dia juga tidak pernah melakukan percobaan bunuh diri. Cyael cuman pur-"

Kalimatku terpotong ketika Arvin dengan sigap berdiri, lalu menatapku dengan wajah memelas. Cowok itu lalu bersimpuh di tanah, membuatku terkejut karenanya.

"Plis, Nin. Aku gak bermaksud bohongin kamu. Maafin aku." Dahiku berkerut, mengapa sikap Arvin menjadi seperti ini? Memangnya dia yang bersalah? Tapi dilihat dari perubahaan wajah Arvin yang terlihat serius, membuatku menjadi diam.

"Biarin aku jelasin semuanya. Aku tahu aku salah ketika aku melakukan itu ke Cyael waktu itu. Aku khilaf Nin, saat Cyael merebut posisi aku sebagai rangking satu." Perkataan Arvin membuatku memilih diam. Ada yang aneh, pikirku. Aku memilih untuk tidak melanjutkan kalimatku dan memancing Arvin mengatakan semuanya.

"Emm... Kamu kenapa melakukannya?" tanyaku.

"Nin, sebelumnya Cyael yang minta sendiri buat aku bunuh dia, aku sumpah!" Arvin mengacak rambutnya. "Dia seperti itu karena terlalu depresi, kamu benar Nin. Tapi aku gak pernah melakukan hal gila itu sebelum ayah mukul aku karena rangkingku turun. Waktu itu aku stres, belum lagi semua guru, semua orang terdekatku malah tambah bikin aku down sampai pada akhirnya saat Cyael belajar di bilik aku, aku nawarin dia buat nge-sayat tangan dia, buat bales dendam karena dia udah rebut posisi aku."

Mataku membelalak tidak percaya. Jadi Cyael memang tidak pura-pura? Jadi Arvin membohongiku selama ini? Sungguh tidak bisa dipercaya jika Arvin yang sebenarnya melakukan itu. Jika saja aku tidak mengatakan ini, apakah Arvin tetap akan menyembunyikannya?

"Kenapa kamu bohong sama aku?!"

"Maafin aku Nin. Aku terpaksa bohong, gak mungkin aku bilang kebenarannya kan?" Mata Arvin berkaca-kaca. "Tapi aku langsung hubungi sekolah saat waktu itu aku kembali sadar. Cyael memang masih hidup, Nin. Aku yang menjamin itu. Maafin aku Nin. Kamu kecewa ya?"

Cause I Meet You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang