Dion terduduk di bawah pohon dengan wajah cemberut. Bagaimana tidak? Saat ini Angkasa tidak henti-hentinya menghujat dirinya hanya karena rencananya gagal. Padahal dulu waktu rencana Angkasa gagal dirinya tidak pernah menghujat, paling sekedar mengejek.
"Ululu kenapa anak sholeh? Sedih ya rencananya gagal?" ledek Angkasa setelah puas menghujat.
"Ck, lo bisa diam gak sih?!" bentak Dion.
"Woy! Udah-udah, jangan berantem di habitat gue!" celutuk Galaksi yang datang membawa mampan berisi beberapa buah piring kosong dan cangkir serta satu teko kaca yang berisi air es dengan perisa jeruk.
Memang sekarang mereka sedang berada di pekarangan rumah Galaksi, yang lebih mirip dengan kebun buah, sebab beraneka ragam buah-buahan tumbuh dengan subur memberi kesejukan di sekelilingnya. Semua ini tidak akan ada jika Galaksi tidak memenangkan taruhan dengan bundanya saat itu. Saat di mana bundanya keuhkeuh untuk menghias pekarangan dengan bunga, namun Galaksi bersikeras untuk menghiasnya dengan pohon buah. karena menurutnya jika pohon itu berbuah, buahnya bisa di nikmati bersama. Namun karena mereka sama-sama tidak mau mengalah, akhirnya ayahnya mengusulkan untuk mengadakan taruhan, dan siapa yang menang, maka itu yang akan menentukan. Taruhannya simple, cuman makan cabai setengah ons.
"Ga, minta garam sama cabai plus kacang sama gula aren tambah sedikit kecap yang diulek," ujar Arlen yang bangkit dari tempat duduknya.
"Simplenya bumbu rujak" imbuh Sakti yang berjalan ke arah mereka.
"Nah itu maksud gue," jelas Arlen sambil nyengir menampikan sederet gigi putih yang tersusun rapi.
"Wah, kebetulan bunda lagi bikin buat teman-teman arisannya."
"Yaudah minta sana!" suruh Arlen.
"Iya," sahut Galaksi sambil mengangguk, "tunggu di sini," Sambungnya.
"Ar lo mau ke mana?!" seru Sakti yang melihat Arlen berjalan ke arah utara.
"Manjat mangga muda!" sahut Arlen tanpa berbalik.
"Susul gih Sak, takutnya kalau dia kenapa-napa," kata Dian.
"Biar gue aja Sak," sela Angkasa.
"Eh, perasaan lo tadi disuruh Arlen cari daun pisang, sudah belum?" tanya Bima sambil menutup buku di tangannya dan memasukkannya ke dalam tas, laki-laki itu baru saja selesai membaca novel genre mature.
"Oh iya, gue hampir lupa! Kalau begitu lo aja Sak yang susul Arlen, gue mau nyari daun pisang."
Sakti menganggukkan kepalanya, "yaudah kalau gitu," ujarnya, kemudian berlari menyusul Arlen.
Sesampainya di sana, Sakti langsung duduk bersandar di batang pohon mangga yanh sedang di panjat Arlen, "Ar gimana? Berhasil?" tanyanya sambil menengok Arlen dari bawah.
"Apanya?" ucap Arlen balik bertanya dengan mata yang fokus memperhatikan dahan yang menjadi pijakan kakinya.
"Misi lo, berhasil gak?"
"Oh ... gagal," sahut Arlen sekenanya tanpa memindahkan atensinya pada setangkai mangga muda yang berusaha dia raih.
"Kok bisa?" tanya Sakti lagi.
"Kan sudah gue jelasin tadi."
"Lah mana dengar gue, guekan berak tadi."
"Yaudah kalau gitu, itu sih resiko lo."
"Ya lo cerita ulang kek, gue juga berhak tahu."
"Nanti ... lo tanya sama Bima aja."
"Tapi Ar—"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not a Little Banana [END]
Teen FictionCover : baeadoraa Penulis : Nurul Hikmah [SUDAH TAMAT PART LENGKAP] Berawal dari keisengan tiga sahabatnya yang menyebabkan Alran dipaksa untuk menikahi seorang gadis mesum amburadul dengan kecerdasan unggul. Arlen tidak pernah menyangka bahwa rasa...