Part 7: Pesan Misteri

314 29 0
                                    

Nisa yang sedang bercerita asyik dengan teman-temannya. Tiba-tiba Farzan datang mengejutkannya dengan memukul keras pundaknya yang membuat dirinya terhuyung.

Nisa memandang wajah datar Farzan dengan tidak suka. Menyebalkan sekali wajahnya. Ingin rasanya Nisa mencakar habis wajah Farzan.

"Ngapain sih?!" tanya Nisa sewot sambil menarik tubuhnya.

Tak mendengar jawaban dari Farzan membuat Nisa jengkel dan menarik nafasnya.

"Lo ni ngapa? Dateng-dateng nggak jelas. Ditanyain diem aja." Nisa beralih memainkan jam tangannya. "Lo dihukum? Belum ngerjain tugas? Nggak punya temen? Apa lo kalah main lagi?"

Pertanyaan terakhir itu membuat Farzan mengangguk dan memasang wajah lesu. Nisa mendorong wajah Farzan dengan telapak tangannya yang membuat Farzan hampir terjengkang.

"Ck. Gimana sih lo? Cuma gitu aja kalah." ucap Nisa meledek.

"Halah bacot lo, Sul." balas Farzan.

Nisa menghela nafasnya. Ia berdiri dari bangkunya dan keluar dari kelas. "Gue keluar dulu sebentar," pamitnya dan diangguki oleh Citra dan Indy.

"Eh mau kemana Sul?" tanya Farzan sambil mengikuti arah jalannya Nisa.

"Push rangking lah. Emang lo." Nisa berjalan sambil mengibaskan tangannya.

*****

"Jadi, bener nih nanti malem lo bakal udah berangkat Sa?" tanya Indy yang dari tadi melihat ke arah Nisa yang masih saja merapikan ikatan di rambutnya.

"Iya, habis Maghrib nanti gue berangkat." jawabnya sambil merapikan kembali baju taekwondonya.

"Semangat ya. Pokoknya lo harus lakuin yang terbaik, oke?" ucap Indy memberikan semangatnya sambil mengepalkan tangannya di udara.

"Iya tuh. Jangan malu-maluin ya, Sa." Citra ikut menimpali.

Nisa manggut-manggut sambil menutup tasnya. "Iya-iya gue bakal berusaha yang terbaik. Besok kalian liat gue kan? Gue tanding mungkin agak sore gitu."

"Ya pasti dong kita bakal liat. Ya nggak Cit?"

"Iyalah. Gue pengen ngukur seberapa tinggi sama kuatnya kaki lo buat bisa kenain kepala lawan." Citra antusias sambil memperagakan tangannya di udara.

Nisa terkekeh. "Doain aja ya," Nisa menjeda "gue mau latihan dulu."

"Oke deh kita juga mau pulang nih,"

"Oke. Bye."

*****

Setelah selesai dari latihannya, Nisa bergegas menuju parkiran untuk mengambil sepedanya. Kebetulan disana ia bertemu dengan Rio yang juga baru selesai latihan futsal. Cowok itu sudah duduk di atas motornya sambil mengaitkan helm.

Tatapan Rio dan Nisa sempat bertemu sesaat sebelum Nisa memutuskan kontak mata diantara mereka dan beralih mengambil sepedanya.

Nisa menaiki sepedanya dan mulai mengayuhnya. Namun dilihatnya Rio yang masih saja duduk sambil menatapnya. Sedangkan Nisa yang ditatapnya malah nampak bingung.

"Eh! Ngapain lo ngeliatin gue?" tanya Nisa sambil mengangkat dagunya.

Rio memutar bola matanya penuh. Malas menanggapi omongan Nisa.

"Yaelah. Ditanyain malah diem aja. Lo kenapa nggak pulang. Ban motor lo bocor? Atau habis bensin?" tanya Nisa yang sambil mencengkram erat stang sepedanya.

"Bukan urusan lo." Rio menyalakan mesin motornya dan kemudian pergi meninggalkan Nisa yang masih menatapnya bingung.

"Ihh. Sombong amat." cibirnya sambil mulai mengayuh sepedanya.

*****

Nisa sampai di rumahnya saat hari sudah petang. Ia segera memasukkan sepedanya ke dalam rumah. Sambil memasuki rumahnya Nisa menerawang apa yang harus ia lakukan setelah ini. Mungkin ia akan mandi. Setelah itu baru ia mempersiapkan segala kebutuhan yang harus ia bawa saat lomba. Mungkin hanya tas yang berisikan air mineral dan satu setel baju gantinya.

"Udah pulang sayang," Anna yang baru saja menutup kulkas dan berjalan mendekati putrinya.

Nisa mendekat dan kemudian mencium punggung tangan bundanya.

"Iya Bun," Nisa duduk sambil meminum segelas air putih dan meneguknya sampai habis.

Anna melihat putrinya yang nampaknya lelah itu menatapnya dengan rasa cemas. Kekhwatiran akan kesehatan putrinya. Ditambah lagi dengan latihannya yang selalu pulang hingga petang membuat rasa cemas Anna semakin bertambah.

Ditatapnya wajah putrinya yang sedikit memucat dan dipenuhi dengan keringat. Tangan Anna terulur mengusap kening Nisa yang dipenuhi dengan keringat. "Kamu nggak papa kan sayang?" tanya Anna yang masih saja merasa cemas.

Nisa menjauhkan tangan Anna dari keningnya dan mulai menggenggamnya. Kemudian ia menatap bundanya dengan sebuah senyuman hangat. "Iya Bun. Nisa nggak papa kok,"

Anna mengangguk ragu. Apakah putrinya hanya berusaha untuk menutupi sesuatu darinya. "Kamu bener nggak papa kan sayang?" Anna kembali mengulang pertanyaannya itu.

"Iya bundaku sayang. Nisa sehat wal'afiat ini Bun," ucapnya sambil berusaha meyakinkan bundanya bahwa dia baik-baik saja.

"Oh iya. Ara mana Bun?" tanya Nisa yang dari tadi belum melihat ataupun mendengar suara cempreng dari adiknya itu.

"Lagi di kamar. Biasa lah nilai ulangan hariannya dia tadi bagus. Ya mungkin dia lagi curhat sama ayahnya." jawab Anna sambil mengelus tangan Nisa.

Nisa membalasnya dengan manggut-manggut. Memang baik dirinya maupun adiknya. Jika sedang sedih ataupun senang yang selalu menjadi tempat curhatnya adalah ayahnya. Karena ayahnya lah yang selama ini selalu setia mendengarkannya dan tidak pernah marah ataupun menegur.

Anna membuang nafasnya kasar dan melapas genggaman putrinya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju wastafel. "Kamu mandi dulu sana. Habis ini kamu siap-siapin apa yang harus kamu bawa."

"Iya Bun."

Nisa beranjak dari dapur dan masuk ke dalam kamarnya. Ia meletakkan tasnya di kursi meja belajar. Nisa mengehela nafasnya dan kemudian berjalan menuju lemari dan membukanya. Ia membuka sebuah buku diary berwarna hitam dengan sampul depannya bergambar sebuah gantungan yang sangat indah. Tak lupa dengan banyaknya pembatas buku di dalam buku tersebut.

Menatap penuh senyuman dalam buku tersebut. Nisa selalu ingat apa yang sudah ia tulis di dalam buku ini. Banyak sekali kenangan manis dan pahit di dalamnya. Pemberian penuh kasih sayang dari orang yang tersayang. Kalimat itulah yang ada di halaman pertama buku tersebut.

Lembar demi lembar dibuka dan dibacanya. Tepat sampai di halaman terakhir ia menemukan sebuah tulisan. Bukan. Nisa yakin ini bukanlah tulisannya. Nisa sedikit sulit membacanya karena tulisannya menggunakan huruf latin yang memang sulit dibaca.

Nisa terus berusaha agar bisa membacanya. Ia mengehela nafasnya setelah mengetahui apa yang tertulis disana.

Kamu akan mendapat kabar bahagia. Tapi setelah itu kamu akan kehilangan separuh mimpimu.

Ya. Itulah yang berhasil Nisa baca dari tulisan itu. Setelahnya Nisa tidak bisa mengartikan apa maksud dari tulisan tersebut. Dan siapakah yang telah menulisnya.

Selama ini dia tidak pernah memberitahu atau memberikan buku diary pribadinya kepada seseorang. Apakah bundanya? Tapi untuk apa bundanya menuliskan ini kepada Nisa. Dan mengapa pula bundanya tertarik membaca atau bahkan menulis sesuatu di dalam diary miliknya itu.

Apakah Ara? Tapi untuk apa juga Ara menulis ini kepadanya. Bukannya dia tidak bisa menulis latin. Nisa juga tidak pernah merasa memberitahu tentang buku diary ini kepadanya.

Nisa mengedikkan bahunya berusaha acuh dengan apa yang telah ia baca dalam diary miliknya. Ia menutup diary tersebut dan bergegas menyiapkan dirinya untuk berangkat ke perlombaan.

---

ALHAMDULILAH UPDATE JUGA AKHIRNYA. AKU TUH SEBENERNYA LAGI BANYAJ TUGAS TAPI PENGEN UPDATE. HEHHE KOK JADI CURHAT.
VOTE DAN KOMEN TERUS YA:)

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang