Jangan lupa memberi kritik dan saran dengan bahasa sopan ya.
... Happy Reading ...
Pagi ini, Arlen memulai aktivitasnya dengan sarapan bubur ayam dan secangkir es teh di warung mang Komang bersama teman-temannya. Mereka semua anak orang kaya tapi makannya di warung pinggiran. Jika ditanya kenapa? Maka jawabannya sudah pasti karena lebih irit.
Sakti mengambil nasi bungkus bertuliskan huruf "T" yang artinya telor, sedangkan Bima mengambil bungkusan yang bertulisah "H" yang artinya hati.
"Makan hati mulu lo, heran deh gue," celutuk Dion yang mengambil satu pisang goreng.
"Dari pada lo ... makan pisang mulu, berasa punya teman kembaran Dian gue," sahut Bima.
"Lah Dion kan emang kembarannya Dian, Bim," kata Arlen.
"Dian yang ada di rumah gue maksudnya."
"Ohhh, Dian yang itu ...." angguk Arlen yang kini telah paham dengan yang dimaksud Bima.
"Emang di rumah lo ada yang namanya Dian? Perasaan cuman ada tuan Aldebarant sama nyonya Aldebarant deh, dan nama pembantu lo juga bukan Dian," tanya Angkasa.
Saat teman-temannya asik berbicara, Galaksi dengan tenangnya memakan bubur yang ada di mangkok Arlen, tanpa ada bantahan dari sang empu. Sebenarnya Galaksi sudah menghabiskan satu porsi bubur ayam, tetapi laki-laki itu sepertinya masih lapar.
"Jadi gini, kemarinkan pamannya Bima yang tinggal di desa itu, datang berkunjung ke rumah Bima. Nah, beliau membawa dua ekor monyet yang ucul-ucul, karena kedua ekor monyet itu sangat mirip satu sama lain seperti kalian, jadi ... gue saranin Bima buat kasih nama monyetnya pakai nama kalian aja," papar Arlen.
Uhuk uhuk.
Mendengar penjelasan Arlen membuat Dian tersedak pisang goreng, "laknat lo Ar!" ketus Dian, namun ketusan itu malah disambut gelak tawa teman-temannya yang memasang tampang solimi, tidak berdosa. Semua orang tertawa terkecuali Dian dan Dion.
"Ga, lo maruk banget sih," protes Arlen setelah menyadari buburnya yang berkurang setengah mangkok karena Galaksi.
"Gue masih lapar Ar," sahut Galaksi tanpa mengalihkan perhatiannya pada bubur ayamnya Arlen.
"Ya pesan lagi dong."
"Sayang duit."
"Kalau mau lagi, pesan aja nanti gue yang bayar," sahut Angkasa.
"Wah yang benar, Sa?" tanya Galaksi antusias.
Angkasa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kok cuman Galaksi doang, kita enggak gitu?" tanya Sakti.
Angkasa menghela napas, tuh kan, pasti ujung-ujungnya gini.
"oke, semuanya gue yang bayar," pasrah Angkasa.
"Punya gue gak usah Sa, biar bayar sendiri aja," tolak Alren.
Galaksi melirik Arlen yang menolak dengan raut wajah yang kurang meyakinkan, "alah pencitraan!" ketusnya.
"Gagapapa Len, gue ikhlas kok."
"Yaudah deh kalau lo memaksa."
"Tuh kan gue bilang juga apa," sinis Galaksi.
*****
Seusai sarapan mereka berjongkok di taman sambil memungut daun-daun kering yang jatuh berserakan. Hari ini jadwal kerja bakti sosial di lingkungan sekolah, yang mana kegiatan ini rutin dilaksanakan sebulan sekali, tepatnya akhir bulan. Para siswa dan siswi diwajibkan untuk bersih-bersih selama jam pelajaran, dan akan istirahat jika waktu istirahat tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not a Little Banana [END]
Teen FictionCover : baeadoraa Penulis : Nurul Hikmah [SUDAH TAMAT PART LENGKAP] Berawal dari keisengan tiga sahabatnya yang menyebabkan Alran dipaksa untuk menikahi seorang gadis mesum amburadul dengan kecerdasan unggul. Arlen tidak pernah menyangka bahwa rasa...