Part 14: Ruang Musik

278 25 0
                                    

Rio berjalan mendekati Nisa yang masih duduk dengan sebuah gitar di pangkuannya. Ia cukup terpesona dengan suara gadis itu yang membuatnya tanpa sadar bertepuk tangan. Lagu yang dibawakan oleh Nisa memang pas dengan petikan lagunya. Tak menyangka jika gadis itu juga ahli dalam bermain gitar.

"Suara lo boleh juga." pujinya sambil memegangi salah satu stick drum. "Tapi lo bukan tipe gue" ujarnya kembali.

Nisa memijat pangkal hidungnya dan sedikit terdapat cairan akibat tangisnya tadi. Merasa aneh dengan apa yang diucapkan Rio. Dia juga mengakui jika suaranya itu bagus, tapi apa hubungannya dengan tipe ceweknya. Tidak masalah jika memang dirinya bukanlah tipe yang diinginkan oleh cowok itu. Bukankah itu yang membuat Nisa tidak harus berpedoman pada tipikal gadis seperti yang diharapkan cowok itu. Malah dengan kepribadian Nisa yang berbeda memiliki daya tarik tersendiri.

"Terus apa hubungannya sama gue?" tanya Nisa sambil meletakkan gitar itu ke tempatnya semula.

"Bukannya lo salah satu diantara sekian banyak cewek yang ngejar-ngejar gue?" tanyanya dengan penuh percaya diri.

Nisa mengiyakan pertanyaan Rio dalam hati. Memang ia salah satu diantara sekian banyaknya siswi yang mengejarnya.

Nisa mengangkat sebelah alisnya. "Pede banget lo" seperti orang yang sudah ketahuan, namun Nisa berusaha menghilangkan kegugupannya.

Rio tertawa hambar, masih belum puas dengan perkataan Nisa. "Masa sih lo nggak tertarik sama gue. Secara gue 'kan ganteng, pinter." puji dirinya sendiri masih dengan wajah sombongnya.

Sudut bibir Nisa terangkat membentuk sebuah senyum yang tipis. "Kalo gue bilang gue suka sama lo dan gue nggak bohong gimana?" sebuah pernyataan secara tidak langsung terlontar dari mulutnya.

Rio nampak terdiam. Merasa tertampar dengan perkataan Nisa yang membuatnya tidak bisa berkata-kata.

Nisa berjalan mendekat kepada Rio yang masih diam sambil memegangi stick drum. Pandangannya tak lepas dari mata hitam milik laki-laki yang selama ini pemilik hatinya.

"Gue tau lo banyak yang nyukain dan pasti mereka selalu lo tolak mentah-mentah 'kan. Gue cuma mau bilang sama lo kalo bukan gue yang bakal ngejar-ngejar lo, lo pernah bilang 'kan kalo lo nggak suka sama gue dan gue bukan tipe lo? Tapi nanti lo bakal kemakan juga sama omongan lo sendiri."

Perkataan itu spontan keluar dari mulut Nisa. Bahkan Nisa sendiri merutuki mulutnya sendiri yang sudah seperti rem blong yang tidak bisa ikut diajak kompromi.

Rio yang mendengar itu seakan ingin melotot. Bahkan ia sudah berusaha mengatur detak jantungnya yang berdetak kencang saat Nisa mulai berjalan mendekatinya. Ditambah dengan penuturan gadis tersebut jika nanti dirinya akan jatuh dalam pesonanya.

Rio mengangkat sebelah alisnya berusaha menghilangkan perasaan aneh yang ia rasakan saat ini. Dilihatnya wajah Nisa yang semula datar kini berganti dengan sebuah senyuman hangat plus dengan lesung pipi yang menghiasi wajah manis tersebut.

Nisa berdehem yang membuat Rio kembali tersadar. Dengan segera Rio memutuskan kontak matanya yang tidak ia sadari sudah lama memandang wajah manis gadis yang ia sebut gadis gila ini.

Nisa mengibaskan tangannya "Ah, anggep aja omongan gue tadi cuma angin lewat dan nggak usah lo pikirin. Makasih atas pujiannya tentang suara gue."

Nisa menghembuskan nafasnya melihat Rio yang menatapnya dengan wajah datar. Mengedikkan bahunya untuk tidak peduli. Perlahan ia menepuk pundak cowok itu dan meninggalkannya di dalam ruangan musik.

Pikiran Rio melayang dimana ia mengingat secara tidak langsung mengetahui jika Nisa menyukainya dan bukan hanya itu, sudah banyak gadis-gadis yang menyatakan perasaannya kepadanya dan ia tolak. Namun, saat melihat Nisa, kegigihan gadis tersebut untuk mendapatkan perhatiannya walaupun sudah sering ia memaki gadis itu dengan sebutan gadis gila, tidak membuat gadis itu patah semangat untuk memperjuangkan cintanya.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang