16. halizah kakak yang baik

59.8K 3.1K 106
                                        

Jamila duduk di tangga dapur rumahnya,
Dia menatap pemuda di depannya,

"Ada apa?" Tanya Jamila

Bagas tak menjawab dia hanya menatap wajah Jamila yang sembab, tetapi tak sedikitpun kecantikannya hilang,

"Bagas"
Jamila memanggil lirih

Bagas berjalan mendekat jaraknya sangat dekat dengan Jamila,
Dia menepuk kepalanya dan tersenyum lembut

"Sudah jangan menangis lagi nanti ya"
Jeda tiga detik
"Iklaskan saja sebentar lagi kita akan menikah aku tidak ingin kau sakit"

Jamila hanya tersenyum sendu, bagaimana tidak menangis saat melihat ibunya dan orang-orang menangis, dia yang tadinya sudah berhenti menangis,
Jadi ikutan menangis!

"Kau tidak mengerti bagas"
Jamila menghela nafas panjang dia menatap langit mendung yang akan turun hujan
Setelah itu mencoba menatap Bagas

"Bagaimana rasanya kehilangan saudara,
Kau tau halizah dan aku sudah bersama-sama sejak dulu"
Jamila tersenyum sendu saat mengingat kebersamaan dirinya dengan sang kakak

"Waktu itu kami berdua mandi di sungai, berjam-jam kami di sana, melewatkan makan siang, Datuk tuo sangat keras dalam mendidik cucu dan anak-anaknya,
Kami dikurung di kamar yang berbeda,
Sampai saat orang tidak ada di rumah satupun, halizah keluar lewat jendela dia meloncat dan membukakan pintu untukku,"

Jeda Lima detik

"Kami membawa banyak makanan berencana untuk kabur,
Saat itu umurku tujuh tahun dan dia sepuluh tahun, kami ketahuan dan bersembunyi di saung ayahku,
Ayahku menjemput kami berdua dan memarahi kami habis-habisan, saat itu kakakku tak tega mungkin melihatku menangis, dia maju ke depan dan meminta hukumanku diberikan kepadanya,
Dan akhirnya kami tidak jadi dihukum,"

Jamila tertawa sendu mengingat satu kenangan bersama halizah

"Aku tau perasaanmu tapi pikirkan juga kesehatanmu Jamila,"
Jeda tiga detik
"Tiga Minggu lagi kamu ingat kan?"

Jamila menggangukkan kepalanya
"Hmm... Aku ingat gas, kau tak perlu khawatir tentang itu, yasudah aku ke dalam dulu bantu ibu-ibu mencunci ayam, kau datang malam ini ke rumah sampai malam tujuhnya ya!"

Bagas hanya tersenyum dan menjawab
"Pasti, ini!"
Bagas menyodorkan kantong plastik hitam putih ke Jamila,

Jamila mengambil kantong tersebut dan menatap Bagas heran,
"Apa ini gas?"

"Pakai malam ini, dan jangan sedih lagi" Bagas tersenyum hangat dan menggosok rambut Jamila pelan,

"Ehemmm" suara deheman pria menyentak kehangatan mereka,
Jamila menjauhkan tubuhnya dari Bagas,

"Engh...kak Damar!" Jamila menatap pemuda di belakang bagas yang penuh dengan tanah kuning,

"Ambilkan handuk Jamila" pinta damar,

Jamila gelagapan karna tak enak terciduk bermesraan dengan Bagas

"Kalau begitu aku pulang dulu mil"
Bagas tersenyum ke damar dan berlalu pergi,
Jamila menatap punggung Bagas lama tak menyadari damar sedari tadi menatapnya yang melihat kepergian bagas

"Sudah puas melihat calon suami?"
Damar berkata ketus dia memang seperti ini dingin tak tersentuh,

Jamila gelagapan
"Ngghhh... Tu~tt~tunggu sebentar kak"
Dengan itu Jamila lari ngacir ke kamarnya mengambil handuk baru dan menyerahkan cepat ke damar,
Damar mengambil handuk tersebut dan naik ke rumah tanpa menoleh ataupun terimakasih,

Jamila tak tersinggung dia sudah tau dengan sifat damar yang agak beda dengan pemuda-pemuda desa di sini saat bertemu dengannya,

Dia menganggap dirinya buta sampai jatuh hati begitu dalam sama si balok es seperti damar, beruntung sekarang dia tunangan bersama Bagas memikirkan Bagas Jamila tersenyum lembut, dan melupakan sedikit kesedihan atas meninggalnya halizah

Malamnya............

