Part 22: Ajakan Ara

268 20 0
                                    

Farzan menghela nafasnya berat dan dengan cepat mengangguk mengiyakan ucapan Nisa. "Iya, iya. Nanti gue bilang sama om Dani sama bunda juga. Tenang aja lo bakal pulang kok"

Sebenarnya yang laki disini siapa sih. Dirinya atau Nisa, mengapa nyalinya menciut seperti ini. Tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan Nisa atau nantinya ia akan semakin didesak oleh Nisa.

Nisa berdehem dan memposisikan tubuhnya untuk tidur. Pusing tiba-tiba datang lagi. Membuat kepalanya seperti berputar-putar tidak karuan. Segara ia menutup matanya untuk menghilangkan rasa sakit itu. Berharap sakitnya akan hilang ketika ia bawa untuk tidur.

***

"Ya ampun Cit kok lo bego banget sih! Kenapa lo tumpahin di buku gue sih?!" Indy mengambil bukunya yang halamannya setengah basah karena terkena tumpahan air mineral Citra.

Sedangkan Citra menggaruk tengkuknya dan kemudian menutup botol minumnya. "Maaf Ndy. Gue nggak sengaja"

Indy kebingungan sendiri karena itu adalah buku catatan matematika yang ia pinjam dari Nisa. Gawat jika Nisa tahu tulisan yang ada di bukunya rusak karena terkena air. Basah tidak masalah karena nantinya bisa kering. Tapi setelah kering buku itu akan menjadi keriting. Tamatlah riwayatmu Indy.

"Bisa kena omel deh gue sama ibu negara" Indy mengipasi buku itu dengan bukunya yang lain. Pokoknya harus kering dan tidak boleh keriting. Sudah habis jika bukunya nantinya keriting.

"Jemur aja di luar, siapa tau kering nanti. Lagian Nisa juga nggak berangkat 'kan, lo nggak bakal kena marah sama dia" perkataannya sedikit sinis ketika mengucapkan itu.

Sebenarnya Citra masih marah dengan Nisa karena kejadian di kantin waktu itu. Sejujurnya Citra tidak bisa marah dengan Nisa, hanya kesal terhadap Nisa. Tapi bukannya itu berlebihan. Hanya karena Faisal yang sampai sekarang juga marah kepadanya, hubungan persahabatannya dengan Nisa sedikit renggang. Citra sendiri bingung harus bagaimana yang jelas ia masih kesal dengan Nisa.

Indy membawa langkahnya menuju keluar kelas untuk menjemur buku Nisa yang basah. Meletakkannya di atas bangku yang langsung terkena cahaya matahari. Indy membalikkan tubuhnya. Hampir saja ia ingin mengumpat ketika melihat Farzan yang sudah berdiri di hadapannya dengan tersenyum hangat. Jangan tanyakan bagaimana wajah terkejut Indy yang sangat konyol dan membuat Farzan tertawa.

"Ngagetin aja sih" refleks Indy menepuk gemas pundak Farzan.

Farzan tersenyum, menampilkan gigi kelincinya yang begitu menggemaskan. "Ngapain kamu disini?" tanyanya sambil melirik ke arah bangku yang di atasnya terdapat sebuah buku yang terbuka.

Indy mengikuti arah pandangan Farzan, "oh, itu bukunya Nisa tadi nggak sengaja ketumpahan air minumnya Citra jadinya basah, makanya aku jemur"

Mulut Farzan membulat berbentuk O dan menganggukkan kepalanya paham. Tidak ada angin topan maupun badai, tiba-tiba saja di belakangnya terdengar suara tawa yang menggelegar. Tentu saja itu tawa dari Aksa dan Ipul yang sudah ada di belakangnya.

"Ck, ganggu aja sih lo pada" gumamnya namun masih dapat didengar oleh kedua sahabatnya dan Indy.

Aksa menghentikan tawanya dan mulai membisikkan sesuatu kepada Ipul.

"Eh ngapain lo bisik-bisik, nggak sopan banget sih" tanya Farzan dengan nada tidak suka.

"Oh enggak. Kepo deh lo" jawab Aksa sambil cengengesan.

"Lagian kenapa kalian tiba-tiba dateng gini. Ganggu aja sih" ucapnya sambil melirik ke arah Indy yang sedang menunduk karena malu.

"Makanya sekolah tuh buat belajar bukan buat bucin" celetuk Ipul yang mendapatkan dua jempol dari Aksa.

Diary Nisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang