Nuca berjalan dari parkiran menuju kelasnya. Selama lelaki itu melintas di koridor, gadis-gadis seolah terhipnotis dengan kehadirannya. Mereka tahu bahwa ada yang berbeda dari Nuca, yaitu rambutnya. Potongan rambut barunya menyita perhatian, membuat lelaki berdarah Solo terlihat lebih segar dan menawan. Ada beberapa gadis yang nyinyir, ketika mengingat kejadian Nuca mengejar Lily di koridor pulang sekolah kemarin siang. Mereka kepo, bertanya-tanya, sebenarnya ada apa di antara Nuca dan Lily. Takkan ada yang rela kalau cowok se-highclass Nuca memiliki hubungan khusus dengan gadis buluk, miskin, yang tidak ada sisi menariknya sama sekali. Kalau sampai itu terjadi, gadis satu sekolah pasti iri setengah mati.
"Ck, cakep banget deh, temen gue yang satu ini," ucap Sadam berdecak kagum ketika Nuca meletakkan tasnya di kursi. Ternyata Sadam dan Bayu sedang main ke kelasnya.
"Kalau rambut gue yang dipotong model gini, kayaknya nggak bakal cocok deh di gue," celetuk Oka yang mengundang tawa geli teman-temannya.
"Biasa aja, ah. Aku tuh nggak ganteng, ganteng dari mana coba?" Nuca menyentuh kedua pipinya. "Gantengan juga Sadam tuh."
"Halah, dasar merendah untuk menyombong," balas Sadam bersungut. "Dulu sih gue ganteng, Nuc, tapi gue auto kalah sejak lo menginjakkan kaki di sekolah ini."
"Emang biasanya orang ganteng tuh nggak ngerasa kalau dirinya ganteng, Dam," timpal Oka. "Kalo Baper mah, merasa ganteng, tapi..."
"Tapi ternyata emang ganteng banget," sambung Bayu dengan pede-nya, kemudian keempatnya tertawa ngakak. Tertawa karena menolak keras pengakuan Bayu yang satu itu.
"Heh, Per!" Sadam memukul keras lengan atas Bayu. Kebiasaannya kalau baru mengingat sesuatu. "Lo udah ngerjain PR biologi belum?"
"Baper ngerjain PR? Mana mungkin," sindir Oka.
Sadam dan Bayu lari terbirit, beranjak dari kelas Nuca, kembali kelas mereka untuk segera mengerjakan PR biologi yang akan dikumpulkan pada jam pertama hari ini.
"Nuc, Nuc." Oka menatap serius Nuca yang sebangku dengannya hari ini. "Lo sadar nggak sih, kalau kemarin kelakuan lo udah bikin angkatan kita gempar?"
Nuca tidak mengerti, hanya menggeleng bingung.
"Ngapain lo kemarin ngejar-ngejar Lily di koridor?"
"Emangnya salah?" Nuca bertanya balik, tak berdosa. "Lagian aku cuma ngajak Lily latihan gitar bareng di studio kok, nggak macam-macam."
"Anjir! Cuma gara-gara Lily kemarin nggak ada kemajuan, lo sampai mau ngajarin dia main gitar secara privat, gitu?" heran Oka. Cowok itu menggeleng tak menyangka. "Nuc, Nuc, gue nggak ngerti lagi deh. Lo suka sama Lily?"
Nuca mengangguk tanpa ragu. "Ya suka-suka aja, masa iya benci?"
"Aduh." Oka mengusap wajahnya kasar, greget. "Bukan itu maksud gue. Ya udah, gini deh. Lo kalau mau naksir sama cewek, pilih-pilih dong. Banyak yang cantik-cantik di sekolah ini, asal jangan Niara aja sih," katanya mengecualikan gadis pujaannya itu. Oka mana tahu kalau sejak malam Minggu di mal itu Niara mulai dekat dengan Sadam, dan kedekatan mereka berlanjut sampai sekarang. Hanya tinggal tunggu waktunya saja sampai mereka tahu-tahu jadian.
"Selena tuh, Nuc, kelihatan banget kalau suka sama lo, sejak hari pertama lo sekolah di sini. Kalau gue jadi lo, udah gue sikat dia. Banyak cowok di sekolah ini yang Selena tolak. Eh, lo yang dikejar-kejar malah menyia-nyiakan dia gitu aja," lanjut Oka menceramahi.
Lily baru saja datang ke kelas. Ia tercengang ketika melihat Nuca dengan rambut barunya. Matanya tak terlepas memandang Nuca, sampai Nuca sadar dan memandangnya balik. Nuca tersenyum tipis pada Lily. Lily segera memalingkan mukanya, karena tidak ingin terciduk bahwa ia dari tadi memerhatikan cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
FanfictionJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...