Part 17: Berdua

296 20 0
                                    

"Gilang...!" Teriakan itu membuat Gilang yang sedang berjalan menuju parkiran berhenti. Ia membalikkan badannya dan sudah ada Nisa yang sedang berjalan pelan ke arahnya.

"Bareng ya," pinta Nisa sambil merapikan ikat rambutnya.

Gilang hanya diam tak membalas ucapan Nisa. Menatapnya datar dan menaikkan satu alisnya. Membuat Nisa bingung.

"Boleh ya" rayu Nisa kembali.

"Nggak" Gilang kembali berjalan menuju motornya dan kemudian menaikinya.

"Lah terus gue bareng siapa dong?" tanya Nisa.

Gilang mengenakkan helmnya "sama Farzan aja," kemudian ia menyalakan mesin motornya.

Pundak Nisa merosot "Farzan bareng sama Indy. Ayolah, bareng ya." kembali Nisa membujuk Gilang, namun Gilang mengabaikannya dan merogoh sakunya memberikan selembar uang kepada Nisa.

"Nih, ongkos buat naik angkot." Gilang menyalakan mesin motornya dan kemudian meninggalkan Nisa yang masih diam ditempat sambil memandangi uang yang diberikan oleh Gilang.

Nisa menghela nafasnya, sebegitunya Gilang kepadanya sampai-sampai dia tidak mau mengantarkannya pulang. Padahal rumah mereka searah. Nisa memandangi uang tersebut dan menerawangnya di bawah sinar matahari.

"Ya Allah, dua puluh ribu mah kebanyakan ini. Nggak ada duit kecil apa kalo mau ngasih?" gumamnya sambil berjalan menuju gerbang.

Nisa menunggu angkutan umum yang melintas di halte depan sekolahnya. Sudah lebih dari tiga puluh menit yang lalu dari saat ia keluar dari pintu gerbang sekolahnya, tapi belum ada salah satupun yang lewat. Nisa membuka ponselnya berusaha menghubungi bundanya untuk menjemputnya. Sialnya ponsel Nisa mati dan membuat dia sebal. Ini sudah sore.

"Mana sih lama banget nggak dateng-dateng. Nggak ada angkot apa bus gitu sepi amat" gerutu Nisa sambil kepalanya bolak-balik menoleh ke kanan dan ke kiri berusaha mencari keberadaan angkutan umum.

Nisa menyandarkan punggungnya, matanya terpejam. Bosan menunggu angkutan umum. Ditambah ponselnya yang mati. Lucu jika ia pulang ke rumah dengan berjalan. Bukannya ke rumah malah nantinya masuk rumah sakit. Nisa bergedik ngeri membayangkannya.

Seseorang membunyikan klakson motornya dengan sangat kencang di depannya. Membuatnya harus membuka matanya karena merasa terganggu. Niat Nisa untuk memaki orang tersebut hilang ketika melihat seseorang yang ada di depannya.

"Lo ngapain masih disini?" tanya Rio sambil mematikan mesin motornya.

"Nunggu angkot" jawab Nisa jujur. Terlintas sebuah ide di kepala Nisa. Mengapa dia tidak meminta Rio untuk mengantarkannya pulang. "Eh Yo, nebeng pulang ya. Please"

"Nggak! Gue mau beli barang-barang buat festival besok" tolak Rio.

"Nggak papa, gue iku. Yang penting gue pulang ke rumah. Ya, please gue ikut ya" pinta Nisa sambil menunjukkan puppy eyesnya.

Rio hendak menolak tapi melihat keadaan sekitar yang sudah sepi dan kaki Nisa yang sepertinya masih sakit membuatnya harus bersabar dan mau mengantar gadis itu.

"Yaudah cepet naik!"

Dengan semangat Nisa bangkit dan naik ke atas motor Rio. "Udah, yuk jalan" ucapnya sambil menepuk pundak Rio.

Rio mengumpat dalam hati. Dipikir memangnya dia tukang ojek gadis tersebut? Sabar Rio. Lo harus sabar ngadepin cewek gila kayak dia. Batin Rio sambil menjalankan motornya meninggalkan halte bus.

****

"Lo mau beli apa aja sih. Kayaknya banyak banget catetannya" oceh Nisa sambil mengikuti Rio yang berjalan sambil memegangi buku catatannya.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang