Hitam Putih

6.1K 218 173
                                    

   "Sampai kapan sih, sifat kasihan itu kamu pertahankan!" Yanis menutup laptopnya serampangan.

   Cerita Maeda yang sudah mengalir lebih dari 2 jam, membuatnya ingin mendamprat kepala wanita itu.

   "Mungkin selamanya. Aku kasihan banget sama dia. Nizar, nggak punya teman sama sekali." Maeda ikut merapikan  peralatan kuliahnya, lalu berlari menyusul Yanis yang sudah meninggalkan kelas.

   "Kasihan kok terus. Berawal dari kasihan, lama-lama muncul perhatian." Sahabat yang sekaligus mantan Maeda ini, memperpanjang langkah dan membuat keduanya berjarak cukup jauh.

   "Aku hanya kasihan, Yanis. Tidak lebih. Apa kamu tidak dengar, ceritaku tadi bagaimana? We are no more than just friend." Maeda ikut membalas kesal.

   "Just friend? Are you okay?" Yanis menghentikan langkah. Dia berbalik, dan menghadap wanita bertubuh pendek milik Maeda.

    Tangan kekar pria itu, seketika mengguncang tubuhnya. "Sekalipun kita hanya pacaran sebulan. Tapi ingat, sepuluh tahun kita bersahabat. Kamu tidak akan segila ini, Mae. Kamu ini gadis pintar. Jangan mau, di manfaatkan dia."

   "Lalu siapa yang akan menolong dia saat kesusahan?" Mereka justru terlibat adu argumen seperti sepasang kekasih yang hubungannya diambang kehancuran.

   "Bodoh amat. Kamu nggak perlu se detail itu. Kamu sendiri bukan, yang datang ke hidupnya. Tanpa dia minta, tanpa undangan, hubungan kalian akhirnya berjalan seperti ini." Todong Yanis membuat Maeda seketika mengepalkan tangan.

    "Silahkan!" Yanis mendekatkan kedua pipinya secara bergantian. Dia mengerti, sifat Maeda yang sekarang bisa mengundang sepuluh singa liar dari hutan Afrika.

    "Mae. Berhenti kasihan sama dia. Kamu hanya teman. Bukan siapa-siapanya." Yanis menyentuh kepalan tangan Maeda, dan merenggangkannya.

    "Aku tahu, Yan. Aku sadar. Argh! Friendzone sialan!" Maeda sengaja menjatuhkan tubuh. Sejadinya, wanita itu mengacak-acak kepala, hingga hijabnya terlepas.

    "Tapi, kalau memang Friendzone, kenapa aku merasakan perlakuan Nizar yang sangat spesial." Maeda kembali meracau.

    " Eits! Habis ini maghrib. Kelas-kelas udah pada kosong. Apa kamu nggak takut, hantu pojok kamar mandi, mendadak nongol." Yanis memakaikan hijab asal ke kepala Maeda. Kemudian, menyeret gadis itu untuk keluar dari bangunan fakultas.

   ***
   "Jangan lagi ikut campur dengan urusan dia." Yanis menyendokkan baso aci ke mulut Maeda. Dia tak berhenti mereminder.

    "Kamu ini pintar tapi masih polos dalam urusan cinta." Lanjutnya.

   Bukkk!!!
   Punggung Yanis menjadi bogeman, setelah tadi di gedung fakultas batal di lakukannya.

   "Kalau masih polos, kenapa mantanku sudah tiga? Kenapa juga Nizar mendekati aku? Secara tampilan, style ku bukan type-nya. Make-up ku??" Maeda memotong bicaranya sebentar, sebelum kemudian mengeluarkan bedak rangkap dengan cerminnya.

    "Kamu tahu Nizar,kan? Bagaimana bila suatu saat kita benar-benar jadian?"
Pluk! Suara mantap timbul saat Maeda menutup bedaknya.

   "Mending jangan menaruh harapan. Aku takut saja, bila kamu sebatas dijadikan dia singgahan sementara." Yanis berusaha bijak. Bukan sok menggurui. Dia paham, temannya yang sudah kehilangan akal sehat itu harus segera dibangunkan.

    "Nizar nggak mungkin sejahat itu. Dia jebolan pesantren, Nis. Nggak seperti kita. Dia paham kok, wanita seperti aku yang harus dia perjuangkan."

   Mendengar kalimat ini, hati Yanis sudah bersorak sorai melebihi tim bola andalannya masuk final. Sekali lagi, dia harus memahami, cinta sudah membekap seluruh aliran darah di tubuh temannya, hingga dua bulan ini hanya nama Nizar yang tak lepas di ucapkan.

  "Mae."

  "Apa? Nggak perlu panggil-panggil. Kalau ujungnya nggak penting."

   "Lebih baik kamu cari pengganti deh, biar kamu nggak seaneh ini!" Seusai Yanis menyunggar rambutnya. Tubuh Maeda yang masih  membungkuk, sibuk menikmati Baso aci kantin kampus tiba-tiba ditariknya.

   "Pengganti?"

   "Maksud aku, tinggalkan Nizar. Hindari circle pertemanan dengan dia. Dan, coba kembali membuka hati. Kamu jomblo sudah hampir 3 tahun, lho. Teman kamu laki-laki juga banyak. Mungkin,"

   "Mungkin apa? Mungkin kamu masih berkesempatan buat jadi pacar aku? Gitu?" Maeda menyesal telah melewatkan 3 menit untuk meladeni omongan Yanis.

   "Bukan, bukan. Tolong dengarkan aku, kamu pernah berharap bukan? Dulu sih, saat kita masih jadi MABA, (Mahasiswa Baru) Mas Arok,"

  "Iya, ada apa dengan Pemred tukang PHP itu." Maeda tak peduli dengan Yanis yang masih ngoceh ngalur-ngidul.

   " Halah, sok ngatain dia. Padahal hati kamu, sebenarnya masih ngarep kan?" Yanis berusaha mengembalikan otak Maeda dengan normal.

   "Kamu berkesempatan besar, buat dekat dengan dia lagi." Imbuhnya.

   "Masih pukul 6. Jangan ngigau. Mending kasih saran aku, buat dekat dengan pria yang lain. Atau tetap merekomendasikan Nizar. Percayalah, dia idaman sekali." 

    Maeda si kepala batu. Yanis bersyukur tidak ada buku dongeng anak-anak yang berjudul seperti itu.

   "Kalian dulu pernah dekat, nyaris saja jadian. Tak ada salahnya buat kembali berjuang. Ning Rizza, meninggalkannya. Dia masih menjomlo dan sekarang tengah menyelesaikan Tesisnya. Peluang tuh, buat foto pasangan di wisudanya." Yanis sangat percaya diri mempromotori Mas Arok.

   "Itu bukan solusi, Yan. Aku minta pendapat kamu, bagaimana kelanjutan hubungan aku dengan Nizar?" Maeda justru  melipir ke bahasan awal yang jelas-jelas serumit benang.

   Nizar adalah teman baru Maeda. Dulu, baru satu minggu berkenalan, namun hubungan mereka sudah sedekat Pak Tani dengan cangkulnya. Dilihat dari gerak-geriknya, Nizar dan Maeda bukan sebatas teman, namun keduanya bukan pula sepasang yang sedang pacaran.

  "Sudahi, sebelum kamu merasakan sakitnya ketidak jelasan suatu hubungan. Kamu sudah bilang hanya teman. Tapi kamu masih saja mati-matian memperjuangkan. Berusaha ada untuknya. Stop! Jangan seperti itu, Maeda."

   ***
Assalamualaikum.
Bab pertama sesuai judulnya Hitam Putih, alias Abu-abu. Banyak filosofi bilang menunjukkan ketidak jelasan. Seperti Hubungan Nizar dan Maeda yang tidak jelas. Disini hanya intro, di tunggu di bab selanjutnya ya... Bagaimana detail ceritanya.

Jang Mi
Senin, 23 Maret 2020
 

Sebening Cinta Maeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang