Jerman🍌

9K 669 59
                                    

Arlen terbangun dari tidurnya karena rasa haus yang menganggu kerongkongannya. Tangannya meraba-raba nakas mencari gelas berisi air, karena tidak menemukannya dengan mata berat Arlen berjalan malas menuju dapur. Saat melewati kamar Axel, perhatian Arlen sedikit teralihkan, ketika matanya melihat pintu kamarnya yang sedikit terbuka dengan lampu yang masih menyala. Arlen melirik jam dinding, jarum jamnya tepat menunjukkan pukul 01:30.

"Sedang apa dia dini hari begini?" batin Arlen bertanya-tanya.

Arlen memilih masuk untuk menuntaskan rasa penasaran. Ketika pintu terbuka, netra Arlen bertemu dengan Axel yang mengalihkan atensinya saat menyadari kehadiran gadisnya. Laki-laki itu tersenyum, kemudian berjalan mendekat hanya untuk mengecup kening Arlen sesaat.

"Kamu belum tidur?" tanya Arlen.

"Belum," sahut Axel, "kamu kenapa bangun?" sambungnya balik bertanya.

"Aku haus, ingin minum."

"Sudah?"

"Belum."

"Ini minumlah, aku belum meminumnya," kata Axel sambil menyerahkan segelas air putih pada Arlen.

Arlen menyambut dan menegaknya dengan anggun.

"Kenapa belum tidur?"

"Aku sedang berkemas menyiapkan segala keperluan kita," jawab Axel.

"Keperluan kita?"

"Umm."

"Untuk apa?" tanya Arlen lagi.

"Besok kita akan pulang sayang ...," jawab Axel.

Arlen menautkan kedua alisnya karena belum sepenuhnya paham dengan ucapan Axel. "Pu-pulang?" ulang Arlen dengan nada bertanya.

"Iya pulang," jelas Axel sambil mengelus rambut halus Arlen yang panjangnya sepunggung.

"Rumah kita bukan di sini?"

"Bahkan kamu juga lupa rumah kita?" tanya Axel.

Arlen menunduk dia tidak bisa mengingat masa lalunya. Arlen sudah berusaha untuk mengingatnya tapi itu hanya akan membuat kepalanya sakit.

"Maaf," cicit Arlen.

"Tidak perlu minta maaf, jangan dipikirkan itu hanya akan membuat kepalamu sakit," tegur Axel.

"Emang rumah kita di mana?"

"Di Jerman."

"Jerman?" tanya Arlen.

"Em, dulu kamu memang tinggal di sini bersama kedua orang tuamu, tapi setelah orang tuamu meninggal karena kecelakaan, aku mengajakmu untuk pindah ke Jerman agar kamu tidak terpuruk sendirian."

"Benarkah?"

"e'em," angguk Axel.

Arlen meremas ujung bajunya. "Aku pasti sangat menyusahkanmu Yo," lirihnya dengan raut bersalah.

Mendengar itu, Axel membawa Arlen ke dalam pelukannya dan kembali mengelus rambut Arlen sambil menghirup aroma stawberry yang berasal dari tubuh gadisnya itu.

I'm Not a Little Banana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang