"Selamat Mae. One step closer. Kamu harus fokus, agar gelar S.Si ( Sarjana Sains) dapat segera menyemat di belakang nama kamu." Yanis memberi sekotak brownis, usai Maeda keluar dari ruang seminar.
"Terimakasih banyak, Nis. Terimakasih banyak. Alhamdulillah. Semuanya berjalan lancar." Maeda menjabat tangan Yanis erat. Hatinya sedang senang bukan main. Hanya terimakasih berulang kali yang mampu ia ucapkan.
"Duduk dulu, disana. Kamu harus ceritain gimana tadi selama mempresentasikan proposal kamu. Terus, respon ketiga penguji apakah membuat keringat kamu menjadi dingin?" Yanis memimpin, agar Maeda mengikutinya untuk duduk di suatu tempat.
Taman fakultas.
"Tempat ini belakangan menjadi ramai. Padahal, view nya kurang mendukung. " Maeda asik mengoceh tanpa memperhatikan seseorang yang sudah duduk tidak jauh darinya.
"Mae, kamu tunggu disini dulu, ya. Aku mau ke toilet. Tanganku minta dibilas, mendadak seperti melepuh." Yanis begitu saja, lari meninggalkan Maeda yang masih terus menapak kaki.
Matanya teramat sayang beralih, sekotak brownis buatan ibunya Yanis memang yang terbaik.
"Maeda." Panggil seseorang dengan kemeja licinnya berwarna maroon.
"Jangan sibuk lihatin brownis. Nanti kalau mendadak sisa separuh, bagaimana?" Pria ini masih mencoba mengalihkan Maeda.
Bagi dia, brownis adalah sesuatu yang sangat mutlak dimiliki nomer wahid, selagi makhluk tersier bernama kekasih tidak dimilikinya.
Maeda mengangkat pandangan. Di depannya, Mas Arok sudah duduk sembari menggenggam buket bunga mawar warna putih.
"Mas Arok?" Tiga langkah lagi, Maeda sudah dapat duduk disampingnya.
"Bagaimana Mas Arok bisa tau, kalau hari ini aku seminar proposal?" Sambungnya seraya duduk di samping Arok.
"Teman kamu yang memberi tau. Selamat ya, Maeda. Soon S.Si." Buket bunga berukuran sedang diberikan kepada Maeda.
Maeda mengendus wanginya? Tidak. Jangan membayangkan seperti di telenovela. Maeda hanya mengulum senyum dan mengucap terimakasih kepada seniornya itu.
Lalu bagaimana dengan getaran hati yang sempat singgah di tempat yang sama, beberapa waktu lalu?
***"Kamu dekat lagi dengan Mas Arok? Kemarin, aku lihat kalian jalan bareng. Mas Arok juga ngobrol banyak sama kamu di taman fakultas." Esoknya setelah seminar proposal Yanis, Maeda bak artis yang ditanyai temannya pertanyaan.
"Ya Allah, jalan bareng kemana? Memang sih, aku di belikan ini itu, dan di traktir. Tapi semua itu sebagai ucapan terimakasih dia." Terang Maeda.
"Dalam rangka apa? Kedekatan kalian seperti itu, hanya 3 tahun yang lalu loh. Itupun kamu yang terkesan sangat intens berusaha untuknya. Tetapi kemarin tidak." Yanis berargumen.
Mereka sedang menanti dosen pembimbing Maeda di salah satu ruangan, lantai 2.
"Mas Arok meminta aku untuk membantu Tesisnya, Nis. Dia berharap akhir tahun ini bisa menyelesaikan pendidikannya."
"Yakin? Kok aku curiga ya. Sepertinya Mas Arok memiliki maksud lain yang terselubung." Selidik Yanis, tetapi Maeda langsung menyangkalnya.
"Yanis, kamu sering gaul sama mbak-mbak senior, jadinya ngelantur. Nggak ada apa-apa. Mas Arok mengajak aku jalan bareng, sebagai bentuk terimakasih karena aku bersedia membantunya."
"Dia baik sekali. Aku juga berniat kalau seperti itu."
"Silahkan daftar ke dia. Dan, asal kamu tau, pendapat kamu soal Mas Arok kalau dia single, salah besar. Mas Arok sedang dekat dengan model. Modelnya cantik banget. Jadi, berhenti ngobrolin aku dan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...