Part 15: Marah

283 24 0
                                    

"Nisa nggak lupa kok bun,"

Anna sempat melirik sekilas dan kemudian kembali membuka obat tersebut satu persatu dan diberikannya kepada Nisa.

Nisa menerima beberapa obat tersebut. Ada beberapa obat yang ia genggam. Nisa meneguk ludahnya saat melihat salah satu obat yang besar. Berfikir bagaimana ia akan menelan obat tersebut.

"Jangan diliatin terus, nih diminum" kata Anna sambil menyodorkan segelas air putih.

Nisa meminum beberapa obat tersebut yang akhir-akhir ini harus rutin ia konsumsi. Setelah mengusap bibirnya yang basah karena air, Nisa meletakkan gelas yang sudah kosong itu di atas meja belajarnya. Dilihatnya wajah bundanya yang tersenyum. Masih dengan raut wajah yang menunjukkan ketakutan dari bundanya. Nisa menggenggam erat tangan Anna. Mencoba meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Udah dong bun, bunda jangan banyak pikiran. Nisa nggak papa kok." ucapnya yakin sambil menepuk pelan dada kirinya sambil menyengir.

Anna tersenyum dan kemudian membelai lembut wajah putrinya. "Bunda cuma khawatir aja sayang."

Tangan Nisa yang semula menggenggam tangan Anna, kini beralih memegang kedua pundak bundanya.

"Bunda, kalo misalkan bunda takut atau khawatir gimana bunda bisa meyakinkan Nisa kalo Nisa bakal sembuh. Nisa cuma pengen bunda kasih dukungan dan selalu ada buat Nisa."

Anna mengangguk, melihat senyuman di wajah putrinya membuat hatinya seperti teriris. Mengapa putrinya harus mengalami hal yang seperti ini. Anna mendekat dan kemudian mengecup kening dan kedua pipi Nisa dengan sayang.

"Yasudah, kamu istirahat ya. Kalau ada apa-apa bilang sama bunda jangan diem aja ya." perintah Anna. "Satu lagi, jangan lupa kaki kamu dikasih krim dulu sebelum tidur, ya."

"Siap Bu Bos" ucapnya sambil memberikan hormat.

Nisa melihat bundanya yang berdiri dan kemudian berjalan keluar kamar. Pandangannya tertuju pada punggung bundanya yang terus berjalan sampai benar-benar hilang ditelan daun pintu.

***

Pagi ini dengan suasana yang sudah cerah, masih menyisakan beberapa air yang menggenang akibat hujan semalam. Jalanan pun masih basah, namun tidak membiarkan semua orang berdiam diri di rumah dan kembali menjalankan aktivitasnya.

Dengan santai Nisa berjalan menyusuri koridor. Memberikan senyuman hangat di pagi hari kepada semua orang. Sesekali ia berjalan sambil memainkan beberapa gelang yang bersama sebuah jam tangan berwarna hijau army yang ikut meramaikan pergelangan tangannya.

"Good morning everybody!" sapanya kepada semua orang yang sudah ramai di kelas.

Mereka semua membalas 'morning' dengan kompak. Nisa berjalan menuju bangkunya, namun raut wajah yang menunjukkan kegembiraannya berubah ketika melihat Citra yang sedang menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangan yang menopangnya.

"Kenapa dia?" tanya Nisa kepada Indy.

Indy mengedikkan bahunya. Nisa yang peka dengan apa yang dilakukan Indy kini ia beralih untuk duduk di samping Citra. "Karena Faisal lagi?" tanya lagi mencoba memastikan.

Indy menghembuskan nafas lalu mengangguk. "Iyalah siapa lagi. Bego banget tuh bocah." makinya geram.

Nisa sempat berfikir sejenak, Citra adalah gadis yang baik sedangkan Faisal yang merupakan pacarnya selalu saja membuat hatinya sakit. Masihkah ada yang kurang dengan Citra? Selama ini sahabatnya selalu saja mengalah dengan Faisal yang belum bisa bersikap dewasa.

"Udahlah Cit, lo jangan gini dong. Mendingan lo putusin aja dia daripada lo sakit hati terus" saran Nisa sambil menepuk bahu Citra.

Citra mendongak kemudian menghapus air matanya. Mencoba untuk mengangguk. Indy dan Nisa saling melempar tatapan sebelum keduanya saling menghela nafas lega.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang