Tidak lama setelah kepergian Nizar, Maeda ikut meninggalkan taman fakultas. Bukan mengikuti kepergian temannya, melainkan menjemput Hani yang tiba-tiba saja ada di Fakultas Ekonomi.
Arok belum pernah menyinggung track record pendidikan dan riwayat pekerjaan Hani. Bisa jadi, dia mahasiswi di salah satu kampus yang terletak di Bandung, dan sekarang tengah menjalani libur.
Libur Tengah semester, atau mungkin libur minggu tenang.
Hani menuturkan kalau dia berada di gedung Ekonomi B lantai 4 ruang 403. Untungnya, Maeda tidak sedang ada janji dengan siapapun.
Tujuan hari ini ke kampus, sebatas mengantar SOP kepada kepala laboratorium, dan hasilnya disetujui. Dua bulan ke depan dia akan bergentayangan keluar masuk ruangan di lantai dua itu.
"Kok bisa sih, dia ada disini. Bukannya, Mas Arok bilang, hari ini Hani ada di rumah Mbak Ambar, ya?" Maeda memutuskan berjalan, sekalipun jarak fakultas saintek dan ekonomi cukup jauh dari jangkauan.
Sesekali otaknya merotasi kepingan memori kala di taman Fakultas tadi. Maeda mengambil nafas, kembali membuang, berusaha menciptakan ketenangan saat kakinya masih menapak santai.
"Semuanya nggak ada yang salah. Aku saja yang salah. Dan perasaan, kalimat ini sudah sering ku ucap berulang kali, tetapi sama sekali tak menunjukkan hasil. Astaghfirullah." Maeda memegangi tas selempangnya sambil berujar.
Suatu kebetulan, tidak sengaja dia bertemu Pak Ikhya' saat di belokan menuju papan fakultas ekonomi.
"Bagaimana kabarmu, Mae?"
Dalam hati, sebenarnya ia tak senang. Karena Pak Ikhya' juga terlibat dalam kepindahannya Maeda dari kos Mbak Inayah. Namun ingat Mae, dia dosen kamu. Kamu pernah jadi mahasiswi favoritnya.
"Alhamdulillah, baik Pak. Semoga Pak Ikhya' selalu dianugerahi keberkahan dan kesehatan." Maeda lagi-lagi harus membalas dengan sapaan yang ia lantunkan dulu.
Dulu sebelum negeri api menyerang, sebelum Bu Shofiyah mengajukan permintaan agar Nizar dan dia berjauhan.
"Kamu masih sama dengan yang dulu. Semoga perkuliahannya di lancarkan, ya. Semoga skripsi kamu benar-benar selesai di waktu yang tepat, bahkan selebihnya." Beliau yang berbeda sekarang dengan saat yang di rumah sakit, dimana kebenaran setelah itu terungkap dan tertutupi.
" Begini adanya, Pak. Tidak ada yang berkurang dari karunia yang Allah berikan." Bahkan kata-kata ini datang dari mana, Maeda menjawabnya dengan asal.
"Terima kasih ya Maeda. Kamu sudah menuruti permintaan kakak saya. Sekalipun bagi kamu mungkin sangat berat dalam menerimanya." Pak Ikhya' seolah merasa bersalah.
"Pak Ikhya' anda tidak perlu seperti itu. Justru saya yang berterima kasih dengan Bu Sofiyah, setidaknya untuk sekarang, saya bisa mengontrol diri saya dalam bersikap." Ini ungkapan sesungguhnya yang datang dari dalam hati Maeda.
Faedah dari berpisahnya Nizar dengannya, memang perlahan mendidik agar dia tidak seenaknya, menampakkan sikap kurang etis kepada pria.
Nizar sama-sama labilnya dengan dia, berbeda dengan Mas Arok, yang bisa menempatkan sikap apa saja dan bagaimana, dalam menghadapi lawan jenis termasuk saat cinta sedang mengikat sebuah perasaan.
"Ku dengar kamu sekarang tinggal di kos baru yang mewah?"
"Bukan kos, Pak. Sebuah rumah yang kebetulan sudah lama tidak ditinggali. Rumah orangtua teman saya."
Berbicara Pak Ikhya' sebenarnya tidak perlu teramat formal. Tetapi, setelah peristiwa di rumah sakit yang kurang mengenakkan, Maeda jadi sungkan sendiri .
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...