Hayuk bacanya pelan-pelan aja ya soalnya ini banyak. Please buat kalian semua yang baca jangan lupa kasih komentar setelah baca ya.Langsung aja yuk.
Happy reading:)
-----
Sudah seminggu setelah Nisa siuman, ia masih berada di rumah sakit. Nisa merasa sangat bosan berada di tempat seperti ini. Memang semuanya fasilitas yang lengkap dan nyaman yang ia dapatkan. Nisa bersyukur karena masih ada orang yang baik kepada keluarganya.
Nisa mendengar jika keluarga Rio yang membiayai operasi dan semua kebutuhannya selama masa pemulihan. Nisa berhutang budi dengan keluarga Rio. Bahkan Nisa belum sempat berterima kasih dan meminta maaf kepada Andi dan Soraya karena sudah repot-repot mengeluarkan uang yang cukup besar untuk operasi besar ini.
"Ayolah Zan, please sebentar aja. Gue bosen di sini. Lagian kan sama lo." ucap Nisa sambil mengunyah sisa apel di mulutnya.
Farzan menghela nafasnya. Hal yang paling menyebalkan jika Nisa masuk rumah sakit dan giliran dia yang menjaganya. Gadis itu selalu saja memaksanya dan membuatnya sulit untuk tidak menuruti keinginannya. Sekali saja apakah gadis itu tidak bisa menuruti apa yang dianjurkan dokter.
Melihat tatapan memohon dari Nisa membuat Farzan bergedik ngeri. Dengan cepat ia mengangguk dan meletakkan piring yang berisi beberapa potong apel di atas nakas. Ia mengambil kursi roda dan membantu Nisa untuk duduk. Untung saja gadis itu sudah tidak diinfus, jika saja pasti sudah tambah merepotkan.
"Mau kemana sih?" tanya Farzan yang terus mendorong kursi roda.
"Masuk rumah sakit nambah berat aja lo Sul. Gila gue kesusahan dorong nih." ledeknya.
Nisa mendengus mendengarnya. "Apa sih, perasaan gue makan cuma sedikit kok dibilang gendut, lo aja kali yang lemah."
Mendengar kata lemah yang terlontar dari mulut gadis itu, Farzan menelan ludahnya. Jika sudah mengatakan 'lemah' Farzan teringat ketika ia selalu kalah jika adu jotos dengan gadis itu. Satu kata itu lebih menyeramkan dibandingkan dengan kata 'jomblo karatan'. Euh, membayangkannya saja sudah membuat Farzan bergedik ngeri.
"Serius ini nanya kita mau kemana?" tanya Farzan lagi.
"Terserah deh. Ke taman aja." ucap Nisa.
Farzan memutar bola matanya malas. Ia mendorong kursi roda itu menuju ke taman belakang yang ada di rumah sakit tersebut.Tempat yang sejuk dan nyaman yang selalu Nisa sukai ketika berada di rumah sakit. Nisa melihat ada seorang anak kecil yang juga sedang duduk di kursi roda sama sepertinya. Hanya saja anak laki-laki itu terlihat pucat dan juga kepalanya yang gundul.
Nisa menatap prihatin ke arah anak laki-laki itu. Jika bukan kanker pasti anak itu mengidap penyakit tumor. Nisa miris membayangkannya. Ia teringat ketika dulu waktu dirinya masih kecil dan didiagnosa menderita penyakit jantung. Tapi waktu itu ia kuat dan yakin jual dirinya akan sembuh dan hari ini ia benar-benar sudah sembuh.
Nisa menjalankan kursi rodanya mendekati anak laki-laki itu. Ternyata dia sedang menangis, dan mengapa di sendirian di sini, kemana orang tuanya pergi."Hai." sapa Nisa.
Anak itu mendongak dan kemudian menatap Nisa. "Kakak siapa?" tanyanya sambil menghapus air matanya.
"Nama kakak Nisa. Kamu siapa?" tanya Nisa sambil tersenyum.
"Aku Dino." jawabnya pelan.
"Dino kenapa nangis?"
"Tadi Dino denger kata mama sama dokter kalo Dino nggak bakal bisa sembuh lagi. Tadi Dino liat kalo mama nangis." jawabnya dan kemudian kembali menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Nisa [COMPLETED]
Teen Fiction[REVISI] Hey kamu! Iya, kamu. Kamu yang sudah mencuri semua mimpi-mimpiku. Kamu lebih indah dari mimpi dan membuatku sulit tertidur karena terus memikirkan dirimu. ~MMR~ Mario Malviano Ravindra si cowok tampan dan cerdas. Namun, karena sifatnya yang...