Salah Paham🍌

16.1K 935 46
                                    

Kejadian itu sudah terlewat beberapa hari yang lalu. Kini hubungan mereka kembali seperti biasanya, kadang romantis seperti Cinderella, tapi tidak jarang seperti Tom and Jerry, seperti sekarang ini.

Alran melengos saat melewati Arlen yang tampak tidak perduli dengan kehadirannya. Dia menghentak-hentakkan kakinya saat melangkah, terlihat jelas kalau laki-laki itu mencoba mencari perhatian.

"Kau hebat," tutur Arlen tiba-tiba, membuat Al menghentikan langkahnya.

Al lantas menautkan alisnya mendengar penuturan Arlen yang tiba-tiba.

"Kau sudah melakukan yang terbaik, aku sangat bangga," ucap Arlen lagi.

Al mengulum senyumnya, dia tidak menyangka kalau Arlen akan berucap seperti itu. Al sadar kalau dia sudah melakukan yang terbaik, tapi Arlen tidak perlu memujinya seperti itu sebab, itu membuat pipi Al memerah.

"Aku mencintaimu lebih dari apa pun."

Senyum Al semakin mengambang, laki-laki sampai menggigit bibir bawahnya untuk mengontrol ekspresi wajahnya yang kelewat senang.

Alran membalikkan badannya untuk menatap Arlen, dengan malu-malu dia berucap, "aku juga mencin ... aish dasar laknat!"

Al meraih sisir kecil yang kebetulan ada di dekatnya, kemudian tanpa basa-basi Al langsung melemparnya ke arah Arlen yang sedang berbicara dengan cermin.

Pluk

"Akh!!" pekik Arlen saat sisir kecil itu menimpuk kepalanya. Arlen langsung menatap Al dengan tatapan nyalang, sedangkan Al menatapnya dengan tatapan tajam.

"Berhentilah berbicara dengan cermin! Aku tidak ingin disangka tetangga punya istri gila!" ketus Al.

Laki-laki itu teramat jengkel karena sudah beranggapan kalau Arlen tengah memuji dirinya, padahal kenyataannya gadis itu memuji dirinya sendiri lewat pantulan cermin.

"Suamiku," panggil Arlen dengan suara yang dilembut-lembutkan.

Mendengar itu, Al hanya berdecih sebagai respon. Laki-laki itu sudah terlanjur bad mood karena ulah Arlen.

"Apa kau lupa kalau kamar kita ini kedap suara?!" teriak Arlen kesal.

"Tidak perlu berteriak, aku tidak tuli," sahut Al sambil mengorek telinganya menggunakan jari kelingking.

Arlen menghela napas, lalu mengibaskan tangannya "Sudah sana pergi ... pergi."

"kamu ngusir aku? Yang punya rumah ini aku loh Ar."

"Punya kamu? Hey! ... Orang tua kita ngasih untuk kita berdua, jadi rumah ini bukan punya kamu doang."

"Nah itu tahu, sesama pemilik harusnya tidak punya hak untuk saling mengusir."

"Yaudah, kalau kamu gak mau pergi, biar aku aja yang pergi," kata Arlen yang ingin berlalu, tetapi dicekal oleh Alran.

"Et, et, et, mau ke mana?"

"Bukan urusanmu!"

"Ar lapar ...," rengek Al tiba-tiba.

Arlen memandang Al dengan pandangan jengah, gadis itu menghela napas sejenak, kemudian berjalan ke arah dapur. Melihat itu, Al memilih untuk mengekori Arlen.

"Al ada pasar malam di alun-alun. Sore ini kita pergi ke sana ya," ajak Arlen sambil mengaut nasi dari pemanas.

"Katanya pasar malam tapi perginya sore," ucap Al sebelum memakan kerupuk.

"Sore sampai malam Al," jengah Arlen.

"Tiga kali kecupan untuk sogokan."

I'm Not a Little Banana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang