Part 46: Ungkapan 2

408 26 0
                                    


Tungtungtung author update lagi nih.
Gimana guys bentar lagi habis loh ceritanya.
Sebenernya pengen buat banyak tapi mager wkwkw:v
Enggak kok emang sengaja aku buat part-nya nggak banyak-banyak, biar kalian juga nggak capek dan bosan bacanya.
Oh iya, sehabis baca jangan lupa kasih vote sama komen. Kalo kalian kasih komentar, aku pasti seneng deh dan kalo sempet balesin komentar kalian.

Oke langsung aja ya.

Happy reading:)

------

Gilang menyikut lengan Rio. "Lo aja cepet, kebetulan dia lagi diem tu loh. Nanti keburu tidur lagi." bisiknya kepada Rio.

Rio mendengus, ia menggeleng. "Enggak ah, lo aja duluan. Gue malu asli."

"Ck, gimana sih lo. Lembek bener jadi cowok." cibir Gilang.

"Ah bodo amat. Gue malu mau bilang ke dia." ucapnya sambil melirik Nisa yang sedang memejamkan matanya.

"Heleh, tadi aja bilangnya pengen cepet-cepet minta maaf kalo udah siuman. Giliran sekarang nyali udah kayak tempe gitu."

"Ck, nggak gitu Lang. Ini semua butuh proses. Gue pengennya ngomong empat mata sama dia."

Gilang berdecih. "Belagu lo. Awas aja kalo lo macem-macem lagi sama dia, gue telen lo nanti."

"Dih sejak kapan lo jadi Sumanto?"

"Sejak bokap lo kawin sama kucing."

Rio menoyor kepala Gilang. "Bego lo."

"Bang Gilang, haus." lirih Nisa yang membuat Rio dan Gilang mengalihkan pandangan kepadanya.

Gilang bangkit dan mendekati Nisa. Membantunya mengatur posisinya menjadi duduk dan membantunya untuk minum.

"Ara mana?" tanya Nisa.

"Cari makan sama Farzan tadi." jawab Gilang sambil meletakkan gelas di atas nakas.

Nisa mengangguk, ia sekilas melirik ke arah Rio yang juga sedang menatapnya. Dengan cepat Nisa memutuskan pandangannya. Bertepatan dengan suara pintu yang terbuka.

"Hai Nisa." sapa Indy sambil tersenyum kikuk.

Diikuti oleh Citra di sampingnya yang juga tersenyum sambil membawa beberapa buah-buahan.

"Hai. Gimana kabar lo?" tanya Indy.

Citra memberikan buah-buahan yang dibawanya itu kepada Gilang dan diletakkannya di meja depan Rio.

Nisa mengangguk. "Alhamdulillah baik kok."

Indy mengangguk, ia kemudian berjalan mendekati Nisa dan duduk di sampingnya. Menggenggam erat tangan Nisa yang terpasang infus dan diikuti oleh Citra.

"Nisa....kita berdua minta maaf sama lo. Selama ini kita berdua nggak bisa jadi sahabat yang baik." ucap Indy sambil menunduk.

"Gue juga banyak salah sama lo Nisa, seharusnya gue nggak terpengaruh sama omongannya si Amel. Maafin gue Sa, maafin gue." timpal Citra.

Nisa menggeleng. Ia kembali membalas genggaman tangan kedua sahabatnya. "Enggak kok. Gue cuma kecewa aja kalian lebih percaya dia daripada gue. Gue juga tau disini bukan kalian yang salah tapi juga gue." Nisa menarik nafasnya. "Gue udah rahasiakan ini semua dari kalian."

Indy menggeleng. "Enggak Sa, gue udah tau kenapa alasan lo ngelakuin ini semua. Kita juga udah tau tentang penyakit yang selama ini lo alami. Iqbal udah cerita semuanya sama kita berdua."

Indy semakin merasa bersalah. "Maafin kita berdua ya Sa, kita berdua nggak pernah tanya-tanya soal ini ke lo, atau perhatian lebih ke lo. Maafin kita ya." ucap Indy sambil menghapus air matanya yang sudah membasahi pipinya.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang