Pelajaran matematika terpotong istirahat selama tiga puluh menit. Jeje mengajak tiga sahabatnya menyerbu kantin. Pia hari ini tidak masuk karena harus mengikuti lomba melukis kaligrafi antarsekolah di Jakarta.
Mereka berempat melingkar di kantin utara, kantin yang bersebelahan dengan lapangan basket. Semuanya sedang menyantap sarapan yang terlambat, kecuali Lily yang tadi sudah makan bersama Nuca saat pelajaran seni budaya masih berlangsung. Selagi mereka berempat menghabiskan makanan, Selena menodong Lily agar menceritakan kronologi kejadian tadi pagi dengan lengkap dan runtut.
"Anjir! Sumpah lo, Ly? Ciyus? Miayam bakso urat nadi? Lo tadi masuk ke kamarnya?" pekik Selena setelah mendengar cerita Lily yang sempat masuk ke kamar Nuca.
"Heh!" Niara menginjak kaki Selena. "Ini kantin, banyak orang. Orang bisa mikir macem-macem. Mulut lo difilter kalau ngomong!"
"Syukurin lo, Len. Lo kalah start jauh dari Lily," celetuk Jeje diikuti dengan tawanya yang menyebalkan.
Selena berdecak sebal. Perempuan mana yang tidak cemburu, mendengar kabar bahwa gebetannya berboncengan motor dengan sahabatnya sendiri? Bahkan Nuca sampai mengajak Lily ke rumahnya, meskipun hanya dalam rangka mengambil tugas yang ketinggalan. Apa karena kebetulan tadi pagi Lily yang ada di dekatnya, jadi Nuca memilih untuk mengajak Lily? Mungkin begitu, pikir Selena mencoba berpikir positif.
"Sabar, Bu. Sabar," kata Niara sambil mengelus bahu Selena.
"Lo kok nggak bilang-bilang gue dulu sih, kalau mau ke rumah dia?" protes Selena pada Lily, sambil menusuk asal baksonya dengan garpu.
"Kan gue udah bilang, kejadiannya ngalir gitu aja, nggak direncanain," tegas Lily. "Lagian gue nggak ada apa-apa kok sama dia, sumpah."
Jeje yang pertama kali menghabiskan sarapannya. Ia segera menyedot es tehnya, lalu mulai memancing. "Tapi menurut lo, dia ganteng nggak, Ly?"
"Ya... ganteng sih," jawab Lily ragu-ragu. Takutnya Selena kepanasan mendengarnya. "Tapi gue kan nggak cantik, jadi mana mungkin dia suka sama gue. Orang si Baper yang bentukannya begitu aja illfeel sama gue. Paling dia sukanya sama Niara atau Selena."
"Suka sama gue kali, Ly," timpal Niara. "Siap-siap aja, suatu saat kalian bakal lihat di Instagram-nya Nuca, ada postingan foto berdua gue sama dia."
"Heh kampret!" sentak Selena pada Niara. Matanya melotot hampir keluar. "Katanya dia bukan tipe lo, gimana sih?"
"Menurut gue, wajahnya emang biasa aja. Manis doang. Tapi kharismanya, Rek, luar biasa. Kalau suatu saat dia nembak gue, gue sih mau-mau aja," kata Niara dengan nada sengaja memanasi Selena.
"Nah, itu dia! Tos dulu, Ra!" Jeje yang merasa sependapat dengan Niara, mengajak Niara tos. "Ganteng itu relatif. Tapi kalau dia jodohnya sama gue, kalian bisa apa?" Jeje tertawa puas.
"Anjir! Sama aja lo, Je!" pekik Selena jengkel.
Niara, Jeje, dan Lily tertawa, apalagi ketika melihat wajah Selena yang semakin masam dan bersungut-sungut. Membuat Selena terbakar cemburu merupakan kepuasan tersendiri bagi Niara dan Jeje. Padahal mereka berdua juga tidak benar-benar menyukai Nuca, tidak seperti Selena yang sudah tergila-gila.
"Eh, Ly, tadi ada tugas baru dari Bu Citra," cetus Niara memulai pembahasan lain di luar tentang Nuca.
"Tugasnya bukan sembarang tugas ini mah. Kita disuruh bikin film pendek," sahut Jeje.
"Hah? Serius?" pekik Lily. "Baru kali ini gue tahu ada tugas bikin film pendek di pelajaran seni budaya."
"Iya, gue suka yang kayak gitu-gitu," jawab Selena si anak teater. Segala yang berhubungan dengan teater, ia pasti akan dengan senang hati menjalaninya. Passion-nya memang di sana, apalagi di bidang make up artist. "Satu kelompok ada delapan orang. Kita berempat, Nuca, Oka, Keyla, sama Baper."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
FanfictionJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...