Bukan!
Bukan sepasang itu rupanya, mereka hanya penghambat pandangan saat dibaliknya terlihat sepasang manusia lain dengan sisi tak kalah romantisnya.
Area kampus sudah menyambut mobil HRV putih milik Arok. Tetapi, dia sengaja menepikan mobil, demi menjelaskan perihal yang Maeda tanyakan.
"Yang kamu maksud Ning Rizza? Dia kan sudah menikah dan suaminya petinggi partai merangkap jadi dosen." Maeda berargumen, dia belum menyadari ada sesuatu lain yang lebih menarik dimata Arok.
"Mas Arok lihat apa sih? Mas Arok hanya senyam senyum dengan jawaban Ning Rizza. Kasih tau Mae, siapa sih yang kamu maksud?" Sejadinya Maeda merajuk dan berpaling darinya.
Lamat-lamat, Maeda melirik arah mata pria disampingnya. Dia tidak ingin ketinggalan, bisa jadi yang dilihatnya adalah jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
"Maira? Nn, Nnii, Nizar?" Maeda tergagap. Lidahnya mendadak kiluh menyebut nama seseorang yang terakhir.
Dia cepat-cepat membuang pandang. Delusi yang menjijikkan, ucapan Fardah saat ditelpon berkejaran membentuk sebuah adegan random yang tak mampu ter deskripsikan.
"Aku kok mendadak lapar ya, Mae. Kamu udah sarapan belum?" Arok menenekan tombol otomatis, agar pintu di sebelahnya bisa mengeluarkan dia dari mobil.
Bugg!!
Pintu mobil tertutup dan mendarat dengan bunyi yang cukup keras, hingga sepasang muda-mudi yang duduk di kursi angkringan menoleh.
"Kamu belum sarapan, kan? Yuk, makan dulu. Jangan takut nggak bisa bayar. Aku yang bakal beliin kamu."
Arok belum sepenuhnya kesana. Sekedar berbuat iseng, menggoda Maeda dengan menahan dagu di kaca mobil.
"Belum, Mas. Terus kita sarapan dimana? Warung merah gambar orangtua atau berlogo M, jauh dari sini."
"Mas Arok pinginnya disitu, Mae. " Arok menunjuk warung, dimana Nizar dan Maira ada disana.
Tidak hanya duduk, hijabers top kampus sekarang menyuapi Nizar yang wajahnya memang tampak pucat. Sepucat saat Maeda membayangkan dirinya dan Nizar berpelukan di rumah tadi.
Maeda terperanjat sebentar. Pikirannya mengambang, hingga kejadian tadi menyelinap dan mengelabui pikiran-pikiran yang lain.
Wanita itu cepat-cepat menyadarkan diri, berusaha mengusir setiap bongkahan yang tidak masuk akal, sekalipun dia memang sangat merindukan Nizar.
***
"Maeda?" Nizar berdiri begitu saja dan menangkis sendok berisi bubur sumsum dari Maira."Mae, kamu kemana saja? Mbak-mbak bilang, kalau kamu pindah rumah kos, kenapa?" Nizar sangat intens menanyakannya, tidak peduli dengan Maira yang memintanya untuk segera menghabiskan bubur.
"Apa pentingnya aku memberi tahu kamu? Kurasa, aku tidak apa-apanya dibanding dia yang sudah dekat dengan keluargamu." Maeda berdiri dibelakang Arok, meminta pria itu agar melindunginya.
Dia hanya tak tahan melihat Maira dan Nizar bisa sedekat itu dengan suasana yang cukup mendukung.
"Kamu bandingin sama Maira?" Nizar manggut-manggut, jemarinya tak diam di samping badannya. Telunjuk Nizar dengan tegas menunjuk langsung ke wajah hijabers yang masih mengaduk bubur.
"Mbak, kamu ini kenapa sih? Sensi banget kalau aku dekat sama Mas Nizar?" Maira masih belum menyadari bahwa perasaan Nizar tidak lagi seperti dulu, saat dia berpacaran dengan Lubab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...