Orang-orang kampung datang membaca Yasin di rumah Jamila,
Sedari tadi dia menghidangkan lauk ke piring di bantu oleh ibu-ibu dan gadis-gadis desa lainnya,

"Sebentar lagi orang-orang sudah membaca doa, susun saja lauknya di talam biar di angkat sama pemuda desa nanti"
Wak selamat yang duduk di pintu perbatasan dapur menyuruh,

Gadis-gadis desa bergegas menyusun lauk nasi dan air kobokan ke dalam talam besar, setelah itu mereka menyusunya rapi-rapi,

Tak berselang lama lima pemuda desa datang mengangkat talam untuk di berikan ke pada orang-orang yang sudah membaca Yasin,
Tamu malam ini banyak sekali, bahkan dari desa tetangga juga ikut hadir,

@@@@@@

Damar menatap langit-langit kamar halizah,
Yah! Sekarang dia berada di rumah Fatma dan Bambang, lebih tepatnya di kamar almarhum istrinya,

Dia nampak berpikir keras terlihat dari alisnya yang terkadang berkerut,

Sudah malam ketujuh halizah meninggal dunia, malam ini malam terakhir yasinan,
Damar mungkin akan pulang ke rumah ibunya tak enak jika dia harus tinggal di sini terlalu lama, walaupun Fatma dan Bambang tak masalah tetapi sebagai menantu yang istrinya meninggal,

Dia agak enggan, apalagi nanti orang-orang membicarakannya karena numpang hidup dengan Bambang padahal halizah sudah tidak ada, maka dari itu damar berpikir bahwa dia akan pulang dan menyerahkan sawah rumah dan kekayaan yang pernah Bambang berikan untuknya,

Karna dulu Bambang memberikan itu untuk menghidupi keluarganya yang terdiri dari halizah, tetapi sekarang istrinya sudah tidak ada lagi, mustahil dia mau mengambil tanah dan rumah itu, sedangkan mereka dari mertuanya,

Damar mendesah frustasi dia agak kasihan dengan hidupnya,
Tak pernah terpikir bahwa istrinya meninggal secepat ini,
Mereka baru memulai kehidupan, baru ingin bahagia bersama calon buah hati mereka tetapi, tampaknya tuhan lebih sayang mereka berdua, dan sekarang damar hanya bisa melupakan dan mengikhlaskan,

"Za kamu apa kabar?
Abang rindu," damar menatap langit dia berkata lirih,

"Kak... Kak damar" suara sayup-sayup terdengar dari luar pintu kamar,

Damar mendengus karena suara itu menganggu dirinya tetapi dia
bangkit dan berjalan menuju pintu dia membuka sedikit dan melihat wanita berambut sepinggang berdiri di depannya memegang selimut,
Jamila menatap damar yang membukakan pintu kamar dia menundukkan kepalanya tak berani menatap pemuda itu,

Dengan ragu-ragu Jamila menyerahkan selimut yang ada di tangannya,

"Ini kak," ucap Jamila,

"Selimut halizah yang warna merah kamu yang ambil" tanya damar,

Jamila mengangguk dan menjawab sopan,
"Iya, tadi aku cuci, kenapa kak?"

Damar tak menjawab setelah Jamila berbicara dia langsung menutup pintu di depan wajah gadis itu,
Jamila tersentak dan mundur, dia hanya mengelus dada, rasanya dia selalu di kacangi setiap berbicara dengan damar,

Jamila juga agak jengkel dengan lelaki itu, tidak ada sedikitpun terima kasih, tidak usah terima kasih, setidaknya senyum dikit atau apa, pantas saja kakaknya cepat mati,

Untung dia tidak menyukai damar lagi, kalau sampai dia menyukai damar dan menikah dengannya seperti yang dia impikan dulu bisa makan hati terus setiap hari,

Jamila menghela nafas panjang dan berjalan menuju kamarnya yang tepat di samping pria itu,
Malam ini tampaknya menjadi malam yang berbeda bagi mereka, tanpa ada yang sadar bahwa hari-hari yang akan datang mereka akan dipertemukan di satu ranjang yang sama! Hahahaha......

Makan hati lah tu jamila 


TBC...
Oke sebentar lagi masuk ke pernikahan Bagas dan Jamila ya




Turun ranjang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang