"Aku pemred PHP?"Arok menunjuk dirinya dan geleng-geleng kepala. "Wah, sulit di percaya. Kamu tahu sendiri, kan? Selama ini aku dan dia tidak pernah sedekat ini? Pernah gitu, aku ngasih harapan palsu ke dia?"
Mereka bermaksud membicarakan Maira, mendadak nama Maeda terseret, sejadinya bahasan melenceng dari topik.
"Masalah itu, kamu pastikan sendiri Mas, ke orangnya. Aku menganggap sih, dia sekedar njeplakin mulutnya. Tapi ya tidak tahu lagi." Yanis mengedikkan bahu, tidur sebentar tadi, ingin kembali ia teruskan.
Tidak masalah kan, berbicara dengan pemilik rumah sambil selonjoran dan rebahan.
"Bener? kamu tidak tahu, Maira? Dia cukup famous loh di kampus. Separuh kampus kurasa tahu tentang dia." Arok beralih ke topik sebelumnya.
"Mas, kalau aku tahu, mungkin postingan instagram wanita itu sudah aku like dari dulu."Yanis menekuk lengannya ke belakang kepala.
"Dia mantan temanku, dia yang sekarang sedang melakukan PDKT dengan Nizar,dan dia pernah menyukaiku saat temanku masih jadi kekasihnya." Arok meletakkan kepala ke punggung kursi. Pandangannya vertikal dengan ornamen langit-langit ruang tamu.
"Wow, serius Mas?" Yanis lekas membangkitkan diri.
"Iya. Coba saja cek instagramnya @maira_zahra11. Sekaligus kamu bisa membuat penilaian tentang dia." Langit-langit ruang tamu ternyata sama sekali tidak menarik, jadinya Arok memilih bangun dan pergi.
"Intinya, dia bukan wanita se beruntung, Maeda. Dia bukan wanita yang impikan laki-laki, walau dari segi tampilan dia akan dipuja banyak laki-laki." Arok berjalan keluar rumah meninggalkan Maeda dan Yanis.
"Maksudnya bagaimana? Mentang-mentang dia S2, bicaranya udah buat pusing kepala orang." Yanis berujar kesal seraya bangkit.
"Mae, aku pulang dulu, ya. Pagi ini ada janji sama Ibu jam 8. Lebih tepatnya, ngantar Ibu ke pasar. Maaf ya," Dia melambai-lambaikan tangan ke wajah Maeda.
"Selamat, atas rumah kos baru kamu yang lebih dari kenyataan. Selamat juga, keinginan kamu untuk lebih dekat dengan Mas Arok akhirnya terkabul. Meskipun itu dulu," Sebelum benar-benar pergi, Yanis menepuk bahu Maeda terlebih dahulu.
***
Maeda menguap, sepaket dengan tarikan lengan ke atas. Tidur nyenyak yang hakiki. Dia bersyukur sekali, meskipun hanya 2 jam membaringkan badan di sofa, rasanya sama dengan 7 jam tidur malamnya.Jam 9, dia harus mengurusi berkas penelitian ke kampus. Janji temu dengan dosen pembimbingnya dan pergi ke BAK untuk meminta surat pengantar penelitian. Berbeda dari saat dia masih di rumah kos Mbak Inayah, kali ini 45 menit sebelum jam 9, Maeda harus menyiapkan diri. Mandi, bersolek dan berdandan layaknya mahasiswi yang berbeda dengan sehelai setelan kaos menyelimuti tubuhnya.
"Ya Allah, aku sampai lupa. Dari semalam baterai lowbat, belum sempat nge charge." Maeda menekan tombol power ponselnya, tetapi tidak berefek pada layar yang masih menghitam.
"Mae, ibu tadi ngomong apa saja ke kamu?"
"Aku minta maaf, atas perlakuan kasar Mas Ikhya'. Jangan dimasukkan hati ya,mungkin pikirannya tadi sedang penuh dengan tugas-tugasnya."
"Terima kasih ya, sudah menyempatkan waktu buat jenguk aku. Kamu nggak ketemu dulu sama orang tua ku. Padahal, niatnya aku udah mau ngenalkan."
Tidak ada yang mengganggu sistem pernapasannya. Namun, saat ini dada Maeda terasa sesak mengingat kalimat-kalimat terakhir Nizar dengannya di Rumah sakit. Kemarin, setelah ibunya mengajak Maeda duduk di kantin. Saat Bu Sofiyah meminta dia untuk pergi jauh-jauh dari hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta Maeda [END]
Teen Fiction#Rank-1 In Islamic Story (23 April- 12 Mei 2020) #Rank-2 Islamic Story (30 Maret - 07 April 2021) "Menikahlah denganku, Maeda." Tenggorokan Maeda seperti disumpal satu ton batu, hingga ia kesulitan meneguk ludah. "Ku ulangi sekali lagi. Menikahlah d...