Pulang

11.5K 781 45
                                    

Tekan bintang untuk menghargai author
.
.
.
.
.
Happy Reading

Axel terdiam mematung beberapa saat, dia masih kaget dan tidak percaya dengan apa yang ada di depannya. Matanya kini menatap Al yang mengulurkan tangan sambil tersenyum smirk.

"Hey bung, kenapa mukanya kaget begitu?" tanya Alran dengan nada mengejek.

"Alen ayo cepat masuk!" perintah Axel setelah tersadar sambil menarik paksa tangan Arlen, akan tetapi ditahan oleh Al.

"Mau dibawa ke mana istri gue?" tanya Alran dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

"Maaf, tapi sepertinya anda salah orang. Alen adalah calon istri saya dan kami sudah bertunangan selama lima tahun," jelas Axel sambil menarik kembali tangan Arlen.

"Pfftt, omong kosong apa yang lo bicarakan Axel?" tanya Alran sambil menutup mulutnya, menahan tawa yang dibuat-buat.  "Ahh maksud gue, Leo ...," sambungnya dengan senyum mengejek.

"Saya sarankan anda segera pergi dari sini sekarang, kami tidak menerima tamu yang tidak berotak seperti anda," ujar Axel berusaha santai.

"Tidak usah formal begitu, kita inikan teman, ah salah ... maksud gue sahabat. Dan emmm, gue akan pergi bersama istri gue, setelah dia selesai dengan urusannya."
"

Penjaga!" teriak Axel, seketika membuat segerombolan orang berpakaian seragam warna hitam langsung berkumpul di halaman.


"Bawa pergi tunawisma ini," perintahnya.

"Baik tuan," sahut salah seorang dari mereka.

"Masuk," gumam Al sambil menatap Axel dengan tatapan tajam.

Axel melebarkan matanya ketika melihat sekitar duapuluh buah mobil fortuner yang memasuki pekarangan rumahnya. Sekitar 100 orang berseragam biru tua turun dari dalam mobil memenuhi sekitaran rumah Axel.

"Sial," batin Axel.

Axel menarik paksa tangan Arlen membuat Arlen terseret-seret mengikuti langkahnya, belum lagi cengkramannya yang begitu kuat membuat Arlen meringis sakit.

"Akh, Axel pelan-pelan. Dengerin dulu pen ...."

"DIAM!" Bentak Axel membuat Arlen mengatupkan bibirnya rapat.

Melihat itu, Al langsung menyusul Axel dengan langkah lebar, tangannya mencengkram bahu Axel dan memutarnya agar tubuh Axel menghadap dirinya.

Bugh

Bugh

Bugh

Al melayangkan bogeman mentah berturut-turut tepat di wajah Axel. Pria terhuyung ke belakang merasakan pening di kepalanya, sebercak cairan merah tercetak disudut bibir Axel.

Bugh

Bugh

Bugh

Arlen menjerit saat melihat Axel membalas Al dengan balasan yang setimpal. Axel tersenyum miris mendengar jeritan Arlen yang terdengar begitu khawatir ketika dia memukul Al, sedangkan ketika dia dipukul gadis itu hanya menatap takut-takut tanpa memasang mimik khawatir.

"CUKUP!" teriak seseorang dengan suara bariton yang khas.

Juki berjalan dengan raut wajah sulit dijelaskan, dia menghampiri Arlen yang sedang ketakutan dengan tergesa dan berlari kecil.

"Lo gapapa?" tanya Juki dengan raut wajah cemas.

Arlen menggelengkan kepalanya, "g-gue, gapapa," jawabnya.

"Syukurlah," gumam Juki tersenyum lega sambil memegang pundak Arlen.

"Mana?" tanyanya.

"Maksudnya."

"Tanda tangan IU seperti yang kemarin lo janjikan."

Arlen menganga tidak percaya, bisa-bisanya Juki berucap seperti itu disaat situasinya seperti ini. Arlen sempat merasa GR saat Juki menunjukkan kekhawatirannya, tapi ternyata Juki hanya mengkhawatirkan tanda tangan idolanya, bukan dirinya. Arlen membuka tasnya sambil mendengus, dia mengeluarkan selembar sapu tangan dan melemparnya ke arah Juki.

"Nih ambil!" ketus Arlen.

"Jangan dilempar gitu dong, ini sangat berharga buat gue," protes Juki.

Juki menghirup dalam-dalam aroma IU yang melekat di saputangan itu. Senyum sumringah tercetak jelas di wajah laki-laki manis itu.

"Huwa, makasih Arlen!" seru Juki sambil merentangkan tangannya berniat memeluk Arlen.

Juki terheran-heran saat tubuhnya berjalan mundur. Dia berpikir apakah ini sebuah jutsu, tapi ternyata ketika dia melirik ke belakang, ada Al yang menarik kerahnya bajunya dengan raut wajah datar.

"ARLEN!" teriakan menggema di depan pintu membuat semua orang mengalihkan atensinya.

"Kalian ...," ucap Arlen tidak percaya dengan mata berkaca-kaca.

"Bogosipda!" teriak Sakti sambil berlari untuk memeluk Arlen disusul teman-temannya.

"Bagaimana kalian bisa sampai di sini?" tanya Arlen menatap satu persatu wajah sahabat-sahabatnya.

Manik Arlen terhenti pada wajah Angkasa yang tampak lebih dewasa dari sebelumnya. Pria itu menyunggingkan senyum manis yang membuat Arlen lega. Karena dirinya beranggapan jika Angkasa tidak lagi memiliki obsesi pada dirinya.

"Al yang kasih tau kita kalau lo ada di sini," ujar Sakti mewakili.

"Dan sekarang, kami menjemput lo untuk pulang," sambung Bima.

"Sebentar," kata Arlen berlari ke arah Axel dan Al yang menatap mereka dengan ekspresi berbeda.

"Aku mau ngomong sama Axel, empat mata," ujar Arlen.

Ada terbesit perasaan tidak suka pada Alran, ketika dirinya melihat Arlen menautkan tangannya pada tangan Axel, akan tetapi pria itu hanya mengangguk pasrah dan mengiyakan.

Arlen menarik tangan Axel ke dalam kamar. Gadis itu menatap Axel dengan tatapan sendu.

"Axel, aku tahu ini berat, tapi pernikahan bukanlah sebuah mainan yang bisa diatur sesuka hati dan sekehendak perasaan. Rumah tanggaku itu milikku, dan aku ingin mempertahankannya sesuai hukum agama. Axel aku miliknya bukan milikmu, aku untuknya bukan untukmu, aku yakin kelak kau akan mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku mohon lepaskan aku, dan biarkan aku pulang ke tempat di mana aku harus pulang.

Axel, tolong percaya satu hal, bahwasanya cinta sejati tidak akan pernah kanu dapati jika hatimu dipenuhi obsesi."

"...."

"Menunduklah," pinta Arlen.

Tanpa bantahan, Axel menundukkan kepalanya mempermudahkan Arlen untuk menghapus airmatanya yang mengalir entah sejak kapan. Arlen meraih tengkuk Axel dan mencium pelipis Axel dengan penuh kasih sayang.

"Tolong ...," lirih Arlen serak menahan tangis.

Axel membuang wajahnya dengan menatap ke sembarang arah.

"Pergilah," sahut Axel.

Tanpa banyak tanya Arlen mengangguk sambil tersenyum bahagia.

"Aku pergi, terimakasih," ujar Arlen berbalik meninggalkan Axel.

Ting

Axel membuka ponselnya setelah mendengar suara notifikasi.

Aku bilang juga apa, kalau jodoh itu tidak akan ke mana.

Bersambung.....

Mohon maaf kali ini partnya pendek:)

I'm Not a Little Banana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang