"Mas Arok kok nggak bilang sih, kalau pergi ke Bali?" Hani mengomel, saat mengetahui story WA Arok, berupa fotos palang jalan di Pulau Bali.
"Aku hanya sebentar, Hani. Tujuanku kesini nggak liburan. Aku mengunjungi mendiang Ibuku. Jadi, maaf." Baru saja Maeda mengajaknya bercanda, kali ini giliran sang Adik yang merajuk ingin bersamanya.
"Mas, senin besok aku berpartisipasi dalam event hijab dan model. Hadir ya." Hani penuh suka cita mengundang kakaknya.
"Insya Allah. Semoga selalu menjadi Hani yang terbaik, yang senantiasa bawa penghargaan." Arok tidak ingin membahas atau melemparkan pertanyaan.
Cukup membalas sekenanya, sebelum di seberang mengatakan kalimat-kalimat panjang yang baginya teramat membuat kepalanya berdenyut.
"Mas Arok matikan ya telponnya. Mas Arok habis perjalanan jauh, Hani. Mas Arok mau istirahat." Beginilah ucapan terakhirnya dan sambungan itu terputus.
***
Maira memang tidak berencana melenggang dalam event helatan fakultasnya. Bagian dari panitia sie acara, sudah membuatnya senang. Karena, dengan cara sederhana ini, hubungannya dengan Nizar semakin dekat.
Seperti petang ini, dia, Nizar, serta para anggota sie acara sedang rapat. Mereka membahas guest star, yang mendadak bersedia, padahal sebelumnya mereka sangat menolak untuk mengisi acara tersebut.
"Vokalis dan drummer Shoutun Band, yang mengonfirmasi. Buat apa, aku mengada-ngada." Ini bagian debat panjang, yang semula pemberi wartanya diragukan.
"Shoutun Band itu, band nya anak fakultas saintek kan?" Waroh adalah anggota sie acara, yang sekarang duduk di samping Maira.
"Iya. Famous banget loh mereka." Timpal koordinator, yang seketika membuat Maira mengkerutkan kening.
"By the way, kalau famous kok, aku nggak pernah dengar ya?" Maira dengan lagak bodohnya.
"Ya Allah, Ya Kariim, yakin nih kamu nggak tau. Itu kan band nya Mas Arok." Forum itu seketika serentak menyuarakan ciyeee...
"Ngapain coba Mas Arok pakai ikut serta dalam event ini?" Maira jadi sebal sendiri. Nizar yang disebelahnya seketika terkekeh.
"Ngapain?" Nada bicara Nizar sengaja meledek. "Tentunya buat nemuin kamu lah Ra. Masa nemuin aku?"Dia memang sengaja menggoda kekasihnya.
"Teman-teman, coba kalian hubungi salah satu personelnya. Barangkali mereka masih timbang-timbang." Maira kembali bersua dalam forum.
"Kenapa timbang-timbang? Ra, Mas Arok sendiri loh, yang tadi telpon aku." Kordinator sie acara kemudian membubarkan diskusi tersebut.
"Aneh. Ngapain coba, Shoutun Band yang awalnya batalin perform, mendadak pengen tampil?" Maira masih di tempat bersama Nizar dan dua orang lain.
"Mungkin Hani yang minta. Secara, dia adiknya. Dia juga lagi naksir sama Mas Arok. Jadi, kamu pasti tau lah. Hani pengen nunjukin secara langsung, gimana bakat modellingnya." Nizar mengulurkan tangan, menarik Maira agar bangkit.
"Husnudzan saja. Kamu sudah punya aku. Nggak perlu lah peduli sama dia." Kalimat Nizar membuat Maira mengembangkan senyum.
"Tapi, jujur. Aku penasaran sih, gimana Mas Arok pas lagi perform?" Otaknya sibuk berhipotesa, memikirkan personil apa yang pantas disandang Pria berwajah oriental itu.
"Teman-teman, Mas Arok bagian apa di Shoutun Band?" Dia tidak jadi beranjak.
"Gitar vokal, kalau nggak salah, Ra. Coba aja, kunjungin profil IG, Shoutun Band." Respon temannya yang kemudian meninggalkan Nizar dan Maira.
"Wow. Kok aku jadi penasaran juga, ya? Secara, Mas Arok adalah kompetitor terkuat, pas lagi merjuangin Maeda." Tidak berlaku untuk Maira, Nizar juga bisa mengusung kata yang bernafas masa lalu.
"Mbak Maeda kamu perjuangin? Yang ada kamu ditinggal. Bukti udah jelas kok, dia selalu ketus sama kamu. Apalagi pas liat kita bareng "Olok Maira, seketika menjauh dari Nizar.
***
"Yakin, Mas. Mau perform?" Yanis menutup pintu belakang mobil dan berjalan menuju kursi kemudi.
"Kenapa nggak? Udah lama banget, ini jari ndak di buat fingerstyle. Terakhir, kalau nggak salah pas semester 6." Arok sudah duduk di kursi kemudi.
Perjalanan mereka di Bali telah usai. Memang hanya mengunjungi mendiang Ibu Arok, melempar buket bunga di laut tempat abu ibunya dilarung dan membeli beberapa cinderamata. Tidak dengan berwisata.
"Bukan karena adik kamu yang resek itu, kan?"
"Adikku yang resek? Hani maksud kamu?" Arok membenarkan tebakan Yanis. "Kamu kok tahu dia. Ketemu aja belum, kok udah kenal aja."
"Kayaknya Maeda ngasih nomor WA aku ke dia. Adik kamu benar-benar ya, Mas." Yanis tidak menyalakan mesin mobil, justru terbahak membahas Hani.
"Maksud kamu?" Arok tidak tahu, kalau Hani diam-diam menginterogasi soalnya kepada Yanis.
"Lusa malam dia kamu cuekin kan, Mas. Adik kamu cantik, sayangnya berharap besar bisa jadian sama kamu." Yanis kalau kelewat cerewet, memang seperti itu.
"Sambil ngobrol, nyalain mobilnya. Biar aku nggak telat sampai Surabaya. Teman-teman udah pada nunggu buat ngeband."Arok memerintah dan mesin mobil pun dihidupkan.
Mengalirlah cerita itu. Hani yang seusai menghubungi Arok, sesegera mungkin menanyai Maeda siapa yang menemani kakaknya ke Bali. Setelah tahu dan berhasil mendapat kontak WA, Hani sesegera mungkin menanyai Yanis.
Malam itu, dia hanya memastikan, apakah kakaknya memang istirahat. Jawabnya iya, namun setelah itu, bahasan lain-lain mulai muncul. Hani menceritakan dengan detail hubungannya dengan Arok dan perasaannya yang belum terbalas.
"Apa jangan-jangan, Mas Arok niat manggung karena Maeda?" Yanis hanya menebak. Barangkali benar.
"Karena Maeda? Kok karena dia. Kenapa kamu bisa nyimpulin seperti itu?" Arok berniat kembali menghibur penonton melalui petikan gitarnya.
"Ya barangkali, kamu mau melamar dia lewat acara itu. Kan bagus, Mas." Yanis bukan tukang kompor, dia hanya menyarankan.
"Astaghfirullah, kok belum-belum bilang melamar. Pendekatan aja belum, Yan." Mas Arok yang teramat naif dan pura-pura.
"Mas Arok, jaman sekarang udah bukan waktunya pendekatan. Toh, kalian selama ini sudah pendekatan. Kamu sudah memfasilitasi rumah pinjaman, kadang ke kampus bareng. Mumpung Maeda juga lagi ngirim sinyal ke kamu." Ingin rasanya Arok menyumpal mulut Yanis dengan bacaan juz amma.
"Berhenti dulu, Yan. Mobilnya, biar aku aja yang ngemudikan." Arok mendadak menginstruksikan Yanis untuk menginjak rem.
"Kenapa, Mas? Soal itu tadi?" Yanis menyeringai." Nggak perlu se-puitis romeo, apalagi se-romantis de Caprio. Kamu cukup lamar dia, Maeda pasti bilang iya." Yanis segera bertukar tempat duduk, dan membiarkan Arok mengemudikan mobil.
***
Assalamualaikum
Udah lama nih nggak update.
Ada juga yang tanya, Author kemana?
Author sibuk mau lebaran, readers.
Biarpun di rumah aja. Namanya juga lebaran. Bersihin rumah, buat kue kering, nanti juga dimakan sendiri.Jang Mi
Rabu, 20 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...