"Nggak ada barang kamu yang ketinggalan, kan?" Maeda bertanya pada Arok yang sedang memegang gagang pintu.
Derit suaranya sepintas terdengar, hingga pintu kamarnya tertutup kemudian."Barang apa, Mae? Berangkat kesini sendiri, nggak ada yang jengukin. Selama di rumah sakit juga mengenakan setelan orang sakit, makan dan minum ya di urusin suster." Arok memang sudah sehat, meskipun wajahnya pucat.
Hari masih pagi, tetapi kalimatnya bertele-tele layaknya rel kereta api banten-banyuwangi, membuat Maeda geleng-geleng kepala.
"Ada yang salah? Aku hanya punya ini, Mae." Seru Arok sembari menunjukkan tas berisi 2 kaos.
"Suster disini dengan cuma-cuma memberikannya." Arok bangga mengatakan.
"Mungkin karena kamu pasien yang nggak neko-neko, terus gampang diatur, dan pastinya,---" Maeda sengaja menggantung kalimatnya.
"Tampan, Mas." Demi langit dan bumi, semburat merah jambu di pipinya membuat Maeda malu setengah mati.
"Kamu ini bisa aja, Mae. Susternya kebetulan cantik dan masih single."
Tujuan mereka setelah ini, menjenguk Nizar sebentar. Namun yang terjadi, keduanya malah duduk di kursi koridor depan kamar nomor empat.
"Kalau Mas Arok tau, kenapa Mas nggak nyoba kenal dia lebih jauh saja." Argumen Maeda seketika mendapat balasan tegas dari Arok.
"Kalau semisal aku kenal dia lebih jauh, terus dia jatuh cinta sungguhan, sedangkan aku nggak, kamu mau tanggung jawab?"
"Kok aku yang tanggung jawab? Mas Arok kan yang eksekusi langsung." Maeda tidak terima bila disangkut-pautkan.
"Mae, usia Mas Arok bukan 17-18 tahun. Bicara cinta, juga nggak seperti anak SMA. Mas Arok belajar mencintai dan menerima cinta dari seseorang yang---"
"Mas Arok."
Sayangnya pembicaraan Arok disergap oleh suara familiar milik wanita.
"Mbak Maeda?"
Bukan hanya Arok, Maeda juga disapa.
Kedua manusia yang tadi sibuk membahas asmara dan kaitannya sontak memastikan pemiliknya."Mas Arok dan Mbak Maeda kok bisa disini?" Dia bersama seseorang yang membawa cairan infus. Setelan orang sakit yang dikenakan, sama dengan milik Arok semalam.
"Maira? Ni--zar?"
Berkat informasi Haykal beberapa waktu lalu, membuat Arok tidak teramat kaget. Dia hanya tak menyangka, penghuni kamar nomor enam yang membuatnya iri karena sering dikunjungi adalah Nizar. Maka tentu saja, suara wanita yang dimaksud empunya adalah Maira.
"Siapa yang sakit? Kalian bersama, bagaimana bisa? Kalian saling kenal?" Maira ikut nimbrung, dia memilih duduk diantara Maeda dan Arok.
"Iya. Mas Arok yang sakit, Ra. Sakit DB. Hari ini kebetulan mau pulang." Maeda memang bukan sasaran pertanyaan. Sangat mantap dia menjawab.
"Mas Arok udah baikan? Aku nggak nyangka banget loh, beneran. Ketemu kalian disini. Satunya senior di kampus, satunya di SMA." Senyum Maira berseri-seri, mungkin karena sudah lama tak bertemu dengan dua orang yang pernah memiliki kisah dengannya.
"Dari kejauhan aku melihat, kalian bercengkerama dengan akrab. Sudah lama berteman?" Pertanyaan tersebut seketika direspon anggukan dengan mantab oleh perempuan satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...