"Gimana? Aku tadi melihat kamu habis dari laboratorium. Kenapa, sekarang itu muka masih di tekuk saja?" Yanis menengok wajah Maeda sampai kepalanya nyaris ke tanah.
"Yan, menurut kamu, ucapan Mas Arok bisa dipegang nggak, sih?" Maeda mengangkat kepala, wajahnya kuyu seperti semalam begadang menuntut mata untuk tidak terpejam.
"Kenapa kamu bahas dia. Aku kan tanya seputar kelanjutan praktikum kamu!" Sia-sia Yanis menengokan kepala sampai seperti itu. Dia segera duduk, menegakkan punggungnya.
"Tadi pagi, semalam dan kemarin siang. Saat kami ngobrol, dia selalu menyahuti kalimatku dengan kata-kata manis." Lengannya terlipat sekaligus otaknya masih mencari petunjuknya.
"Contoh."
"Akhir pekan ini dia akan ke Bali. Terus dia bilang, seusai dari sana dia ingin melanjutkan rencana bersamaku." Maeda yang sering sekali menggantung kalimat.
"Iya, terus gimana Mae?"
"Aku tanya rencana apa? Eh, dia jawabnya menikah." Jawaban itu mengundang Yanis terpingkal-pingkal.
"Kok aku diketawain sih! Ah, nggak seru kamu sebagai teman. Dan, nggak boleh dalam agama kalau ada teman yang susah diketawain." Maeda menampakkan sikap ketusnya.
"Huuuuuu, marah-marah. Neraka gimana nggak penuh dengan wanita, kalau hobinya dikit-dikit marah." Yanis meledek temannya kemudian menampakkan layar ponselnya.
Layar ponsel dengan tampilan memukau. Tampilan sejoli yang sedang berpose seusai menghibur para pengunjung.
"Sabar ya, jangan protes. Bisa jadi kamu sudah masuk perangkap Mas Arok." Yanis cepat-cepat menarik kembali ponselnya.
Mata Maeda tadi sekilas melirik, namun segera dipalingkan."Mas Arok, sampai bersedia meminta kamu untuk menempati rumahnya,apa coba, kalau dia nggak ada rasa sama kamu. Sekalipun selama ini, aku nggak pernah dengar kalimat sengak semacam itu."
Penjelasan Yanis membuat Maeda terpaku melihati Yanis.
"Kamu yakin, Mas Arok nggak pernah ngeluarin kalimat sok manisnya itu sebelum ini?" Maeda masih ragu. Dia butuh pengukuhan jawaban.
"Nggak pernah, Mae. Sebelum ini kan hanya sama Ning Rizza. Tau sendiri kan, Ning Rizza wanita seperti apa?" Yanis mengedikkan bahu, lalu menggoyangkan ponselnya yang masih menyala.
"Coba minta Mas Arok buat memperjelas sikapnya. Bukankah dia selalu open mind sama kamu, kalau aku lihat sih." Yanis masih berkhutbah sembari mengangkat dua jari.
"Tapi sebelum ini, dia nggak pernah kayak gitu. Emang, aku terakhir ngobrol sama dia semester 2 dulu."
"Sekarang kamu semester berapa? 2 ke 7 berapa bulan ya? Aku kira lama loh, Mae."
Memang benar yang dikatakan Yanis. Mendengar sifat Mas Arok yang berbeda dengan yang dulu membuat Maeda tidak bisa bila menyimpulkan pada satu pemikiran.
Maeda belum satu bulan kembali dekat dengan Mas Arok, dan dia masih beberapa hari berusaha untuk melupakan Nizar.
Bisa jadi, sikap bapernya masih terlarut sampai sekarang.Sejadinya, pikiran Maeda terlalu mengacu pada suka secara instan atau lebih baik tidak berteman.
"Itu foto, yang posting siapa?" Maeda tidak ingin mengambil pusing. Dia tidak mau membebani pikirannya dengan pertanyaan terkait perlakuan Arok kepadanya.
"Maira." Yanis meringis cukup lebar hingga matanya tertutup.
"Beberapa waktu yang lalu, aku disarankan Mas Arok buat ngintip Instagramnya. Sekaligus aja ngintip facebooknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...