Jangan lupa memberi kritik dan saran dengan bahasa sopan ya.
... Happy Reading ...
Nilai gue jadi ancaman? Hah, kagak perduli gue. Mohon maaf nih ya, bukannya riya, bukan. Tapi faktanya jika nilai gue diambil sepuluh pun gue tetap bisa menyandang gelar juara umum setelah Arlen. Yah meskipun sikapnya barbar, Arlen itu anaknya pintar loh, bahkan bisa dikatakan jenius. Kepintarannya lumayan mendominasi diberbagai bidang pelajaran, kecuali matematika dan bahasa Inggris, dia pambabal kalau soal itu. Nah kalau gue pintarnya di matematika sama bahasa Inggris doang, karena entah kenapa gue suka sama pelajaran itu sejak kecil.
Gue pernah berlagak sok pahlawan buat ngajarin Arlen tentang dua mata pelajaran itu. Tapi, lo semua tahu sendirikan bagaimana teman-temannya Arlen? Nah itu dia! Posesif banget coy. Lagipula mereka juga pintar-pintar jadi saling melengkapilah. Teman gue? Yang pintar cuman Axel doang kalau Alex dia pinter sih, pintar ngeles.
"Paham?!" suara pak Koman mengalun merdu di kuping gue. Jadi berasa kaya kemasukan semut saking merdunya.
Ini pak tua kalau gue sahut 'Tidak' pasti makin nyolot. Mending kalau nyolotnya jelas, lah dia? Ngelantur ke mana-mana bray. Pernah ketika Alex dalam masalah debat sama dia, yang awalnya bahas masalah spanduk, eh malah berlanjut sama teori es batu itu dimakan atau diminum.
"PAHAM PAK!" seru kami bersamaan.
Gue bukannya ngegas, tapi kalau tidak begitu Pak Koman gak akan bagus pendengarannya. Heran gue, kebanyakan dosa apa dia sampai sulit mendengar omongan orang lain, sedangkan omongan dia sendiri bisa didengar dengan jelas.
"Baiklah hukuman kalian dimulai sore ini sehabis pulang sekolah."
Kami berdua mengangguk. Setelah itu pak Koman langsung pergi, dan Arlen juga ikut pergi tanpa sepatah katapun. Jangan heran, dia memang gitu, kecuali ada beberapa hal yang membuat dia tersulut, baru deh jiwa aslinya keluar kaya Kurama si tupai ekor sembilan.
"Hai Al!"
Baru saja gue mau balik ke kelas, langkah gue berhenti karena kuping gue yang mendengar suara jijay, ala anak alay, yang membuat tengkuk gue merinding . Siapa lagi kalau bukan cewek nanas macam Viona.
"kamu lagi ngapain? Aku tadi cari-cari kamu tapi nggak ketemu."
"Hmm."
Demi apa suaranya bray terlalu mendayu jatuhnya kedesah di telinga gue. Gue gak merespon, takut syahwat gue semangat buat nyantet dia. Akhirnya gue hanya menatap dia dengan tatapan bingung, eh yang ditatap malah pasang muka malu-malu serigala, dasar macan padahal gue cuma mikir sejak kapan tuh cewek nanas pakai 'aku kamu' bicara sama gue.
"Kamu gak masuk kelas Al?"
"Masuk."
"Masuk apa Al?"
"....."
"Al kok diam?"
"....."
"Woy Al! dicariin juga dari tadi juga, nggak nongol-ngongol. Gue kira lo diculik wewe gembel."
Woah salut gue ama sohib gue. Mereka datang tepat waktu menyelamatkan gue dari jelmaan siluman jadi-jadian.
Gue hanya diam tidak menjawab, tapi kaki gue berjalan menghampiri mereka.
"Ish Al, kamu mau ke mana?"
Pakai nanya lagi nih cewek, udah tau sohib gue manggil, ya jelaslah gue mau samperin mereka.
"Al melihara Jin yak?" tanya Axel.
Bagus Xel, bagus. Gue suka sama gaya bicara lo yang blak-blakan sebelas dua belas sama si Galaksi. Gue melirik Viona yang mengerucutkan bibirnya, njir ekspresi apa tuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not a Little Banana [END]
Teen FictionCover : baeadoraa Penulis : Nurul Hikmah [SUDAH TAMAT PART LENGKAP] Berawal dari keisengan tiga sahabatnya yang menyebabkan Alran dipaksa untuk menikahi seorang gadis mesum amburadul dengan kecerdasan unggul. Arlen tidak pernah menyangka bahwa rasa...