Anyeong, apa kabar? Semoga hari kalian menyenangkan.
..... Happy Reading .....
Fajar menyingsing, sinar matahari menerobos masuk tanpa permisi menyinari Arlen yang tengah meringkuk memeluk lutut di salah satu sudut dengan rasa takut. Bukan takut diperlakukan tidak baik. Dia hanya takut kalau dia tidak bisa pulang untuk menagih semua hutang-hutang tetangganya. Sebab uang yang dia pinjamkan adalah hasil kerja kerasnya sendiri bukan milik Al atau pemberian orang tuanya.
Membahas Al, ngomong-ngomong apa yang sedang dilakukan orang itu? Apakah dia berpikir untuk mencarinya atau malah sebaliknya, melupakannya dan mencari istri yang baru(?).
"Positive thingking Arlen. Gue yakin ini bukan drama Indosiar," Arlen membatin sambil mengusap dadanya.
Bunyi gemericing kunci membuyarkan lamunan Arlen. Saat pintu terbuka seorang pria mengenakan pakaian warna pink menyembul di balik pintu membawa mampan berisi berbagai hidangan.
"Ngapain lo diem di situ Tong, main sama nyamuk?" tanya orang itu setelah sampai di depannya.
"...."
Ini orang kelewatan bacot apa(?) Arlen langsung menatap sinis orang itu, namun orang yang ditatap malah senyam-senyum tidak jelas seperti pasien rumah sakit jiwa.
"Udah selesai ya ngamuk-ngamuknya?" tanya orang itu sambil memasang tampang senyum nengejek membuat Arlen mengatupkan bibirnya karena kesal setengah mati.
Arlen melotot, menatap tajam orang yang berdiri di depannya. Ternyata orang itu mendengar teriakannya, tetapi kenapa tidak sedikit pun punya niatan mengeluarkannya(?).
"Dasar human miskin akhlak!" batin Arlen.
Mungkin gadis itu lupa, kalau yang berdiri di depannya itu adalah seorang penculik. Mana ada penculik mau membebaskan korbannya tanpa timbal balik.
"Btw, gue bawa sarapan buat lo," kata laki-laki itu sambil menyerahkan mampan yang tadi di bawanya.
Arlen menatap hidangan yang tertata di atas mampan, dengan tatapan penuh minat. Gadis itu ingin menyentuhnya, namun dia urungkan karena takut jika ada zat berbahaya yang bisa saja dicampur dengan hidangan itu.
"Gausah mikir yang aneh-aneh, makanannya aman," celetuk laki-laki itu yang paham dengan maksud tatapan Arlen.
"Kaga percaya gue," ketus Arlen.
"Astagfirullah, suuzon aja lo sama gue."
"...."
"Gue beneran kaga bohong Mbing. Tapi kalau lo tetap nggak percaya ya sudah, biar gue aja yang makan," kata pria itu sambil mengambil kembali mampannya, namun segera ditahan oleh Arlen.
"Eh, eh, eh ... iya-iya gue percaya. Makanannya gue makan."
Arlen memakannya dengan lahap karena perutnya memang sudah keroncongan sejak tadi. Melihat cara makannya yang barbar, membuat laki-laki itu menatap Arlen dengan tatapan tidak percaya, sungguh pikirannya beranggapan jika gadis di depannya benar-benar tidak punya tatakrama.
"Kenalin, gue Juki. Lo bisa panggil gue Kookie," kata Juki memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.
Mendengar itu, alih-alih menjabat tangan Juki, Arlen malah memolototi laki-laki itu dengan pelototan tidak percaya.
"Eh Krokodel! Nama kampung gitu uhuk-uhuk ...," ucapan Arlen terpotong karena tersedak.
"Astagfirullah al adzim! Jorok banget sih lo pakai nyembur-nyembur segala! hiii bisa-bisa kena sawan gue karena semburan lo yang hukumnya najis mugholadhoh itu!" kata Juki sambil merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not a Little Banana [END]
Teen FictionCover : baeadoraa Penulis : Nurul Hikmah [SUDAH TAMAT PART LENGKAP] Berawal dari keisengan tiga sahabatnya yang menyebabkan Alran dipaksa untuk menikahi seorang gadis mesum amburadul dengan kecerdasan unggul. Arlen tidak pernah menyangka bahwa rasa...