Part 13: Rindu

289 25 0
                                    

"Rio...!" teriakan seorang gadis itu membuat Rio harus memutar kepalanya ke belakang untuk melihatnya.

Sudah ada seorang gadis yang sedang berlari kecil menghampirinya dengan membawa sebuah map berwarna biru.
Rio sudah membalikkan badannya. Dilihat gadis yang sudah berada di depannya itu. Gadis itu masih ngos-ngosan dan berusaha menetralkan nafasnya.

"Gue panggilin dari tadi nggak nyaut-nyaut lo" gadis itu menegakkan tubuhnya dan kemudian menyerahkan mal tersebut kepada Rio.

Rio mengernyit. Belum paham dengan maksud gadis itu menyerahkan map tersebut. Tangannya terulur meraih mal biru itu. "Apaan nih?" tanya sambil membuka map tersebut.

"Proposal buat acara festival budaya. Lo masih inget kan yang dibilang sama Pak Budi buat acara ini?"

Rio mengangguk menjawab pertanyaan Rina. Ia juga masih ingat jika sekolahnya akan mengadakan festival budaya. Mata Rio masih meneliti isi proposal tersebut.

Kedudukannya sebagai wakil ketua OSIS juga membuatnya harus mempertimbangkan sebuah keputusan. Terlebih ini adalah acara sekolah dan pastinya harus sukses dan lancar.

"Terus nanti gimana acaranya?" tanyanya kepada Rina yang berdiri dengan melipat tangannya di depan dada.

Rina menurunkan tangannya. Ia berjalan untuk duduk di pinggiran kelas. "Jadi nanti bakal ada pentas untuk seni. Anggota yang lain juga sepakat kalo kita buat acara ini lebih menarik dengan seluruh siswa pakai baju adat yang berbeda-beda. Gimana lo setuju nggak?"

Rio berfikir sejenak. Mengapa ia harus peduli dengan acara sebesar ini. Dan mengapa Aksa yang sebagai ketua OSIS malah pergi ke Singapur ikut dengan kedua orang tuanya dan membuatnya harus menggantikan posisi Aksa dan menjalankan seluruh kewajibannya. Rio memijat pangkal hidungnya dan kemudian menutup map itu.

"Yaudah kalo gitu kasih ini sama pembina kita." katanya sambil mengulurkan kembali map tersebut. "Sekalian buat brosur dan bagiin sama anak-anak biar mereka semua pada tau dan ikut. Ini acara wajib dihadiri seluruh siswa."

Rina mengangguk paham "oke nanti gue buatin brosusrnya. Gue cabut dulu ya," pamitnya dan kemudian diangguki oleh Rio.

*****

Nisa berjalan menuju kantin dengan perlahan. Kakinya memang sudah sembuh, namun belum sepenuhnya pulih. Sebenarnya Nisa tidak berminat untuk pergi ke kantin. Ia bisa saja menitip makanan kepada Citra untuknya. Tapi ia sudah ingin membuat kegaduhan di dalam kantin dan tak lupa ia juga sudah lama tidak memakan batagor di kantinnya itu.

Sesampainya di kantin benar saja semua mata tertuju kepadanya. Bukan melihat wajahnya melainkan kepada kaki kanannya yang sudah mulai membaik.

"Halo semuanya!" sapanya kepada seluruh isi kantin.

Mereka semua mengembangkan senyumnya. Belakangan ini mereka tidak melihat wajah ceria Nisa. Dan saat ini gadis periang itu akhirnya sudah ada di kantin dan kembali menampilkan wajah cerianya.

"Ibu..! Apa kabar, Nisa udah kangen nih nggak makan batagor." Nisa melambaikan tangannya kepada ibu-ibu kantin langganannya.

Wanita itu pun tersenyum hangat. "Aduh Nisa, ibu denger kaki kamu lagi sakit kok malah udah jalan sendiri gini?"

Nisa mengangguk dan kemudian mengambil salah satu kuaci di depannya.

"Iya buk, Nisa udah bosen diem terus Nisa kan juga kangen kantin" gadis itu terkekeh.

"Batagornya satu ya buk," pinta Nisa dan kemudian dijawab acungan jempol oleh wanita itu.

Nisa berjalan untuk duduk setelah memesan batagor untuknya. Tidak biasanya Indy dan Citra datang terlambat. Biasanya mereka berdua akan bergerak cepat mengikutinya apalagi urusan makanan.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang