15. duka

57.3K 2.8K 58
                                    

Bendera kuning dililitkan di depan rumah Bambang, hujan rintik-rintik terdengar saling bersahutan, dari semalam rumah yang di terangkan lampu petromax itu dipenuhi pelayat dari berbagai desa,

Halizah terbaring kaku, berselimut kain panjang, tak ada yang mengira bahwa dia pergi secepat ini, membawa anak dalam kandungan,

Beberapa hari yang lalu dia masih menyapu halaman, sambil sesekali tersenyum dan menyapa orang-orang yang lewat,

Rangkaian bunga berwarna-warni sudah di jalin dengan benang,
Untuk makamnya nanti,
Paman beserta pemuda desa lainnya sedang menggali tanah kuburan, di tempat pemakaman keluarga,

Fatma sudah menangis tersedu-sedu di temani oleh Jamila yang matanya juga bengkak,

"Sudahlah Fatma, IKHLASKAN SAJA!,
Mungkin sampai di sini saja umurnya,
Sudahlah kasihan dia kalau diratapi terus,"
Wak baya mengelus bahu Fatma guna untuk menenangkan wanita paruh baya itul

"Iya tidak baik kau bersedih sampai berlarut-larut, dia sudah tenang sekarang, kumpul sama keluarga-keluarga yang lain di sana, ajal, rezeki, jodoh, sudah ada yang atur, kita hanya perlu menjalani saja,
Contohlah kelapa tidak memandang usia untuk GUGUR!
Begitulah manusia, sudah iklaskan! Perbanyak istighfar"
Wak Hindun ikut menenangkan

Fatma hanya menghela nafas berat dia mengangguk-anggukkan kepalanya
"Ya Wak awak sudah ikhlas"
Fatma mengelus pipi halizah yang pucat tanpa di tutup kain karna sedari tadi orang-orang datang mencium,

(Awak~saya)

"Kau juga Jamila sudahlah jangan menangis lagi do'akan kakakmu semoga tenang dan Khusnul khatimah di sana, berjumpa dengan keluarga-keluarga yang menanti disana!
Jangan lagi di ratapi, perbanyak baca yasin,
Kata orang tu setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, sebentar lagi kamu juga akan menikah"
Wak baya mengelus pundak Jamila yang tertutup kerudung putih gading,

"Iya Wak terimakasih, sudah
mengingatkan Jamila"
Ucap Jamila sendu,

Dia melirik lagi halizah yang terbujur kaku di depannya, sudah berapa banyak air mata mengalir membasahi pipinya,
Rasanya tak terhitung lagi,

Tak pernah menyangka, kakaknya yang baik-baik saja kemarin, sekarang terbaring kaku diam tak bersuara,

Hanya lantunan Yasin yang dia lakukan dari semalam, mata ini tak bisa terpejam, terpukul atas kehilangan sang kakak,

Jujur saja betapa banyak kenangan yang dia lalui bersama kakaknya,
Walaupun kakaknya agak pemalas dan sering berbicara tanpa di filter,
Tetapi tak sedikitpun benci, marah, kesal, menghinggapi hatinya,

Dia sudah paham sangat dengan kelakuan halizah yang agak kasar,
Kalau gadis lain mungkin agak enggan berteman lantaran karna mulutnya yang ceplas-ceplos,
tapi Tak sedikit pula gadis-gadis  lainnya yang datang menolong untuk mencari bunga daun jeruk untuk taburan nanti di atas kuburan,

Orang-orang dari kampung tetangga pun banyak yang datang untuk ngelayat,
Rumah yang tadinya di tinggali tiga orang saja, sekarang rame sampai di depan pintu sudah di pasangi tenda, sangking banyaknya tamu,

Suara lantunan Yasin terdengar di penjuru rumah diikuti dengan tahlilan,
Rintik-rintik hujan tak membuat mereka takut terkena flu, tetapi tetap pergi untuk datang,
Jamila terkadang bersyukur tinggal di desa, masyarakat di desa punya solidaritas yang tinggi tak peduli kaya miskin semuanya sama,

Jamila sangat bersyukur sekarang atas kedatangan mereka,

Damar duduk sambil membaca Yasin, kepalanya menunduk, dari semalam dia kelihatan tak tidur nampak jelas dari matanya yang cekung dan hitam di bawahnya,

Terlihat beberapa orang yang mengelus bahunya dan menenangkan pemuda itu,
Jika dikata kasihan, pastilah! Istrinya baru hamil, dan sekarang meninggalkan dia sendirian, seandainya satu saja yang diambil mungkin dia tak sesedih ini,

"Yang sabar damar, Tuhan punya rencana lain kita tidak tau kedepannya seperti apa, semuanya sudah di atur dan di tulis,
Kita tidak bisa berbuat banyak,
Pemuda yang lebih tua beberapa tahun darinya menenangkan damar yang sedari tadi menunduk,

"Ada pepatah mengatakan ada badai sebelum pelangi muncul, tidak tau besok kamu menemukan pendamping hidup dan di berikan anak-anak yang lucu olehnya,
Kita tidak tau mar,
Terkadang kita bisa marah sama takdir yang menimpa kita, tetapi kita bisa apa, yang diatas sudah punya rencana"
Samsul teman damar yang sering nongkrong bersamanya sewaktu masih bujangan ikut menasehati,

Damar menghela nafas panjang,
"Mungkin ini yang terakhir awak beristri"

"Ish tidak boleh berbicara seperti itu mar, kisah kamu sudah selesai disini, tutup masalalu, buka lembaran baru kamu masih muda, berarti jodoh kamu sampai di sini saja!"
Ucap Samsul dia cukup prihatin dengan sahabatnya ini,

"Iya contoh Datuk sekarang, dulu waktu nyai kamu yang pertama meninggal dia juga bawa anak dikandungnya,
Itu anak pertama kami, Datuk waktu itu masih muda seusia denganmu,
Saat itu Datuk juga tidak ingin beristri, tapi lama kelamaan Datuk mencoba mengikhlaskan kepergiannya,
Akhirnya Datuk menikahi istri Datuk yang sekarang! Kita tidak tau damar biarlah waktu yang berjalan sebagaimana seharusnya"
Datuk Tiar ikut menimpali,

Damar hanya menganggukkan kepalanya,

                             @@@@@

Halizah sudah di kebumikan siang tadi, Jamila tak ikut saat mengantarkan halizah ke  peristirahatan terakhirnya, dia menemani Fatma dan ibu-ibu lainnya,
Fatma tak sanggup melihat halizah dia takut menjerit dan pingsan sehingga membuat orang sekitar repot, jadi dia tinggal di rumah ditemani Jamila,

"Ibu makan ya Bu"
Jamila memaksa Fatma makan sedari kemarin nasi tak masuk ke perutnya,

"Tidak nak, kamu saja yang makan sedari kemarin kamu juga belum makan,"
Fatma mengelus kepala Jamila lembut dia tersenyum seakan baik-baik saja,

"Buk, Jamila cuma punya ayah dan ibu sekarang! Cukup kak halizah saja yang pergi ninggalin kita,"
Jeda tiga detik
"Kalau ibu sakit bagaimana dengan Mila buk?"
Jamila berkata sendu piring yang berisi nasi masih di tangannya

Fatma yang tak tega melihat mata anak bungsunya yang berkaca-kaca tak kuasa menolak dia mengambil sendok di tangan halizah dan memakan nasi tersebut,

Jamila tersenyum senang melihat ibunya makan,
"Buk Mila kedapur dulu ya ngambil air  minum"

"Iya"
Fatma memaksakan senyum di matanya yang sembab,
Bau kapur barus masih tercium di sekitar rumah,

Jamila menuangkan air ke dalam gelas kebetulan bik karti lewat,

"Jamila" panggil bik karti

"Iya bik" jamila menoleh ke arahnya dan mendapati mata yang tak berbeda jauh dengan miliknya,

"Kenapa bik?" Tanya Jamila

Bik karti mengambil gelas di tangan Jamila
"Itu ada Bagas di pintu belakang, nyariin kamu"

TBC.....

Turun ranjang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang