Demi memenuhi permintaan konyol yang mendadak dari Axel, Lily menurut saja saat Nuca memintanya untuk menemani ke mal. Mal yang sama seperti tempat mereka dulu mempertemukan Sadam dan Niara. Besok ini juga, Axel harus datang ke acara ulang tahun teman sekolahnya dengan dresscode warna oranye. Karena di rumah tidak ada yang memiliki pakaian berwarna oranye sama sekali, Axel menyuruh Nuca untuk membelinya sekarang juga. Bukan menyuruh, lebih tepatnya memaksa, karena Axel baru saja pulang dan malas keluar rumah lagi. Kakaknya yang satu itu memang kadang bersikap semena-mena.
Kecanggungan yang tadi sempat melanda Nuca dan Lily di studio, kini hilang begitu saja, berganti dengan suasana cair yang menyenangkan. Mereka berjalan-jalan santai dari basement sampai ke lantai dasar sambil melemparkan candaan satu sama lain. Nuca dan Lily yang dikenal orang-orang sebagai orang introvert yang tak banyak bicara, ketika mereka sudah berdua seperti ini, mereka tak ragu lagi menunjukkan sisi lain dari diri mereka yang petakilan. Ketika akan naik ke lantai dua, Nuca sengaja tidak mengajak Lily naik lift, ia lebih memilih naik eskalator agar tetap menikmati langkah demi langkah bersama dengan Lily. Untuk kali ini, perintah Axel yang menyebalkan itu disulap menjadi ajang modus untuk Nuca.
Sesampainya di lantai dua, Nuca membawa Lily masuk ke salah satu outlet brand ternama. Sebenarnya Lily sudah beberapa kali masuk ke sana, ketika ia bersama teman-temannya. Namun, Lily hanya melihat-lihat, tanpa sedikit pun niat untuk membelinya. Bukan karena ia tidak tertarik dengan barangnya, tetapi karena harganya yang tidak manusiawi baginya. Pertama kali ia tahu ada kaus yang harganya dua ratus ribu, ia terkejut. Biasanya, dengan uang dua ratus ribu, ia sudah bisa mendapatkan sepatu bagus yang diskonan. Berbeda dengan Nuca, yang menjadikan outlet itu sebagai langganannya membeli pakaian. Kebanyakan koleksi jaket dan hoodie-nya dibeli di sana. Kesultanan anak itu memang sudah tidak diragukan lagi.
"Kira-kira kalau warna oranye tuh bagusnya buat kemeja, sweater, jaket, hoodie, atau apa ya, Lyo?" tanya Nuca ketika mereka sudah sampai di bagian pakaian pria.
"Kalau ke acara ulang tahun sih, bagusnya kemeja, Nuc. Terus kemejanya dibuka, dalemannya pake kaus item polos atau putih polos. Celananya terserah, jeans warna biru atau item juga cocok," saran Lily. "Tapi kita cari dulu aja, ada nggak kemeja oranye di sini. Lagian aneh-aneh aja deh, dresscode-nya warna oranye."
"Eh, ini gue liat-liat dari tadi nggak ada kemeja oranye, Nuc. Adanya merah bata gitu, gimana?" Lily menunjuk kemeja yang ia maksud.
Nuca mengamati warna kemeja itu benar-benar. "Sebenernya aku suka warnanya, tapi itu kurang oranye, nggak pas sama ketentuan dresscode-nya. Nanti aku yang kena marah sama Mas Axel, lagi."
"Kepepetnya hoodie aja sih. Aku sering beli hoodie polos di sini sama Mas Axel. Aku punya yang putih, hitam, army, abu-abu, merah, apalagi, ya? Sering tuh, aku lihat ada yang warna oranye cetar gitu, tapi aku nggak pernah tertarik. Terpaksa nih sekarang harus beli," sambung Nuca tertawa geli setelahnya, lalu mereka pun menuju ke tempat hoodie yang Nuca sudah hafal letaknya.
"Oh, ini." Lily melihat ada hoodie polos oranye di tempat itu. Ia segera mengambilnya untuk Nuca. Ketika melihat label harganya, ia terkejut. 399.900 rupiah, nominal uang yang tidak sedikit baginya. Lily tidak membayangkan, berapa total uang yang Nuca habiskan untuk membeli pakaian seisi lemarinya? Kalau satu baju saja harganya sudah membuatnya shock berat. Belum lagi sepatu, jam tangan, dan lain-lain.
"Makasih udah diambilin," ucap Nuca ketika menerima hoodie itu. Lily hanya membalas dengan senyum kecil. Sesaat mereka berdua larut dalam hening, lalu Nuca pamit ke kassa di belakang. Sementara Lily memilih untuk cuci mata di bagian pakaian wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
Fiksi PenggemarJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...