Part 21: Ancaman Mama

281 20 0
                                    

Bacanya pelan-pelan aja, jangan buru-buru. Rileks tapi tetep paham sama ceritanya, ok!

Happy reading:)

------

Berjuang sendiri untuk mengurus kedua putrinya bukanlah hal yang mudah. Sudah lebih dari lima tahun yang lalu Anna harus bisa menjadi seorang ibu sekaligus ayah untuk kedua putrinya. Kekuatan cinta dan kenangan sang suami yang terus memberikan semangat kepadanya. Takut ketika mendengar diagnosa dokter tentang penyakit putri sulungnya. Merasa gagal dalam menjaga putrinya. Membiarkan putrinya terus menahan sakit sendirian.

Ruangan yang selama ini sudah rutin dikunjungi. Entah sampai kapan semuanya berakhir. Kapan penyakit anaknya diangkat, bahkan biaya rumah sakit semakin menguras dompetnya yang hanya berisikan gaji bulanan yang mungkin cukup untuk satu bulan kedepan.

Lagi-lagi Nisa harus masuk rumah sakit. Anna sempat kesal dengan dirinya sendiri karena masih membiarkan putrinya melakukan aktivitas yang seharusnya ia hindari. Bahkan sudah tiga hari ini Nisa terbaring di rumah sakit dan belum membuka matanya.

"Sayang, cepat bangun ya," jemarinya masih setia mengelus punggung tangan putrinya dan mengecupnya.

Nisa masih menutup kedua matanya dengan rapat. Sudah lama dia memejamkan matanya. Suara pintu baru saja terbuka, Farzan dengan membawa sebuah kotak makan malam untuk Anna.

"Bun, makan ya. Mama udah siapin buat bunda" ujarnya sambil meletakkan kotak tersebut diatas nakas.

Anna melepaskan genggamannya dan menghapus jejak air mata di sudut matanya. Beralih menatap Farzan dengan sorot mata yang menunjukkan kesedihan. "Kamu jagain Nisa dulu ya, kalo udah sadar bilang sama bunda. Bunda mau keluar sebentar"

Farzan mengangguk dan kemudian Anna bangkit dan keluar dari ruangan bernuansa putih tersebut. Farzan menatap Nisa yang masih setia memejamkan matanya dengan infus yang berada di tangan kirinya dan juga hidung dan mulutnya yang tertutup alat bantu pernafasan.

"Lo nggak mau bangun Sa? Lo nggak mau pukul gue? Lo tau nggak sih, lo tuh enak banget ya, udah nggak sekolah malah tiduran terus. Gimana coba nasib Rio, lo nggak mau apa gangguin dia lagi?"

Farzan terkekeh dan kemudian mengelus pipi Nisa dengan sayang. Adik kecilnya yang selalu mengoceh, saat ini sedang terbaring lemas di rumah sakit. Sehari tidak mendapat tinjuan dari Nisa rasanya belum lengkap.

"Cepet bangun ya, Indy bentar lagi ultah dan kayaknya Rio udah mulai suka deh sama lo, nyatanya dia sering senyum-senyum sendiri di kelas 'kan kayak orang gila tuh bocah"

Berharap jika Nisa masih bisa mendengar suaranya walaupun matanya yang terpejam. Farzan mengelus tangan Nisa dan kemudian mencondongkan tubuhnya untuk mengecup dahi Nisa.

Lo pasti kuat.

***

Berbeda dengan Nisa yang sedang terbaring lemas di rumah sakit, Rio yang berada di dalam kamarnya malah senyum-senyum sendiri. Entah mengapa akhir-akhir ini dia lebih sering tersenyum dan lebih bersemangat. Rio sendiri masih bingung dengan dirinya sendiri, mengapa tiba-tiba menjadi seseorang yang alay seperti saat ini.

Duduk di bangku yang ada di balkon kamarnya. Menikmati semilir angin yang menerpa kulit wajahnya. Apakah ia sedang mengalami jatuh cinta? Oh, bagaimana bisa hanya seperti itu membuat seorang Rio yang dijuluki cowok angkuh di sekolahnya merasakan jatuh cinta. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya, menghilang semua bayangan yang mengusik pikirannya.

"Daripada kamu bengong gitu, mending kamu cepet bawa calon mantu buat mama Yo,"

Entah darimana datangnya tiba-tiba Soraya sudah duduk di samping Rio dan membuatnya terkejut. Khayalannya menghilang ketika mendengar suara mamanya. "Mama ngagetin Rio aja sih,"

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang