37. PENTAS TEATER

1.6K 224 451
                                    

Pada hari Sabtu kali ini, pukul sembilan pagi, Nuca sudah selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi di dalam kamarnya dengan bertelanjang dada. Sekilas Nuca melewati cermin yang lumayan besar di dinding kamarnya, ia berhenti dan mendadak tersadar dengan perubahan tubuhnya. Perutnya yang dulu rata sekarang sedikit membuncit.

Nuca mengelus perutnya yang ditumbuhi rambut-rambut halus itu berkali-kali, berharap kebuncitannya itu hanya tipuan bayangan cermin saja. Namun, kenyataannya tidak seperti yang ia harapkan. Lelaki itu pun sadar kalau semenjak ia diamanahi menjadi koordinator sie acara, ia jadi tidak pernah berolahraga. Pikirannya yang terkadang stres memikirkan pentas teater itu pun membuat ia lebih banyak menghabiskan berbagai macam makanan ringan sampai makanan yang berat pada malam hari. Nuca memanyunkan bibirnya. Bentuk tubuhnya yang semula bodygoals, kini jadi sedikit melenceng. Mana hal ini terjadi di saat hari H pentas teater, pula.

Saking sibuknya meratapi perubahan tubuhnya itu, Nuca baru mendengar nada dering dari ponselnya. Ia segera meraih ponselnya yang tergeletak asal di tengah ranjang. Membaca nama Lily, Nuca langsung tersenyum.

"Kenapa Sayang?"

"Lama banget sih ngangkatnya," gerutu Lily dari seberang sana. "Udah dijemput Selena ya kamu?"

"Belum kok, nanti jam 10."

Lily sengaja menyuruh Nuca agar berangkat bareng Selena saja hari ini, karena ia tahu kalau kemarin Nuca pulang larut malam dan belum sempat menambal ban motornya. Sebenarnya Nuca tidak mau, tetapi karena Lily memaksa, Nuca menurut saja. Lily tidak ingin egois. Ia hanya ingin Nuca tidak terlambat menuju ke lokasi dan acara yang di-handle Nuca selama dua bulan terakhir ini bisa sukses.

"Terus, kenapa ngangkatnya lama tadi?" cecar Lily dengan nada galak dan terkesan posesif. Dasar perempuan.

"Mmm... Aku lagi sedih aja," jawab Nuca lesu. "Aku sekarang jadi gendut, Ly. Perutku buncit banget."

"HAHAHAHAHA!" Tawa Lily menggelegar. "Cowok bisa gitu juga ya ternyata? Aku kira cewek doang yang sedih kalau berat badannya naik."

"Ya kan... selama ini aku belum pernah ngerasa segendut ini. Terakhir aku gendut tuh waktu masih kelas 6 SD," keluh Nuca sambil memanyunkan bibir.

"Ah, aku nggak percaya kalau kamu gendut. Paling cuma nambah sekilo doang, dan nggak kelihatan-kelihatan banget gendutnya. Lebay!" ejek Lily. "Coba sini, aku mau lihat?"

Nuca terperangah. "Hah? Lihat apa?"

"Ya lihat bentukanmu lah! Mana katanya kamu gendut? Buktiin!" tantang Lily. "Pindah ke video call ya!"

"Ya udah, iya," balas Nuca menurut. Nuca pun mematikan panggilan suara WhatsApp itu, kemudian beralih kembali memanggil Lily dengan panggilan video.

Nada sambung terdengar. Perlahan, wajah Lily yang masih sedikit blur memenuhi layar ponsel Nuca. Mata Nuca menghadap kamera seakan menatap lurus Lily. Jantungnya berdegup semakin kencang.

"HEH!" pekik Lily kaget, lalu panggilan video diputus sepihak olehnya.

"Loh, kok malah dimatiin sih? Katanya mau lihat," gumam Nuca heran.

Lily memanggilnya kembali melalui panggilan suara WhatsApp. Nuca menjawabnya.

"Gila kamu, Nuc! Kenapa kamu nggak pake baju dulu sih?" semprot Lily.

"Katanya kamu mau lihat aku gendut atau nggak," balas Nuca polos.

"Maksudku, kamu tetap pakai baju dulu lah. Paham apa paham?"

"Oh gitu..." Nuca menghela napas. "Ya maaf deh, Ly. Ya udah ini aku pake kaus dulu, terus aku VC lagi."

"Nggak usah, nggak usah," sergah Lily. "Nanti aku pap aja ke aku. Mirror selfie gitu."

Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang