Part 11: Ketakutan Ara

323 31 0
                                    

Nisa menarik tangannya yang masih dalam genggaman Rio. Bukan karena malu atau takut, melainkan karena untuk meminimalisir detak jantungnya yang tidak bersahabat ini.

"Dah sana lo masuk kelas. Jangan nyusahin orang terus." ucap Rio sambil membernarkan kembali posisi tasnya.

Nisa mendengus "siapa juga yang minta lo nganterin sampe kelas. Gue juga udah bisa jalan sendiri kali." jawabnya dengan tenang.

Rio tak menanggapi ucapan Nisa dan langsung pergi menuju kelasnya.

Belum sempat Nisa mengucapkan terima kasih, Rio sudah pergi begitu saja. Kemudian Nisa masuk ke dalam kelasnya. Rindu dengan kelas yang sudah lima hari yang lalu tidak ia datangi. Mungkin juga sudah banyak pelajaran yang tertinggal olehnya.

"Nis, cubit gue dong." pinta Indy yang menghampiri Nisa.

Nisa mengerutkan keningnya, terlintas otak jahil untuk mengerjai Indy. Nisa langsung saja mencubit lengan Indy.

"Awww! Sakit tau" Indy mengusap bagian lengannya yang terkena cubitan.

"Lo yang aneh. Kenapa coba minta dicubit?"

"Mimpi apa gue semalem. Lo dianter sama si doi sampe kelas? Ya ampun so sweet banget sih."

Nisa memutar bola matanya malas. Namun memang benar yang dikatakan oleh Indy. Pagi ini dia merasa sangat bahagia. Baru pertama kalinya Rio mau berbicara dengannya.

"Apa gue berubah aja ya jadi cewek kalem." ujarnya sambil meletakkan tasnya di kursi.

"Lo nggak perlu berubah jadi kalem, kalem lo udah kelewat batas, Nis." Indy mengatakan itu dan kemudian tertawa.

"Ish lo mah. Tapi gue beneran nih."

"Gini ya. Pokoknya lo harus dengerin apa kata gue."

"Emang apaan?"

Indy mendekatkan dirinya dengan Nisa dan mulai berbisik. "Lo harus bisa narik perhatian dia. Ya, mungkin kayak cewek-cewek lainnya gitu." bisiknya.

Nisa mencerna kata-kata Indy. Haruskah seperti itu. Seperti perempuan lainnya? Nisa membayangkan bagaimana jika perempuan melakukan sesuatu untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Pasti sangat centil dan itu yang paling tidak disukai oleh Nisa.

"Nggak, nggak. Gue nggak mau."

Indy berdecak "gimana sih lo. Tadi minta gue kasih tau tapi sekarang malah nggak mau."

"Ya nggak gitu juga kali Ndy. Ogah banget gue jadi cewek alay kayak mereka-mereka gitu." Nisa melihat isi ruang kelasnya yang dipenuhi oleh teman perempuannya yang sedang asyik dan ribut.

"Ck, terserah lo deh. Coba lo kasih dia tantangan aja gimana?"

Nisa menimang-nimang tawaran Indy. Boleh juga. Dia yakin kali ini dia pasti bisa mendapatkan Rio.

"Oke deal. Nanti malem kita ke rumah Gilang."

"Oke deal."

Nisa tahu apa yang harus ia lakukan. Oke hanya untuk sekali saja, mungkin tidak akan terjadi apa-apa. Nisa yakin dengan rencana ini dirinya dengan Rio pasti akan lebih dekat.

*****

"Halo Rio!" sapa Nisa saat melihat Rio yang sedang duduk dan makan batagor di kantin.
Rio menatap Nisa dari atas sampai bawah. Rio menatap kaki Nisa yang masih diperban tipis. Senyum di wajah gadis tersebut tak pernah luntur ketika bertemu dengannya.

"Gue duduk ya." Nisa mendudukkan tubuhnya di samping Rio.

Rio mendengus dan berdecak. Jika sudah seperti ini sudah sangat malas, ditambah lagi dengan Nisa yang selalu berbicara dengan cepat dan membuat Rio pusing mendengarnya.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang